105 Tahun Muhammadiyah: KEMBALI KE KHITTAH AWAL
Oleh: Aya S Miza
Anggota Majelis Tabligh PWM SUMBAR
Dikatakan oleh para ahli
sejarah, bahwa agama Islam datang di Indonesia dalam keadaan tidak murni lagi,
karena telah bercampur aduk dengan ajaran-ajaran di luar Islam. Baik itu datang
dari ajaran di luar agama Islam maupun tradisi masyarakat setempat yang
bertentangan dengan Islam.
Aqidah umat Islam Indonesia
sudah tidak sesuai dengan Aqidah Islam yang benar. Amalan-amalanya sudah
bercampur dengan bid’ah, khurafat, tahayul, dan sebagainya. Alam cakrawala
Indonesia masa itu diliputi oleh kabut kebodohan dan kemiskinan. Ummat Islam
hidup dalam alam kekolotan dan kebekuan ajaran agamanya yang murni. Bangsa Indonesia
hidup sebagai bangsa yang tertindas oleh penjajah. Keadaan seperti inilah yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah.
Muhammadiyah dan KHA
Dahlan
Muhammadiyah berdiri di
Indonesia disebbaka oleh dua factor. Factor subyektif dan factor obyektif.
Factor subyektif adalah
pribadi pendiri Muhammadiyah. Yaitu KHA Dhalan dengan faham dan keyakinnaya
akan agama serta hasil penghayatan dan pengamalanya, sehingga membnetuk
keyakinan dan cita-cita hidupnya. Beliau lahir di tengah-tengah keluaga yang
taat beragama Islam. Beliau terkenal sebagai pemuda yang cerdas dan bebas dalam
berfikir.
Setelah dewasa beliau banyak
menerima pengajaran dari para Ulama Tajdid yang bersemboyan “kembali kepada
Al-Qur’an dan Hadits Syarif”, baik secara langsung maupun dengan membaca
majalah-majalah yang mereka terbitkan, misalnya “al-Manar” oleh Syaikh Muhammad
Abduh, Muhammad Rasyid Ridha dan sebagainya.
KHA Dahlan berfaham, bahwa
agama Islam adalah “Risalah Allah” atu pesan pengarahan dari Allah bagi manusia
yang mengatur tentang hidup dan kehidupanya di dunia dan akhirat. Jadi agama
Islam adalah konsepsi hidup dari Allah yang harus ditegakan di tengah-tengah
masyarakat. Untuk itu orang-orang Islam harus dibina kepribadianya dan diatur
kehidupanya dalam suatu organisasi yang rapi yang berintikan sebagai Gerakan
Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Tajdid, sesuai dengan yang tersirat
dalam Qur’an surat Ali Imran 104.
Sedangkan factor obyektif
adalah kenyataan yang ada pada masyarakat khususnya masyarakat Islam Indonesia
dimasa itu dalam hubunganya dengan ajaran Agama Islam. Keadaan masyarakat
Islam pada masa itu yang semakin jauh dari ajaran Agama Islam yang murni. Pendidikan
yang diselenggarakan ummat Islam pada masa itu belum menjamin kebahagiaan dunia
dan akhirat. Ulama dan Kiyai dalam memahami Islam masih sangat tradisional,
sepotong-sepotong, dan kaku.
Muhammadiyah Jayalah Selalu
Muhammadiyah Jayalah Selalu
Akhir-akhir ini banyak
kritikan yang ditujukan kepada Muhammadiyah, baik itu datang dari dalam maupun
dari luar, baik yang bersifat konstruktif maupun yang bersifat destruktif.
Akan tetapi semua itu diterima dengan lapang dada. Dalam artian baik ataupun
buruk kritik itu oleh Muhammadiyah diterima dan dijadikan alat untuk
introspeksi diri.
Memang benar, jika dikatakan
bahwa Muhammadiyah saat ini mengalami kelesuan-kelesuan di berbagai bidang. Bahkan
para pimpinan Muhammadiyah sendiri mengakui, bahwa saat ini kita perlu
meMuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah. Akan tetapi sejak berdirinya
hingga sekarang Muhammadiyah belum berpindah dari prinsip utamanya, yakni
sebagai Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Tajdid.
Muhammadiyah tetap memerangi
kemiskinan, kebodohan, dan kekafiran. Menyampaikan dakwah dengan hikmah dan
pengajaran yang baik. Namun caranya yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan
masyarakat. (ASM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar