Rabu, 08 November 2017

KUALITAS PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH TERGANTUNG MAJLIS DIKDASMEN



Catatan Akhir Tahun IX
KUALITAS PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH TERGANTUNG MAJLIS DIKDASMEN
Oleh: Aya S Miza
Anggota Majelis Tabligh PWM SUMBAR

Persyarikatan Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam dikenal sebagai organisasi berfaham pembaruan (tajdid). Melalui usaha-usaha yang dilakukan Persyarikatan ini dapat dilihat secara transparan bahwa Muhammadiyah sejak semula ingin meretas keterbelakangan, kebekuan cara berfikir dan kemiskinan.

Salah satu usaha Muhammadiyah untuk ikut memecahkan problema yang dihadapi umat adalah dengan menyelenggarakan pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Tidak mengherankan kalau di pelbagai tempat kita melihat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dsar (SD), Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah, Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAN) sampai universitas dan akademi-akademinya merupakan asset Pendidikan Nasional.

Sekarang ini, terutama di Wilayah Muhammadiyah Sumbar, Pendidikan Muhammadiyah digolongkan sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”. Mengapa hal itu terjadi? Dimana salahnya pendidikan di bawah Persyarikatan Muhammadiyah? Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak konsisten dengan kaidah yang ada pada Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah itu sendiri.

Kalau kita lihat sekolah atau Perguruan Tinggi (PT) swasta lain yang maju, pengurus yayasan mereka bukan sekedar ada tetapi mereka benar-benar bekerja. Kepala sekolah benar-benar mengurus sekolah sesuai tugasnya, sementara Pengurus Yayasan benar-benar bekerja sesuai dengan bidangnya. Keduanya sama-sama menuju tujuan (goal) yang jelas.

Akan tetapi, di Muhammadiyah pelaksanaan amanah di bidang pendidikan ini kini Nampak makin semrawut. Seolah-olah sekolah-sekolah tersebut kurang tersangkut atau bahkan tidak ada hubunganya sama sekali dengan Muhammadiyah sebagai induk organisasi. Karena itu, Majelis Dikdasmen yang semestinya sangat berperan, ternyata kini hampir tidak dapat berbuat banyak, kecuali menyiapkan soal Muhammadiyah dan Al Islam serta blangko Ijazah. Sementara Kepala Sekolah bertindak lebih luas dari itu. Apalgi sekolah-sekolah yang dianggap subur. Ada kesan, bahwa sekolah Muhammaduyah di Sumbar, bukan lagi untuk memperjuangkan kepentingan Muhammadiyah akan tetapi memperjuangkan kepentingan pribadi-pribadi, kelompok-kelompok dimana sekolah Muhammadiyah itu berada.

Meskipun tujuan yang hendak dicapai pendidikan Muhammadiyah cukup jelas namun realitas dilapangan banyak yang tidak sejalan dengan kaidah pendidikan Muhammadiyah.

Muhammadiyah Sumbar, dalam hal ini Majlis Muhammadiyah, semestinya melakukan evaluasi total terhadap seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah di bawah jajaranya. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan dengan melakukan penelitian secara menyeluruh untuk mendapatkan data yang valid tentang keadaan sekolah yang sebenarnya. Langkah kedua, memprioritaskan masalah utama yang mesti dipecahkan. Langkah ketiga, membuat sekolah percontohan. Langkah keempat, membenahi aparat Dikdamen sendiri terutama administrasi dan mekanisme kerja yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Sekiranya langkah-langkah di atas bena-benar dilaksanakan akan member suasana baru dan semangat baru bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah di Sumbar ini. Mantapnya organisasi dan mekanisme kerja Dikdasmen, adanya data valid, terprioritasnya masalah utama dan adanya sekolah percontohan yang benar-benar sesuai dengan kaidah Pendidikan dan Konsisten dengan prinsip Islam dan tata administrasi yang ada di Muhammadiyah sangat penting. Nasrum Minallahi wa Fathun Qariiib. (ASM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar