Catatan Akhir Tahun (VI):
MUHAMMADIYAH GERAKAN TAJDID
Oleh: Aya S Miza
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Padang
Sebagaimana kita ketahui,
perkataan tajdid berarti pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi, penciptaan
sesuatu yang baru, dan lain-lain yang berkaitan dengan ma’na itu. Maka bila
dihubungkan dengan pemikiran tajdid dalam Islam, tajdid adalah usaha dan upaya
intelektual Islami untuk menyegarkan dan memperbaharui pengertian dan
penghayatan umat Islam terhadap agamanya berhadapan dengan perubahan dan
perkembangan masyarakat. Kata tajdid adalah kerja ijtihad yang sangat strategis
dalam membumikan ajaran-ajaran Islam dalam konteks waktu dan ruang.
Ijtihad sebagai gerakan
Intelektual islami oleh mayoritas umat Islam telah dianggap tabu sejak
kira-kira abad ke 10-H. Pada saat posisi madzhab-madzhab semakin mapan. Tapi siapa
sebenarnya yang menutup pintu ijtihad tidak seorangpun yang tahu. Yang jelas
ialah bahwa sejak abad itu bintang-bintang pemikir Islam sudah menjadi manusia
langka dalam perputaran sejarah Islam. Ummat Islam secara keseluruhan tidak
lagi berorientasi kemasa depan dalam posisi syuhada ‘alannaas atau ummat
wasath. Tetapi lebih senang kepada kemegahan masa lalu yang telah hilang. Kelompok
ulul albab yang punya visi jauh ke depan hampir-hampir tidak muncul lagi ke
permukaan. Faktor utama yang menyebabkan terciptanya situasi macet ini ialah
pertimbangan-pertimbangan politik demi menjaga stabilitas, integritas dan
kelestarian imperium Islam yang sesungguhnya sejak abad ke-9 M telah mulai
melemah.
Proses kemerosotan ini
berlangsung cukup lama sampai sinyal yang dipancarkan wahyu, Umar sebenarnnya
berbuat sebaliknya yaitu menghidupkan Sunnah Nabi. Ini adalah komitemen Umar
yang sangat dalam rasa keadilanya terhadap nasib generasi mendatang, karena ia
sepenuhnya mampu mennagkap landasan moral yang mengiringi setiap perintah
wahyu. Umar memang telah bertindak begitu inovatif dan kreatif, tapi tetap
berpijak pada landasan ajaran wahyu yang difahaminya secara utuh, jujur, dan
sangat bertanggung jawab.
Bila tiga landasan bertolak
di atas kita sepakati, maka menurut hemat saya setiap gerakan tajdid harus
merasa “iri” dengan tindakan Umar yang begitu radikal dan strategis. Tokoh-tokoh
tajdid yang lahir sesudah Ibnu Taimiyah, apakah itu Muhammad bin Abdul Wahab,
Jamaludin Ak-Afghani, Abduh, Iqbal, Ahmad Dahlan, dll telah berusaha mengikuti
jejak Umar, tapi belum seorang pun yang sudah sampai kepada posisi seberani dan
seradikal Umar. Hal ini perlu saya kemukakan, sebab tanpa adanya suatu revolusi
intelektual, ummat Islam tidak akan pernah merebut posisinya sebagai khaira
umma atau ummat wasasth yang berfungsi sebagai wasithah yang kreatif, anggun,
dan adil dalam menengahi masalah-masalah kemanusiaan yang semakin hari semakin
gawat.
(Diambil Dari Buku Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah karya DR. H. Faturrahman Djamil MA. hal xi-xiv)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar