Catatan Akhir Tahun (IV)
MELURUSKAN NAWAITU, DARI HATI KE HATI
Oleh: Aya S Miza
(Anggota Majelis Tabligh PWM SUMBAR)
Muhammadiyah sebagai gerakan
Islam telah bekerja tanpa lelah selama lebih dari 100 tahun lebih dari negeri
ini. Berbagai lika liku kehidupan dengan segala suka dan duka, telah dilaluinya
dengan semangat pantang menyerah. Walaupun sewaktu-waktu ia memerlukan sikap
koperatif, namun di pusat-pusat gerakanya, roh jihad Muhammadiyah masih tetap
menyala.
Sudah banyak kritik yang
dilemparkan kepadanya, akan tetapi sebagai gerakan tajdid dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai realisasi dari ajaran Islam. Ia telah
berhasil merubah wajah masyarakat ke arah yang lebih baik.
Namun demekian bukan berarti pekerjaan
sudah selesai, bahkan semakin hari semakin berat dan bengkalai semakin
menumpuk-numpuk. Sehingga kita tak usah ragu mempertanyakan, apakah
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, pada hari ini masih didikung oleh
kenyataan. Ataukah sudah kehilangan roh sebagai pembaharu di nusantara ini pada
umumnya, dan di Sumatera Barat pada khususnya.
Bukankah di saat-saat
generasi muda sibuk mencari identitas keislaman mereka, di saat-saat kampus
sedang giat-giat menggali Islam, maka organisasi-organisasi besar Islam
(termasuk Muhammadiyah), kurang berhasil untuk tampil sebagai panutan dan
pemberi arah.
Banyak sudah ajaran moral
yang telah dirumuskan oleh Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih, sebagai suatu
keniscayaan berijtihad oleh gerakan tajdid, namun sejauh manakah teramalkan
rumusan-rumusan itu oleh warga Muhammadiyah secara keseluruhan.
Bila suatu terjadi kendala
pada salah satu komponen organisasi Muhammadiyah, baik yang dialami oleh
Majelis, ataupun oleh ortom dan badan-badan lainya, sudah pada saatnya
dievaluir secara terbuka. Dengan pengharapan semoga sikap keterbukaan ini dapat
dibebani kembali pada seluruh jajaran sampai ke tingkat bawah.
Bila ternyata penyebab
kendala itu tak mampu bertahan dihadapan kebenaran yang kita yakini, sudah bang
tentu sebagai yang berhati mukmin, diharapkan untuk tidak terus bertahan pada
garis status quo yang merusak citra. Maka untuk menatap masa depan dengan
kepala yang tegak, justru keikhlasan dan ketulusan yang penuh tanggung jawab,
betul-betul sangat dibutuhkan dan perlu ditancapkan kembali ke dalam hati
masing-masing kita. Tanpa penancapan ini, maka “sorak-sorai” tentang kebangkitan
Islam akan kehilangan maknanya yang sejati di Sumbar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar