Wahb bin Munabbih berkata,
“Sesungguhnya ilmu dapat membuat sombong sebagaimana harta.”
Masruq berkata, “Cukuplah seseorang dikatakan berilmu jika ilmu tersebut membuahkan rasa takut kepada Allah . Sebaliknya, cukuplah seseorang dianggap bodoh tatkala membanggakan diri dengan ilmunya.”
Abu Wahb al-Marwazi berkata, “Aku
bertanya kepada Ibnul Mubarak tentang kesombongan. Beliau menjawab,
‘(Kesombongan) adalah engkau meremehkan dan merendahkan manusia.’ Kemudian aku
bertanya kepadanya mengenai ujub (bangga diri). Beliau pun menjawab, ‘(Ujub)
adalah engkau memandang bahwa dirimu memiliki sesuatu yang tidak ada pada
selainmu’.”
Ibnu Abdil Barr berkata, “Di antara
adab seorang alim yang paling utama adalah bersikap rendah hati (tawadhu’) dan
tidak ujub, yakni merasa sombong, bangga, dan terkagum-kagum terhadap ilmu yang
dimilikinya. Adab berikutnya, ia berusaha menjauhi kecintaan akan kepemimpinan
dengan sebab ilmunya.”
Al-Baihaqi berkata, “Ketahuilah,
fondasi dari suatu kedudukan adalah senang tersebarnya reputasi, cinta
ketenaran, dan kemasyhuran, padahal itu merupakan bahaya yang sangat besar.
Adapun keselamatan itu terdapat pada lawannya, yakni menjauhi ketenaran.”
Para ulama tidak bertujuan mencari
kemasyhuran. Tidak pula mereka menampakkan dan menawarkan diri untuk tujuan
tersebut. Mereka juga tidak menempuh sebab-sebab yang menyampaikan ke arah
sana. Apabila ternyata kemasyhuran tersebut datang dari sisi Allah , mereka
berusaha melarikan diri darinya. Mereka lebih mengutamakan ketidaktenaran.
(an-Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi hlm. 185—186)
(an-Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi hlm. 185—186)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar