Sabtu, 11 November 2017

GERAKAN PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN DI SUMATERA BARAT (I)



Catatan Akhir Tahun (X):
GERAKAN PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN DI SUMATERA BARAT (I)
Oleh: Aya S Miza
Anggota Majelis Tabligh PWM SUMBAR



Sebelum Ide pembaharuan datang ke Indonesia, di Minangkabau telah dahulu masuk gerakan pemurnian wahabiyah. Ide ini dibawa oleh haji yang pulang dari Makkah, mereka adalah Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik. Mereka pulang dari Makkah sekitar tahun 1803 M. Faham-faham dan ajaran agama yang terpengaruh oleh ajaran wahabiyah inilah yang mereka sebarkan di Minangkabau. Maksudnya adalah untuk membersihkan masyarakat dari pada adat-adat yang merusak, misalnya mengadu ayam, meminum minuman keras, dan sebagainya. Mereka melakukan perombakan secara radikal.

Setelah faham wahabiyah ini disebarluaskan di Minangkabau, maka beberapa tahun kemudian timbulah perang antara mereka dengan pemerintahan kolonial Belanda, yang menggunakan kesempatan itu dengan dalih membantu kaum adat untuk melebarkan sayap penjajahanya, ketika penjajah bercokol di daerah ini para ulama masih tetap mengembangkan ajaranya lewat ulama-ulama yang ketika itu disebut kaum muda dengan melalui jalur pendidikan, pengajian, ceramah, dan pesantren yang dinamakan Sumatera Thawalib, dan juga menerbitkan banyak majalah.

Haji Miskin dengan faham Wahabinya telah memberikan tekanan baru bagi pergerakan pembaruan umat Islam di Indonesia, tegas menggali api ajaran Islam, memberantas khurafat dan bid’ah. Gerakan ini tidak hanya berhenti sampai disini, tetapi sampai meluas ke daerah-daerah lain, seperti; Jambi, Palembang, Sumatera Timur, Tapanuli, Bengkulu dan Lampung. Ketika itu madrasah-madrasah modern mulai bertumbuhan.

Di Jawa sebagai penggerak Islam baru lahirlah perkumpulan “Jamia’atul Khair” sekitar tahun 1905. Dari tempat itu KHA Dahlan pimpinan pertama perkumpulan Muhammadiyah dan orang terpelajar lainya mengenal bacaan kaum reform yang didatangkan dari luar negeri. Tidak lama sesudah itu KHA. Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah di Yogyakarta, pada tahun 1912. Kemudian berdiri Al-Islam wal Irsyad di Jakarta, tahun 1914, Persatuan Islam (Persis) di Bandung, pada tahun 1923 dan persatuan umat Islam di Majalengka. Semua itu berdasarkan ajaran salaf atau reform.

Gerakan yang lain yang mempunyai dasar yang sama dengan Muhammadiyah dalam arti menegakan ajaran salaf ialah Persatuan Islam (Persis), dengan A. Hasan sebagai penggerak dan pemukanya. Beliau terkenal sebagai salah seorang ulama yang beraliran reform, radikal dalam memutuskan hukum Islam, dan tujuan organisasi ini adalah melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam masyarakat, menghidupkan jiwa, jihad, dan ijtihad, membasmi bid’ah, khurafat, dan tahayul, taqlid dan syirik, memperluas tabligh dan dakwah Islam kepada seluruh masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar