Sabtu, 08 Februari 2020

KADERISASI ULAMA MUHAMMADIYAH

KADERISASI ULAMA MUHAMMADIYAH



Menurut Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, MA, ulama itu terlahir, tidak diciptakan. Proses pendidikan keulamaan hanyalah lorong-lorong untuk menjaring mereka yang berbakat menjadi ulama. Pendapat mantan Menteri Agama dan ahli Ilmu Perbandingan Agama ini menggambarkan bahwa pengkaderan ulama bukanlah suatu yang mudah. Tidak semua orang yang menjalani pendidikan ulama akan menjadi ulama. Namun begitu, proses tersebut tetap perlu dilakukan untuk menyediakan wadah bagi mereka yang berminat dan berbakat untuk berbakti di bidang ini.

Seorang ulama diharuskan menguasai sekurang-kurangnya ilmu pengetahuan ke-Islaman dan akan semakin ideal bila disertai dengan penguasaan cabang pengetahuan lain. Dengan demikian seorang ulama itu adalah juga seorang ahli ilmu, dan memang demikian adanya sepanjang sejarah Islam. Bahkan kata ‘ulama’ itu sendiri, secara harfiah, berarti ‘orang yang berilmu.’ Selain itu ulama juga harus memiliki tingkat tertentu kesalihan relijius dan kearifan rohani. Hal ini terwujud dengan banyak mempraktikkan amal ibadah yang dituntunkan dalam agama guna mendapatkan kedalaman spiritual dan meningkatkan kepekaan nurani. Aspek inilah yang membedakan seorang sarjana dengan ulama. Oleh karena itu dalam proses pendidikan keulamaan hal ini dilatihkan melalui praktik konkret karena karakter ini akan terbentuk secara berangsur melalui praktik yang kontinyu. Lebih lanjut seorang ulama bukanlah figur yang hidup di menara gading. Ia harus memiliki tingkat tertentu keterlibatan dalam masyarakatnya dalam suatu atau lain bentuk. Ia hidup bersama, untuk dan berkarya bagi masyarakat. Ia adalah penyuara hati nurani umat di samping juga sebagai rujukan rohani dalam berbagai aspek kehidupan kemasyarakatan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar