Senin, 06 November 2017

MUHAMMADIYAH GERAKAN TAJDID



Catatan Akhir Tahun (VI):
MUHAMMADIYAH GERAKAN TAJDID
Oleh: Aya S Miza
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Padang



Sebagaimana kita ketahui, perkataan tajdid berarti pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi, penciptaan sesuatu yang baru, dan lain-lain yang berkaitan dengan ma’na itu. Maka bila dihubungkan dengan pemikiran tajdid dalam Islam, tajdid adalah usaha dan upaya intelektual Islami untuk menyegarkan dan memperbaharui pengertian dan penghayatan umat Islam terhadap agamanya berhadapan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Kata tajdid adalah kerja ijtihad yang sangat strategis dalam membumikan ajaran-ajaran Islam dalam konteks waktu dan ruang.

Ijtihad sebagai gerakan Intelektual islami oleh mayoritas umat Islam telah dianggap tabu sejak kira-kira abad ke 10-H. Pada saat posisi madzhab-madzhab semakin mapan. Tapi siapa sebenarnya yang menutup pintu ijtihad tidak seorangpun yang tahu. Yang jelas ialah bahwa sejak abad itu bintang-bintang pemikir Islam sudah menjadi manusia langka dalam perputaran sejarah Islam. Ummat Islam secara keseluruhan tidak lagi berorientasi kemasa depan dalam posisi syuhada ‘alannaas atau ummat wasath. Tetapi lebih senang kepada kemegahan masa lalu yang telah hilang. Kelompok ulul albab yang punya visi jauh ke depan hampir-hampir tidak muncul lagi ke permukaan. Faktor utama yang menyebabkan terciptanya situasi macet ini ialah pertimbangan-pertimbangan politik demi menjaga stabilitas, integritas dan kelestarian imperium Islam yang sesungguhnya sejak abad ke-9 M telah mulai melemah.

Proses kemerosotan ini berlangsung cukup lama sampai sinyal yang dipancarkan wahyu, Umar sebenarnnya berbuat sebaliknya yaitu menghidupkan Sunnah Nabi. Ini adalah komitemen Umar yang sangat dalam rasa keadilanya terhadap nasib generasi mendatang, karena ia sepenuhnya mampu mennagkap landasan moral yang mengiringi setiap perintah wahyu. Umar memang telah bertindak begitu inovatif dan kreatif, tapi tetap berpijak pada landasan ajaran wahyu yang difahaminya secara utuh, jujur, dan sangat bertanggung jawab.

Bila tiga landasan bertolak di atas kita sepakati, maka menurut hemat saya setiap gerakan tajdid harus merasa “iri” dengan tindakan Umar yang begitu radikal dan strategis. Tokoh-tokoh tajdid yang lahir sesudah Ibnu Taimiyah, apakah itu Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaludin Ak-Afghani, Abduh, Iqbal, Ahmad Dahlan, dll telah berusaha mengikuti jejak Umar, tapi belum seorang pun yang sudah sampai kepada posisi seberani dan seradikal Umar. Hal ini perlu saya kemukakan, sebab tanpa adanya suatu revolusi intelektual, ummat Islam tidak akan pernah merebut posisinya sebagai khaira umma atau ummat wasasth yang berfungsi sebagai wasithah yang kreatif, anggun, dan adil dalam menengahi masalah-masalah kemanusiaan yang semakin hari semakin gawat. 


(Diambil Dari Buku Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah karya DR. H. Faturrahman Djamil MA. hal xi-xiv)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar