PEMIKIRAN KEISLAMAN ERA KONTEMPORER
Prof. Dr. K.H. Muhammad
Sirajuddin Syamsuddin, M.A menjelaskan pemikiran keislaman era kontemporer:
Sebuah pemikiran cenderung mengalami perkembangan dan pencabangan. Khususnya
dalam pemikiran keislaman disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama,
karena agama yang bersumber pada wahyu itu banyak mengandung isyarat-isyarat
yang relatif nisbi, sehingga memerlukan penafsiran yang dzhaniyat. Interpretasi
itu dipengaruhi oleh watak termasuk wahyu Islam yang menurut saya memiliki
watak ambivalen. Ada ayat-ayat yang kalau kita baca menyeru kepada perdamaian,
tapi ada ayat yang memerintahkan kepada peperangan. Kegagalan kita dalam
mencoba menarik relasi antar keduanya itu bisa membawa kita kepada salah paham.
Inilah yang terjadi di dalam umat Islam. Dan tidak mungkin itu bertentangan. Sering
kita gagal memahami konteks masa lampau apalagi konteks masa sekarang, ketika
diterapkan. Kedua, pemikiran keagamaan itu itu niscaya harus dikembangkan
karena memang ada tuntutan sejarah karena kita sekarang berada pada fase yang
post-modern.
Pemikiran keislaman di era kontemporer, katakanlah dalam satu dasawarsa
terakhir memang berkembang bukan dalam situasi yang vakum, namun dalam situasi
yang terus bergerak. Yaitu dunia yang telah mengalami modernisasi, globalisasi,
terutama yang disebut post cold war era atau era pasca perang dingin. Era pasca
perang dingin menimbulkan implikasi-implikasi serius terhadap peradaban
manusia. Dulu setelah perang dingin berakhir,
runtuhnya tembol berlin, pecahnya Uni soviet, dua thesis yang muncul yaitu
Fukuyama dengan The End of History. Antara lain mengatakan bahwa inilah akhir dari
sejarah. Ke depan sejak itu, yang akan terjadi adalah liberalisasi dalam bidang
ekonomi. Maka, global kapitalisme sebagai model. Selain itu ada liberalisasi politik dengan
demokrasi liberal yang sekarang menjadi salah satu pilihan. Bahwa demokrasi
adalah bentuk terbaik dari cara manusia memerintah. Contohnya adalah Arab
Spring, selain disebabkan oleh berbagai faktor, bisa dibaca juga dengan pendesakan
demokrasi atau demokratisasi. Indonesia mengalami itu sejak era reformasi.
Saya kaitkan itu semua karena ada pengaruhnya dalam kehidupan termasuk
di Indonesia dan juga agama. Dari sini, agama ditantang menjadi problem solver.
Tapi pada banyak kenyataan, agama adalah bagian dari masalah. Terutama oleh
kelompok yang menempuh garis keras. Oleh karena itu, pemikiran keislaman apa
yang bisa menempatkan agama menjadi sebuah problem solver dari arus peradaban
dunia baru yang sesungguhnya rusak. Para pengamat mengatakan bahwa peradaban
dunia sebagian besar mengalami great shift atau pergeseran besar dan great
disruption atau kerusakan besar yang hanya mementingkan apa yang ada di dunia
tanpa berfikir bahwa ada kehidupan setelahnya yang diajarkan oleh agama. Ini merupakan
tantangan bagi agama-agama tidak terkecuali Islam untuk tampil sebagai problem
solver tadi. (ASM)
Sumber: Suara Muhammadiyah 13/102/ 6-20 Syawal 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar