ﻓﺎﻋﻠﻢ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﺤﺮﻳﺺ ﺍﻟﻤﻘﺒﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻗﺘﺒﺎﺱ ﺍﻟﻌﻠﻢ، ﺍﻟﻤﻈﻬﺮ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺻﺪﻕ ﺍﻟﺮﻏﺒﺔ، ﻭﻓﺮﻁ ﺍﻟﺘﻌﻄﺶ ﺇﻟﻴﻪ ..
ﺃﻧﻚ ﺇﻥ ﻛﻨﺖ ﺗﻘﺼﺪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﺴﺔ، ﻭﺍﻟﻤﺒﺎﻫﺎﺓ، ﻭﺍﻟﺘﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻗﺮﺍﻥ،
ﻭﺍﺳﺘﻤﺎﻟﺔ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻴﻚ، ﻭﺟﻤﻊ ﺣﻄﺎﻡ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ؛ ﻓﺄﻧﺖ ﺳﺎﻉ ﻓﻲ ﻫﺪﻡ ﺩﻳﻨﻚ، ﻭﺇﻫﻼﻙ
ﻧﻔﺴﻚ، ﻭﺑﻴﻊ ﺁﺧﺮﺗﻚ
ﺑﺪﻧﻴﺎﻙ؛ ﻓﺼﻔﻘﺘﻚ ﺧﺎﺳﺮﺓ، ﻭﺗﺠﺎﺭﺗﻚ ﺑﺎﺋﺮﺓ
" Ketahuilah wahai manusia yang ingin mendapat curahan ilmu, yang betul-betul berharap dan sangat haus kepadanya...
Bahwa jika engkau menuntut ilmu guna bersaing, berbangga, mengalahkan
teman sejawat, meraih simpati orang, dan mengharap dunia...
maka sesungguhnya engkau sedang berusaha menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhirat dengan dunia.
Dengan demikian, engkau mengalami kegagalan, perdaganganmu merugi..
وإن كانت نيتك وقصدك، بينك وبين الله تعالى، من طلب العلم: الهداية دون
مجرد الرواية؛ فأبشر؛ فإن الملائكة تبسط لك أجنحتها إذا مشيت، وحيتان البحر
تستغفر لك إذا سعيت
akan tetapi apabila niat dan tujuanmu
antaramu dan allah dengan menuntut ilmu itu adalah : hidayah bukan
sekedar riwayat, maka bergembiralah,
“sesungguhnya para malaikat
akan membentangkan sayapnya apabila engkau berjalan, ikan dilaut akan
memintakan ampun untukmu bila kamu berusaha.
JAUHI SIFAT SOMBONG..
Ka’ab bin Malik radhiyallaahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
مَنِ ابْتَغَى الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءُ أَوْ يُمَارِيَ
بِهِ السُّفَهَاءُ أَوْ تَقْبَلُ أَفْئِدَةَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَإِلَى
النَّارِ. (رواه الحاكم، وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)
“Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mendapatkan sebutan sebagai ulama
atau memperdaya orang-orang yang bodoh atau untuk memalingkan manusia
kepadanya, maka atasnya api neraka.” (HR. Hakim, Syaikh Al-Albani
menghasankannya dalam Shahihul Jami’ ash-Shaghir)
Berkata Abu
Yusuf Al-Qadhi rahimahullaah: “Wahai kaumku, harapkanlah dengan ilmu
kalian keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh tidaklah aku duduk
di suatu majelis ilmu yang aku niatkan padanya tawadhu’, kecuali aku
bangun dalam keadaan telah mendapat kemuliaan. Sebaliknya tidaklah aku
duduk di satu majelis ilmu yang aku niatkan untuk mengalahkan mereka
kecuali aku bangun dalam keadaan Allah bukakan aibku. Ilmu adalah salah
satu ibadah dan taqarrub.” (Tadzkiratu As-Sami’ wal Mutakallim, Ibnu
Jama’ah, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 47)
dalam sebuah syair: “Ilmu akan menjauh dari seorang yang sombong, seperti air bah menjauh dari tempat yang tinggi.”
Seringkali seorang yang baru mendapatkan sedikit ilmu terkena penyakit
sombong, merasa dirinya sebagai ulama dan melihat orang lain sebagai
orang-orang yang bodoh. Inilah yang dijuluki oleh para ulama dengan ‘Abu
Syibrin’.
Siapakah Abu Syibrin?
Abu Syibrin adalah orang
yang baru mendapatkan ilmu pada jengkal pertama. Sedangkan para ulama
menyatakan bahwa ilmu mempunyai 3 jengkal. Orang yang mencapai jengkal
pertama menjadi sombong, pada jengkal kedua ia menjadi tawadhu’ (rendah
hati), sedangkan pada jengkal ketiga ia akan merasa kalau dirinya belum
tahu apa-apa.
Juga sering terjadi pada sebagian pencari ilmu
penyakit sombong, merasa dirinya paling shalih dan menganggap orang lain
semuanya di bawahnya. Kemudian merasa diri paling dekat dengan Allah
dan dicintai-Nya, sedangkan yang lain dianggap orang-orang yang jauh dan
tidak dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan biasanya, pada
puncaknya dia merasa dosa-dosanya diampuni, sedangkan dosa orang lain
tidak akan diampuni.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ رَجُلاً قَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهَ لِفُلاَنٍ. قَالَ اللهُ:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَى عَلَيَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ؟
فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ. (رواه مسلم)
Sesungguhnya ada seseorang berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan
mengampuni fulan.” Maka Allah berfirman: “Siapa yang lancang mengatakan
atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni fulaan?! Sungguh Aku telah
mengampuni fulan dan menggugurkan amal-amalmu.” (HR. Muslim)
Berkata Al-Anasi rahimahullaah: “Hati-hatilah dari penyakit para
pembesar yaitu kesombongan. Sesungguhnya kesombongan, bangga diri dan
kedengkian adalah awal dari kemaksiatan yang Allah dimaksiati dengannya.
Maka ketahuilah bahwa merasa tinggi di hadapan gurumu, itu adalah
kesombongan, menolak faedah ilmu dari orang-orang yang di bawahmu adalah
kesombongan dan tidak beramal dengan apa yang diketahui juga merupakan
belumbang kesombongan dan tanda kalau dia akan terhalangi dari ilmu.”
(Siyar, juz IV, hal. 80)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar