Sabtu, 04 November 2017

MELURUSKAN NAWAITU, DARI HATI KE HATI



Catatan Akhir Tahun (IV)
MELURUSKAN NAWAITU, DARI HATI KE HATI
Oleh: Aya S Miza
(Anggota Majelis Tabligh PWM SUMBAR)




Muhammadiyah sebagai gerakan Islam telah bekerja tanpa lelah selama lebih dari 100 tahun lebih dari negeri ini. Berbagai lika liku kehidupan dengan segala suka dan duka, telah dilaluinya dengan semangat pantang menyerah. Walaupun sewaktu-waktu ia memerlukan sikap koperatif, namun di pusat-pusat gerakanya, roh jihad Muhammadiyah masih tetap menyala.

Sudah banyak kritik yang dilemparkan kepadanya, akan tetapi sebagai gerakan tajdid dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai realisasi dari ajaran Islam. Ia telah berhasil merubah wajah masyarakat ke arah yang lebih baik.

Namun demekian bukan berarti pekerjaan sudah selesai, bahkan semakin hari semakin berat dan bengkalai semakin menumpuk-numpuk. Sehingga kita tak usah ragu mempertanyakan, apakah Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, pada hari ini masih didikung oleh kenyataan. Ataukah sudah kehilangan roh sebagai pembaharu di nusantara ini pada umumnya, dan di Sumatera Barat pada khususnya.

Bukankah di saat-saat generasi muda sibuk mencari identitas keislaman mereka, di saat-saat kampus sedang giat-giat menggali Islam, maka organisasi-organisasi besar Islam (termasuk Muhammadiyah), kurang berhasil untuk tampil sebagai panutan dan pemberi arah.

Banyak sudah ajaran moral yang telah dirumuskan oleh Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih, sebagai suatu keniscayaan berijtihad oleh gerakan tajdid, namun sejauh manakah teramalkan rumusan-rumusan itu oleh warga Muhammadiyah secara keseluruhan.

Bila suatu terjadi kendala pada salah satu komponen organisasi Muhammadiyah, baik yang dialami oleh Majelis, ataupun oleh ortom dan badan-badan lainya, sudah pada saatnya dievaluir secara terbuka. Dengan pengharapan semoga sikap keterbukaan ini dapat dibebani kembali pada seluruh jajaran sampai ke tingkat bawah.

Bila ternyata penyebab kendala itu tak mampu bertahan dihadapan kebenaran yang kita yakini, sudah bang tentu sebagai yang berhati mukmin, diharapkan untuk tidak terus bertahan pada garis status quo yang merusak citra. Maka untuk menatap masa depan dengan kepala yang tegak, justru keikhlasan dan ketulusan yang penuh tanggung jawab, betul-betul sangat dibutuhkan dan perlu ditancapkan kembali ke dalam hati masing-masing kita. Tanpa penancapan ini, maka “sorak-sorai” tentang kebangkitan Islam akan kehilangan maknanya yang sejati di Sumbar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar