PERBEDAAN
MUHAMMADIYAH & SALAFI
Oleh: Dr Agung
Danarto, M.Ag
Sekretaris
PP Muhammadiyah 2015-2020
Menurut
Muhammadiyah, perempuan memiliki peran domestik dan publik. Perempuan boleh
menjadi pemimpin atau pejabat publik jika memiliki kapasitas, serta boleh
bepergian tanpa mahram bila keadaan aman dan terjaga dari fitnah.
Muhammadiyah
bahkan memfasilitasi perempuan untuk berorganisasi melalui Aisyiyah. Menurut
Salafi, peran perempuan adalah di sektor domestik. Adapun sektor publik
diperuntukkan bagi laki-laki. Perempuan bepergian harus selalu didampingi
mahram.
Muhammadiyah
memandang perempuan sebagaimana laki-laki, harus mendapatkan pendidikan
setinggi-tingginya di semua bidang ilmu. Menurut Salafi, perempuan perlu
mendapatkan pendidikan yang baik terutama bidang keagamaan dan bidang yang
menopang peran domestiknya.
Muhammadiyah
mendukung prinsip pernikahan monogami untuk menciptakan keluarga sakinah,
walaupun tidak mengharamkan praktik poligami. Salafi mendukung poligami,
meskipun membolehkan monogami.
Bagi
Muhammadiyah, berpakaian yang penting adalah menutup aurat. Boleh memakai
pakaian tradisional, lokal, Arab ataupun Barat. Bisa berbentuk batik, sarung,
peci, jas, celana panjang, kebaya, dan sejenisnya.
Cara
berpakaian Salafi membiasakan empat identitas: jalabiya (baju panjang terusan
atau jubah), tidak isbal (celana di atas mata kaki), lihya (memelihara
jenggot), dan niqab (memakai cadar bagi perempuan). Bidang seni semisal
aktivitas bermusik, bernyanyi, bermain drama, teater, menurut Muhammadiyah bisa
menjadi media dakwah Islam. Objek dakwah perlu didekati dengan berbagai
pendekatan, termasuk seni.
Bagi Salafi,
seni adalah bid’ah dan haram. Menonton TV, bermusik, dan hiburan adalah
terlarang.
Dalam hal
penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri, menurut Muhammadiyah, metodenya
menggunakan ilmu hisab. Salafi menggunakan metode rukyat dan untuk penentuan
Idul Adha mengikuti ketentuan wukuf di Arafah di Saudi Arabia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar