Catatan Aya S Miza

Sabtu, 29 Februari 2020

PERAN ANGKATAN MUDA MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT DALAM ABAD KE II MUHAMMADIYAH PERSPEKTIF BUYA DR. BAKHTIAR, M.AG



PERAN ANGKATAN MUDA MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT DALAM ABAD KE II MUHAMMADIYAH PERSPEKTIF BUYA DR. BAKHTIAR, M.AG


Oleh: Aya S. Miza

Buya Dr. Bakhtiar, M.Ag dalam Baitul Arqam Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumatera Barat Jum’at, 28 Februari 2020 menjelaskan bahwa Muhammadiyah pada abad ke II ini memiliki masalah yang semakin kompleks. Hal ini dapat dilihat dari: 

1. KERAPUHAN IDEOLOGI AKTIVIS

Hal ini ditandai dengan:
a. penyusupan ideology lain dalam Muhammadiyah.
b. Mudahnya Angkatan Muda Muhammadiyah berpindah ke gerakan lain (ex: Jama’ah Tabligh, Salafiy). Bahkan banyak AUM dikuasai mereka.
c. Minimnya kajian penguatan ideology terutama di kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah.
d. Ada ortom yang tidak terkendalikan. Bahkan ketika Majelis Pendidikan Kader memanggil mereka mereka tidak mengindahkanya.

2. PEMBONSAIAN/PELEMAHAN DARI DALAM

Hal ini ditandai dengan:

a. Pimpinan tidak amanah dalam menjalankan kepemimpinan.
b. Menelantarkan amanah persyarikatan.

3. KONFLIK INTERNAL

a.  Antara Pimpinan VS Pimpinan
b. Antara Pimpinan VS Pimpinan Amal Usaha
c. Antara AUM dengan masyarakat karena sertifikat tanah wakaf banyak yang tidak terurus.

4. TATA KELOLA AMAL USAHA  BELUM PROFESIONAL DAN KEHILANGAN SEMANGAT TAJDID

Hal ini ditandai dengan:
a. Sikap Apatis
b. Karyawan tidak bekerja sesuai pedoman
c. Sikap pragmatisme

5. RAPUHNYA UKHUWAH ALHARAKAH 

Hal ini dapat dilihat dari :
a. Sesama kader tidak saling menguatkan dan membesarkan tapi saling mengkerdilkan dan saling menjegal.
b. sesama kader tidak saling percaya karena konflik masa lalu. 

PERAN AMM

1. Melakukan penguatan Ideologi
2. Memperkuat kepemimpinan persyarikatan
3. Meminimalisir potensi konflik
4. Mengelola AUM dengan semangat tajdid
5. Menguatkan kembali ukhuwah al-harakah
6. menguatkan kembali seifat keikhlasan dan roh jihad.
7. memperkuat gerakan di tingkat cabang dan ranting.

Padang, 01 Maret 2020
Kuala Niur II
Diposting oleh Aya S Miza di 09.56 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Senin, 24 Februari 2020

Pengertian dan Hukum Taklid Menurut MTT


Pengertian dan Hukum Taklid Menurut MTT 




Pertanyaan:

Bagaimana pengertian taqlid, hukumnya serta beramal dengan taqlid?
Penanya:
Nyakmat, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kauman, Pisang, Labuhan Haji, NAD
(disidangkan pada tanggal 13 Januari 2006)

Jawaban:

1. Pengertian Taqlid

Kata “Taqlid” adalah kata dalam bahasa Arab, yang berasal dari kata تَقْلِيْدٌ (taqlid), yaitu: قَلَّدَ (qallada), يُقَلِّدُ (yuqallidu), تَقْلِيْدًا (taqliidan). Artinya bermacam-macam tergantung kepada letak dan pemakaiannya dalam kalimat. Adakalanya kata “taqlid” berarti “menghiasi”, “meniru”, “menyerahkan”, “mengikuti” dan sebagainya.
Para ulama Ushul mendefinisikan taqlid: “menerima perkataan (pendapat) orang, padahal engkau tidak mengetahui darimana sumber atau dasar perkataan (pendapat) itu”. Para ulama yang lain seperti al-Ghazali, asy-Syaukani, ash-Shan‘ani dan ulama yang lain juga membuat definisi taqlid, namun isi dan maksudnya sama dengan definisi yang dibuat oleh ulama Ushul, sekalipun kalimatnya berbeda. Demikian pula dengan definisi yang dibuat oleh Muhammad Rasyid Ridla dalam Tafsir al-Manar, yaitu: “mengikuti pendapat orang-orang yang dianggap terhormat atau orang yang dipercayai tentang suatu hukum agama Islam tanpa meneliti lebih dahulu benar salahnya, baik buruknya serta manfaat atau mudlarat dari hukum itu”.

Dalam menjalani dan menempuh kehidupan dunia ini Allah Swt memberikan petunjuk kepada manusia yang termuat dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Orang yang mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya adalah orang-orang yang beriman, sedang orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya adalah orang-orang yang kafir. Allah Swt berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” [Muhammad (47): 33].

Artinya: “Katakanlah: Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” [Ali ‘Imran (3): 32].
Artinya: “… dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” [al-Anfal (8): 1].

Taat kepada Allah ialah mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya yang termuat dalam al-Quran dan taat kepada Rasul-Nya ialah mengikuti petunjuk Nabi Muhammad saw, berupa perkataan, perbuatan dan taqrirnya yang diyakini berasal dari beliau, yang disebut “Sunnah Maqbulah”. Kenapa Majelis Tarjih dan Tajdid menggunakan “sunnah maqbulah”?

Sebagaimana diketahui bahwa perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad saw (as-Sunnah), baru ditulis dan dibukukan setelah lebih dari seratus tahun beliau meninggal dunia. Selama seratus tahun lebih itu as-Sunnah berada dalam hafalan kaum muslimin yaitu para sahabat, tabi‘in, tabi‘it tabi‘in dan atba‘ at-tabi‘it tabi‘in. As-Sunnah yang dihafal oleh sahabat disampaikan kepada tabi‘in dan mereka menghafalnya, demikian pula para tabi‘in menyampaikan kepada tabi‘it tabi‘in, kemudian kepada atba‘ at-tabi‘it tabi‘in dan yang terakhir diterima oleh para perawi hadis dan membukukannya. Para perawi itu sebelum membukukannya meneliti setiap para penyampai dan penerima as-Sunnah itu. Setelah diteliti ternyata ada para penyampai dan penerima as-Sunnah itu yang dapat dipercaya dan ada yang tidak dapat dipercaya, ada yang kuat atau baik hafalannya dan ada pula yang lemah dan sebagainya. Lalu para perawi membuat ranking as-Sunnah, sehingga as-Sunnah itu bertingkat-tingkat, ada yang shahih, ada yang hasan, ada yang dla‘if dan sebagainya. Pada umumnya para ulama tidak menerima sunnah yang dla‘if (lemah), kecuali asy-Syafi‘i yang menggunakannya untuk fadla’ilul a‘mal (amalan-amalan utama). Majelis Tarjih dan Tajdid pada umumnya menerima as-Sunnah yang shahih dan hasan dengan syarat tidak berlawanan dengan nash (al-Quran dan as-Sunnah) yang lebih kuat daripadanya. As-Sunnah yang seperti ini disebut “sunnah maqbulah”.

Berdasarkan uraian di atas maka taqlid menurut Majelis Tarjih dan Tajdid ialah: “mengikuti perkataan atau pendapat orang (seperti ulama, syekh, kiyai atau pemimpin) tentang suatu hukum Islam tanpa meneliti lebih dahulu apakah perkataan atau pendapat itu ada dasarnya atau tidak dalam al-Quran dan sunnah maqbulah”. Jika ada dasarnya maka perkataan dan pendapat itu dapat diterima dan diamalkan, sebaliknya jika tidak ada dasarnya, sedang yang mengatakan atau yang berpendapat tetap mengatakan bahwa itu adalah ajaran Islam, maka pendapat yang demikian termasuk bid‘ah. Orang yang berbuat bid‘ah adalah orang yang telah menyediakan semasa ia hidup tempat duduk dalam neraka nanti. Hal ini berdasarkan:

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw beliau bersabda: Barangsiapa yang berdusta atasku, maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya dalam neraka.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Pada saat ini banyak terdapat di Indonesia perguruan Tinggi Islam, baik pemerintah maupun swasta, seperti UIN, STAIN dan sebagainya, sehingga tidaklah sukar untuk menentukan apakah pendapat seseorang itu ada dasarnya atau tidak ada dasarnya, dengan mengadakan pembahasan mendalam pada suatu seminar atau diskusi. Dengan demikian taqlid dan bid‘ah itu semakin berkurang terdapat dalam nasyarakat Islam. Demikian pula para ustadz, para kiyai, para da‘i hendaknya menyampaikan kepada masyarakat yang berhubungan dengan ajaran Islam, yang benar-benar ada dasarnya.

2. Hukum Taqlid

Dari ayat al-Quran dan Sunnah Maqbulah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa taqlid itu tercela hukumnya. Bagi orang yang belum tahu apa-apa tentang ajaran Islam, dan kaum muslimin yang belum sanggup mencari dasar suatu hukum yang disampaikan kepadanya, maka hal itu bukanlah taqlid, dan hendaklah ia menanyakan kepada orang yang lebih tahu.
Wallahu a‘lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No.10 dan 11, 2006.

Diposting oleh Aya S Miza di 04.07 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Minggu, 23 Februari 2020

ANTARA LDII & SYI’AH ‘IMAMIYAH


ANTARA LDII & SYI’AH ‘IMAMIYAH
Oleh:  Dr. Firanda Andirja, MA




1⃣     Pertama : Syi’ah menghalalkan DUSTA untuk menipu kelompok diluar mereka yang mereka namakan dengan “ Taqiyyah ”.

▪Adapun LDII maka mereka menghalalkan dusta yaitu untuk MEMBOHONGI/NGAPUSI kaum muslimin diluar kelompok mereka. Kedustaan tersebut mereka namakan dengan “ Budi Luhur ”

2⃣    Kedua : Syi’ah mewajibkan kepada pengikutnya pajak yang lebih besar dari zakat. Pajak tersebut adalah 20 persen yang mereka namakan dengan “ Khumus ”.
▪Adapun LDII maka mereka mewajibkan pajak kepada pengikutnya 10 persen yang mereka namakan dengan “PERSENAN” sebagai bukti nyambung kepada jama’ah. Padahal zakat harta dalam Islam hanya 2,5 persen

3⃣   Ketiga : Syi’ah meyakini bahwa Imamnya adalah makshum (tidak mungkin salah).
▪Adapun LDII sekalipun tidak menyebutnya makshum akan tetapi meyakini bahwa Imam merekalah pembawa panji mangkul (yaitu langsung bersambung hingga ke Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). 

▪Sehingga sang imam tidak boleh dipertanyakan ijtihad dan keputusannya, karena kedudukannya sebagai pembawa panji mangkul. 

▪Dan yang diperoleh dengan sistem mangkul tidak boleh salah apalagi disalahkan, karena mangkul berarti dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan diyakini bahwa ubun-ubunnya sang Imam diusap oleh Alloh.

4⃣   Keempat : Syi’ah meyakini bahwa keimamahan merupakan rukun Islam yang paling utama, bahkan agama tidak bisa tegak tanpa Imam.
▪Maka demikian pula LDII menjadikan imam merupakan syarat “KEISLAMAN” seseorang. Sehingga seseorang yang tidak berimam dan tidak berbai’at tidak halal hidupnya dan kedudukannya sangat terhina. 

▪Mereka bahkan menghinakan kaum muslimin diluar mereka sebagai tahi bonjrot.
5⃣    Kelima : Syi’ah jika sholat menjadi makmum di belakang sunni maka syi’ah sholat dengan niat munfarid (sholat sendiri) sehingga membohongi orang-orang yang melihat mereka. Seakan-akan mereka mau bermakmum dengan orang di luar mereka, akan tetapi ternyata hanya membohongi saja.

▪Atau dengan cara penipuan yang lain yaitu orang-orang syi’ah membuat saf lalu di saf yang di depannya ada seorang syi’ah yang berdiri diantara kaum muslimin dan dialah yang berfungsi sebagai imam, sehingga saf yang di belakang menunggu gerakan orang tersebut.

▪Atau cara yang lain, yaitu mekipun hanya satu saf, akan tetapi ada salah satu diantara mereka yang agak maju sedikit di depan, dan dialah yang berfungsi sebagai IMAM.

▪Inilah bentuk-bentuk penipuan yang dilakukan oleh kaum syi’ah agar terkesan bahwasanya mereka membaur bersama kaum muslimin atau kaum sunni, padahal tidaklah demikian.

 ▪Cara-cara ini juga dilakukan oleh anggota-anggota LDII tatkala sholat bersama kaum muslimin di luar kelompoknya.

Keenam : Syi’ah berkeyakinan bahwa penafsiran Al-Qur’an harus dari dan melalui para imam yang maksum , demikian pula LDII meyakini bahwa penafsiran Al-Qur’an dan Hadits harus dari Imam yang mangkul .

Sumber: https://firanda.com/1258-kesamaan-syi-ah-imamiyah-dan-ldii.html
Diposting oleh Aya S Miza di 23.14 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

PERBEDAAN MUHAMMADIYAH & SALAFI


PERBEDAAN MUHAMMADIYAH & SALAFI
Oleh: Dr Agung Danarto, M.Ag
Sekretaris PP Muhammadiyah 2015-2020



Menurut Muhammadiyah, perempuan memiliki peran domestik dan publik. Perempuan boleh menjadi pemimpin atau pejabat publik jika memiliki kapasitas, serta boleh bepergian tanpa mahram bila keadaan aman dan terjaga dari fitnah.

Muhammadiyah bahkan memfasilitasi perempuan untuk berorganisasi melalui Aisyiyah. Menurut Salafi, peran perempuan adalah di sektor domestik. Adapun sektor publik diperuntukkan bagi laki-laki. Perempuan bepergian harus selalu didampingi mahram.

Muhammadiyah memandang perempuan sebagaimana laki-laki, harus mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya di semua bidang ilmu. Menurut Salafi, perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang baik terutama bidang keagamaan dan bidang yang menopang peran domestiknya.

Muhammadiyah mendukung prinsip pernikahan monogami untuk menciptakan keluarga sakinah, walaupun tidak mengharamkan praktik poligami. Salafi mendukung poligami, meskipun membolehkan monogami.

Bagi Muhammadiyah, berpakaian yang penting adalah menutup aurat. Boleh memakai pakaian tradisional, lokal, Arab ataupun Barat. Bisa berbentuk batik, sarung, peci, jas, celana panjang, kebaya, dan sejenisnya.

Cara berpakaian Salafi membiasakan empat identitas: jalabiya (baju panjang terusan atau jubah), tidak isbal (celana di atas mata kaki), lihya (memelihara jenggot), dan niqab (memakai cadar bagi perempuan). Bidang seni semisal aktivitas bermusik, bernyanyi, bermain drama, teater, menurut Muhammadiyah bisa menjadi media dakwah Islam. Objek dakwah perlu didekati dengan berbagai pendekatan, termasuk seni.

Bagi Salafi, seni adalah bid’ah dan haram. Menonton TV, bermusik, dan hiburan adalah terlarang.

Dalam hal penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri, menurut Muhammadiyah, metodenya menggunakan ilmu hisab. Salafi menggunakan metode rukyat dan untuk penentuan Idul Adha mengikuti ketentuan wukuf di Arafah di Saudi Arabia.


Diposting oleh Aya S Miza di 21.13 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

USHUL FIQIH

  • ►  2024 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2023 (43)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2021 (1)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2020 (75)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (25)
    • ▼  Februari (25)
      • PERAN ANGKATAN MUDA MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT DA...
      • Pengertian dan Hukum Taklid Menurut MTT
      • ANTARA LDII & SYI’AH ‘IMAMIYAH
      • PERBEDAAN MUHAMMADIYAH & SALAFI
      • PESAN-PESAN TOKOH PADA REGIONAL MEETING CABANG RAN...
      • Inilah 12 Langkah Muhammadiyah Tahun 1949
      • Manhaj al-Fikri
      • Al-Mā'dah 51, Buya Yun rahimahullāh, dan Pak Ahok.
      • PERAN ORMAS ISLAM DALAM PEMBARUAN ISLAM UNTUK PEMB...
      • أسباب الفتور في طلب العلم
      • Pandangan Muhammadiyah Tentang LDII
      • MENULISLAH
      • AKIBAT TAK AKRAB DENGAN DOKUMEN LAMA MUHAMMADIYAH
      • PEMIKIRAN KEISLAMAN ERA KONTEMPORER
      • MUHAMMADIYAH DAN JIHAD KEARSIAPAN
      • DISORIENTASI GERAKAN DAKWAH
      • AJARAN ISLAM MENDUKUNG GENDER
      • TAFSIR OTENTIK MAZHAB ISLAM YANG BERKEMAJUAN
      • KERESAHAN BUYA ZAS (1981)
      • FAHAM TAJDID DALAM MUHAMMADIYAH
      • GERAKAN ILMU (V)
      • GERAKAN ILMU (IV)
      • GERAKAN ILMU (III)
      • KADERISASI ULAMA MUHAMMADIYAH
      • MAZHAB DAN PENCARIAN KEBENARAN DALAM ISLAM
    • ►  Januari (15)
  • ►  2019 (11)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2018 (43)
    • ►  November (12)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (11)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (37)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (24)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2015 (48)
    • ►  Februari (17)
    • ►  Januari (31)
  • ►  2014 (7)
    • ►  Desember (7)

Cari Blog Ini

Mengenai Saya

Foto saya
Aya S Miza
saya adalah manusia biasa yang menginginkan kebaikan untuk sesama
Lihat profil lengkapku
Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.