Catatan Akhir Tahun IX
KUALITAS PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH TERGANTUNG MAJLIS
DIKDASMEN
Oleh: Aya S Miza
Anggota Majelis Tabligh PWM SUMBAR
Persyarikatan Muhammadiyah,
sebagai gerakan Islam dikenal sebagai organisasi berfaham pembaruan (tajdid).
Melalui usaha-usaha yang dilakukan Persyarikatan ini dapat dilihat secara
transparan bahwa Muhammadiyah sejak semula ingin meretas keterbelakangan,
kebekuan cara berfikir dan kemiskinan.
Salah satu usaha Muhammadiyah
untuk ikut memecahkan problema yang dihadapi umat adalah dengan
menyelenggarakan pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Tidak
mengherankan kalau di pelbagai tempat kita melihat Taman Kanak-Kanak (TK),
Sekolah Dsar (SD), Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah
Tsanawiyah Muhammadiyah, Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah
Muhammadiyah (MAN) sampai universitas dan akademi-akademinya merupakan asset
Pendidikan Nasional.
Sekarang ini, terutama di
Wilayah Muhammadiyah Sumbar, Pendidikan Muhammadiyah digolongkan sebagai lembaga
pendidikan “kelas dua”. Mengapa hal itu terjadi? Dimana salahnya pendidikan di
bawah Persyarikatan Muhammadiyah? Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
Sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak konsisten dengan kaidah yang ada pada Majlis
Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah itu sendiri.
Kalau kita lihat sekolah atau
Perguruan Tinggi (PT) swasta lain yang maju, pengurus yayasan mereka bukan
sekedar ada tetapi mereka benar-benar bekerja. Kepala sekolah benar-benar
mengurus sekolah sesuai tugasnya, sementara Pengurus Yayasan benar-benar
bekerja sesuai dengan bidangnya. Keduanya sama-sama menuju tujuan (goal) yang
jelas.
Akan tetapi, di Muhammadiyah
pelaksanaan amanah di bidang pendidikan ini kini Nampak makin semrawut.
Seolah-olah sekolah-sekolah tersebut kurang tersangkut atau bahkan tidak ada
hubunganya sama sekali dengan Muhammadiyah sebagai induk organisasi. Karena itu, Majelis Dikdasmen yang semestinya sangat berperan, ternyata kini hampir
tidak dapat berbuat banyak, kecuali menyiapkan soal Muhammadiyah dan Al Islam
serta blangko Ijazah. Sementara Kepala Sekolah bertindak lebih luas dari itu.
Apalgi sekolah-sekolah yang dianggap subur. Ada kesan, bahwa sekolah
Muhammaduyah di Sumbar, bukan lagi untuk memperjuangkan kepentingan Muhammadiyah
akan tetapi memperjuangkan kepentingan pribadi-pribadi, kelompok-kelompok
dimana sekolah Muhammadiyah itu berada.
Meskipun tujuan yang hendak
dicapai pendidikan Muhammadiyah cukup jelas namun realitas dilapangan banyak
yang tidak sejalan dengan kaidah pendidikan Muhammadiyah.
Muhammadiyah Sumbar, dalam
hal ini Majlis Muhammadiyah, semestinya melakukan evaluasi total terhadap
seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah di bawah jajaranya. Langkah pertama yang
harus dilakukan adalah dengan dengan melakukan penelitian secara menyeluruh
untuk mendapatkan data yang valid tentang keadaan sekolah yang sebenarnya.
Langkah kedua, memprioritaskan masalah utama yang mesti dipecahkan. Langkah
ketiga, membuat sekolah percontohan. Langkah keempat, membenahi aparat Dikdamen
sendiri terutama administrasi dan mekanisme kerja yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
Sekiranya langkah-langkah di
atas bena-benar dilaksanakan akan member suasana baru dan semangat baru bagi
sekolah-sekolah Muhammadiyah di Sumbar ini. Mantapnya organisasi dan mekanisme
kerja Dikdasmen, adanya data valid, terprioritasnya masalah utama dan adanya
sekolah percontohan yang benar-benar sesuai dengan kaidah Pendidikan dan
Konsisten dengan prinsip Islam dan tata administrasi yang ada di Muhammadiyah sangat
penting. Nasrum Minallahi wa Fathun Qariiib. (ASM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar