Minggu, 16 Februari 2020

PEMIKIRAN KEISLAMAN ERA KONTEMPORER

PEMIKIRAN KEISLAMAN ERA KONTEMPORER



Prof. Dr. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A menjelaskan pemikiran keislaman era kontemporer:

Sebuah pemikiran cenderung mengalami perkembangan dan pencabangan. Khususnya dalam pemikiran keislaman disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, karena agama yang bersumber pada wahyu itu banyak mengandung isyarat-isyarat yang relatif nisbi, sehingga memerlukan penafsiran yang dzhaniyat. Interpretasi itu dipengaruhi oleh watak termasuk wahyu Islam yang menurut saya memiliki watak ambivalen. Ada ayat-ayat yang kalau kita baca menyeru kepada perdamaian, tapi ada ayat yang memerintahkan kepada peperangan. Kegagalan kita dalam mencoba menarik relasi antar keduanya itu bisa membawa kita kepada salah paham. Inilah yang terjadi di dalam umat Islam. Dan tidak mungkin itu bertentangan. Sering kita gagal memahami konteks masa lampau apalagi konteks masa sekarang, ketika diterapkan. Kedua, pemikiran keagamaan itu itu niscaya harus dikembangkan karena memang ada tuntutan sejarah karena kita sekarang berada pada fase yang post-modern.

Pemikiran keislaman di era kontemporer, katakanlah dalam satu dasawarsa terakhir memang berkembang bukan dalam situasi yang vakum, namun dalam situasi yang terus bergerak. Yaitu dunia yang telah mengalami modernisasi, globalisasi, terutama yang disebut post cold war era atau era pasca perang dingin. Era pasca perang dingin menimbulkan implikasi-implikasi serius terhadap peradaban manusia. Dulu setelah perang dingin berakhir, runtuhnya tembol berlin, pecahnya Uni soviet, dua thesis yang muncul yaitu Fukuyama dengan The End of History. Antara lain mengatakan bahwa inilah akhir dari sejarah. Ke depan sejak itu, yang akan terjadi adalah liberalisasi dalam bidang ekonomi. Maka, global kapitalisme sebagai model. Selain itu ada liberalisasi politik dengan demokrasi liberal yang sekarang menjadi salah satu pilihan. Bahwa demokrasi adalah bentuk terbaik dari cara manusia memerintah. Contohnya adalah Arab Spring, selain disebabkan oleh berbagai faktor, bisa dibaca juga dengan pendesakan demokrasi atau demokratisasi. Indonesia mengalami itu sejak era reformasi.

Saya kaitkan itu semua karena ada pengaruhnya dalam kehidupan termasuk di Indonesia dan juga agama. Dari sini, agama ditantang menjadi problem solver. Tapi pada banyak kenyataan, agama adalah bagian dari masalah. Terutama oleh kelompok yang menempuh garis keras. Oleh karena itu, pemikiran keislaman apa yang bisa menempatkan agama menjadi sebuah problem solver dari arus peradaban dunia baru yang sesungguhnya rusak. Para pengamat mengatakan bahwa peradaban dunia sebagian besar mengalami great shift atau pergeseran besar dan great disruption atau kerusakan besar yang hanya mementingkan apa yang ada di dunia tanpa berfikir bahwa ada kehidupan setelahnya yang diajarkan oleh agama. Ini merupakan tantangan bagi agama-agama tidak terkecuali Islam untuk tampil sebagai problem solver tadi. (ASM)


Sumber: Suara Muhammadiyah 13/102/ 6-20 Syawal 1438 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar