Minggu, 25 Januari 2015

BAHASA ARAB ITU MUDAAAAAH SANGAT

Ternyata Bahasa Arab itu TIDAK SUKAR. Tak seperti yang dibayangkan banyak orang. 😇
Dari pengalaman kami mengajar bahasa Arab selama lebih dr 15 tahun, yang sulit itu hanya Dua
MEMULAI.
Untuk mengajak orang "Ayo belajar bahasa Arab" itu sukar nya luar biasa. 😅
dan

ISTIQOMAH.
Bagi yang sudah belajar, untuk membuatnya mau istiqomah itu rupanya jauh lebih sukar.
Biasanya, tiap orang yang sudah MULAI dan kemudian ISTIQOMAH, maka takkan ada yang sukar untuk membuatnya faham bahasa Arab.

Asalkan mau duduk manis dan sabar melawan godaan syaithan 😈 untuk jaga istiqomah, maka segala kesukaran akan mudah dilalui.
==========
Apa yang membuat orang tidak mau segera MEMULAI belajar bahasa Arab

Ada 4 kemungkinan:
Merasa bahwa bahasa Arab hanya untuk keperluan kaum agamawan (pesantren, ustadz, dll)
Keliru. Setiap muslim memerlukan bahasa Arab. Sebab, bahasa Arab adalah bahasa Ibadah, doa, dan al Quran.
Tiap muslim perlu menghayati apa yang ia ucapkan dalam Ibadah, doa, al Quran. Kalau tidak faham apa yang dibaca itu ibarat Mantra.
Tengoklah para tukang sulap (silap mata), mereka katakan "sim salabim abra ka dabra" tapi tak tahu apa maknanya.
🃏

Merasa bahwa profesi dan karier nya tidak berkaitan dengan bahasa Arab.
Keliru lagi.

Bahwa belajar bahasa Arab bukan untuk mendapat pekerjaan tertentu.
Bahasa Arab adalah bagian dari keperluan setiap muslim untuk makin faham ajarannya...Adapun profesi dan karier, itu keperluan masing2 individu untuk eksistensi hidup.

Merasa tidak punya Bakat.
Tambah keliru lagi.
Sebab, sama halnya dengan kesehatan. Semua orang perlu dan wajib tahu tentang menjaga kesehatan dirinya. Tapi tak semua orang dapat menjadi AHLI kesehatan.
Bakat itu diperlukan kalau kita ingin expert / pakar di satu bidang.
Kalau ingin jadi ahli bahasa Arab, maka harus menekuni bahasa Arab. Hari-hari hanya sibuk di bahasa Arab. Mengembara dari satu buku teori ke buku teori lainnya. Mengetahui seluk beluk kaidah bahasa Arab.
Mengkritisi kekeliruan berbahasa di pelbagai kitab. Berguru dari satu pakar ke pakar lainnya.
Mmmmm, mugkin hanya 1 diantara 100.000 orang yang mampu seperti itu.
Namun, untuk sekadar bisa membaca kitab bahasa Arab, berbincang dalam bahasa Arab, menulis dalam bahasa Arab, mendengarkan ceramah berbahasa Arab, memahami bacaan sholat, doa, menghayati pesan al Quran...maka semua orang dapat melakukannya.

Merasa tidak punya waktu lagi. Terlalu sibuk dengan aktivitas sehari-hari.
Masih salah juga. Karena jika kita sudah merasa perlu akan bahasa Arab, apalagi merasa wajib, pasti kita akan BERUSAHA meluangkan waktu. 🕜🕝
Apalagi berdasarkan pengalaman kami...rata-rata hanya perlu 15-30 menit sehari untuk meningkatkan kemampuan bahasa Arab secara significant dalam 3-6 bulan.
So, ini hanya soal manajemen waktu. PERCAYALAH!

Merasa otaknya bukan otak bahasa, melainkan otak sains atau ilmu2 sosial lainnya.
Ini kekeliruan paling fatal. 😀
Sebab, otak manusia pada dasarnya adalah kosong, hingga diisi dengan Maklumat atau Informasi.
Dan otak manusia pada dasarnya dapat merekam maklumat apa saja hingga si pemilik otak menolak untuk menyimak Maklumat.

🙈🙉🙊
No Hear...No See...No Recording.

Ngga mau dengar, ngga mau lihat...ngga dapat merekam lah.
Kapasitas otak manusia sesungguhnya mampu menyimpan memori yang sama dengan 90 juta jilid buku
📕📗📘📙📓📚📚📒📔📓📙📘📗📕
📕📗
Lihat itu. Itu baru 20 jilid buku.

Kalau ada penulis sudah menulis 20 an buku, itu sudah penulis hebat sekali rasanya.
Mungkin ilmu dia sebenarnya 1000 kali lebih banyak dari bukunya. Artinya dia sudah membaca 20 ribu buku.
Ada kah diantara Anda yang sudah baca 20 ribu buku?
Oke lah, kita anggap saja ada. Tapi itupun belum ada apa-apanya dibanding orang yang sudah membaca ilmu dari berbagai sumber...(buku, majalah, surat kabar, internet, pengalaman hidup, dll) yang kalau dibukukan bisa menjadi 1 juta buku.
Adakah yang sudah punya ilmu pengetahuan yang kalau dibukukan menjadi 1 juta buku?

Okelah, anggap saja ada. Tapi itu pun masih jauuuuuh dari kapasitas otak kita yang dapat menyimpan memori yang bisa dibukukan menjadi 90 juta jilid.
BTW, teori yang kita perlukan untuk FAHAM BAHASA ARAB maksimal ternyata hanya 20 lembar (just 20 pages) lah lebih kurang.
Belum ada 1 jilid pun.
Masih adakah ruang di otak kita untuk menyimpan 20 lembar itu?
Masih BANYAAAAK lah.
=======
Faktor KUNCI

Faktor Kunci berbahasa Arab adalah MAU dan PEMBIASAAN.
Ingatlah peribahasa ALA BISA KARENA MAU dan BIASA.
Kata orang Melayu "kau nak atau tak nak. Kalau nak seribu daye. Kalau tak nak seribu dalih"
Ada banyak alasan yang bisa dicari kalau memang sudah tak mau. Ya tak ada kawan lah 👬, tak ada cikgu lah , tak ada uang lah , tempatnya jauh lah , hujan lah , tak ada kenderaan lah 🚣, tak ada kasut / alas kaki 👞, tak ada ballpoint ...ups salah gambar keh???
Tapi kalau sudah ada kemauan...apapun keberatannya akan dilawan. .
------------
Tapi ingat, yang juga penting tidak hanya MAU. Tapi juga PEMBIASAAN.

Bahasa itu KETERAMPILAN. Apapun keterampilan yang ingin dikuasai, mengharuskan adanya PEMBIASAAN.
Apa yang mesti dibiasakan?
Yang mesti dibiasakan adalah Praktek dan Latihan.
=======
Kesimpulannya adalah:
1)
Buang jauh semua persepsi KELIRU tentang bahasa Arab. Sadarilah URGENSI nya bagi hidup kita
2)
Hadirkan keMAUan untuk meMULAI. Dan jaga keISTIQOMAHan dalam memBIASAkan Latihan & Praktek.
==========
Sila share info ini pada sahabat Anda.
Semoga menjadi salah satu amal kebaikan.
‪#‎SAJADAH‬ (Studi Arab Jarak Jauh dan Terarah)
Bimbingan 3 Level: ASAS, ATAS, dan AWAS.
Tiap Level ada 10 Pelajaran & Latihan. Setiap peserta bebas mengatur waktu kapan selesaikan tiap Level. Normal 1 Level 10 hari s.d 1 bulan
🔻
Level ASAS:

Latihan Membentuk & Mengubah Kata-kata ; Latihan Menerjemah ke Bahasa Arab
🔻
Level ATAS:

Latihan Analisa bahasa Al Quran ; Latihan Menerjemah dari Arabic Text ;
🔻
Level AWAS:

Audio Visual ; Membanyakkan Latihan Menerjemah Arabic Text
**Rekor sementara, Level ASAS selesai 22 jam, oleh peserta dari Tabalong, Kalsel.
Bagi yang minat join di program #Sajadah (Studi Arab Jarak Jauh dan Terarah) via WhatsApp, boleh ketik/type:

<Info # Sajadah>
Kirim melalui WhatsApp Messanger
ke nomor +60166349581 (maksimum 30 September 2014)
atau
ke nomor +628-222-111-3262 (nomor baru kami sejak 1 Oktober 2014)
CP: 087870331924 (SMS Only)

www.lisanmulia.com
facebook.com/lisanmulia
Twitter @LisanMulia

HAKEKAT MENCARI ILMU

ﻓﺎﻋﻠﻢ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﺤﺮﻳﺺ ﺍﻟﻤﻘﺒﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻗﺘﺒﺎﺱ ﺍﻟﻌﻠﻢ، ﺍﻟﻤﻈﻬﺮ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺻﺪﻕ ﺍﻟﺮﻏﺒﺔ، ﻭﻓﺮﻁ ﺍﻟﺘﻌﻄﺶ ﺇﻟﻴﻪ .. ﺃﻧﻚ ﺇﻥ ﻛﻨﺖ ﺗﻘﺼﺪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﺴﺔ، ﻭﺍﻟﻤﺒﺎﻫﺎﺓ، ﻭﺍﻟﺘﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻗﺮﺍﻥ، ﻭﺍﺳﺘﻤﺎﻟﺔ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻴﻚ، ﻭﺟﻤﻊ ﺣﻄﺎﻡ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ؛ ﻓﺄﻧﺖ ﺳﺎﻉ ﻓﻲ ﻫﺪﻡ ﺩﻳﻨﻚ، ﻭﺇﻫﻼﻙ ﻧﻔﺴﻚ، ﻭﺑﻴﻊ ﺁﺧﺮﺗﻚ 
ﺑﺪﻧﻴﺎﻙ؛ ﻓﺼﻔﻘﺘﻚ ﺧﺎﺳﺮﺓ، ﻭﺗﺠﺎﺭﺗﻚ ﺑﺎﺋﺮﺓ

" Ketahuilah wahai manusia yang ingin mendapat curahan ilmu, yang betul-betul berharap dan sangat haus kepadanya...
Bahwa jika engkau menuntut ilmu guna bersaing, berbangga, mengalahkan teman sejawat, meraih simpati orang, dan mengharap dunia...

maka sesungguhnya engkau sedang berusaha menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhirat dengan dunia.
Dengan demikian, engkau mengalami kegagalan, perdaganganmu merugi..

وإن كانت نيتك وقصدك، بينك وبين الله تعالى، من طلب العلم: الهداية دون مجرد الرواية؛ فأبشر؛ فإن الملائكة تبسط لك أجنحتها إذا مشيت، وحيتان البحر تستغفر لك إذا سعيت

akan tetapi apabila niat dan tujuanmu antaramu dan allah dengan menuntut ilmu itu adalah : hidayah bukan sekedar riwayat, maka bergembiralah,
“sesungguhnya para malaikat akan membentangkan sayapnya apabila engkau berjalan, ikan dilaut akan memintakan ampun untukmu bila kamu berusaha.

JAUHI SIFAT SOMBONG..

Ka’ab bin Malik radhiyallaahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

مَنِ ابْتَغَى الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءُ أَوْ يُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءُ أَوْ تَقْبَلُ أَفْئِدَةَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَإِلَى النَّارِ. (رواه الحاكم، وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)

“Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mendapatkan sebutan sebagai ulama atau memperdaya orang-orang yang bodoh atau untuk memalingkan manusia kepadanya, maka atasnya api neraka.” (HR. Hakim, Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Shahihul Jami’ ash-Shaghir)

Berkata Abu Yusuf Al-Qadhi rahimahullaah: “Wahai kaumku, harapkanlah dengan ilmu kalian keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh tidaklah aku duduk di suatu majelis ilmu yang aku niatkan padanya tawadhu’, kecuali aku bangun dalam keadaan telah mendapat kemuliaan. Sebaliknya tidaklah aku duduk di satu majelis ilmu yang aku niatkan untuk mengalahkan mereka kecuali aku bangun dalam keadaan Allah bukakan aibku. Ilmu adalah salah satu ibadah dan taqarrub.” (Tadzkiratu As-Sami’ wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 47)

dalam sebuah syair: “Ilmu akan menjauh dari seorang yang sombong, seperti air bah menjauh dari tempat yang tinggi.”
Seringkali seorang yang baru mendapatkan sedikit ilmu terkena penyakit sombong, merasa dirinya sebagai ulama dan melihat orang lain sebagai orang-orang yang bodoh. Inilah yang dijuluki oleh para ulama dengan ‘Abu Syibrin’.

Siapakah Abu Syibrin?

Abu Syibrin adalah orang yang baru mendapatkan ilmu pada jengkal pertama. Sedangkan para ulama menyatakan bahwa ilmu mempunyai 3 jengkal. Orang yang mencapai jengkal pertama menjadi sombong, pada jengkal kedua ia menjadi tawadhu’ (rendah hati), sedangkan pada jengkal ketiga ia akan merasa kalau dirinya belum tahu apa-apa.

Juga sering terjadi pada sebagian pencari ilmu penyakit sombong, merasa dirinya paling shalih dan menganggap orang lain semuanya di bawahnya. Kemudian merasa diri paling dekat dengan Allah dan dicintai-Nya, sedangkan yang lain dianggap orang-orang yang jauh dan tidak dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan biasanya, pada puncaknya dia merasa dosa-dosanya diampuni, sedangkan dosa orang lain tidak akan diampuni.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ رَجُلاً قَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهَ لِفُلاَنٍ. قَالَ اللهُ: مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَى عَلَيَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ؟ فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ. (رواه مسلم)

Sesungguhnya ada seseorang berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan.” Maka Allah berfirman: “Siapa yang lancang mengatakan atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni fulaan?! Sungguh Aku telah mengampuni fulan dan menggugurkan amal-amalmu.” (HR. Muslim)
Berkata Al-Anasi rahimahullaah: “Hati-hatilah dari penyakit para pembesar yaitu kesombongan. Sesungguhnya kesombongan, bangga diri dan kedengkian adalah awal dari kemaksiatan yang Allah dimaksiati dengannya. Maka ketahuilah bahwa merasa tinggi di hadapan gurumu, itu adalah kesombongan, menolak faedah ilmu dari orang-orang yang di bawahmu adalah kesombongan dan tidak beramal dengan apa yang diketahui juga merupakan belumbang kesombongan dan tanda kalau dia akan terhalangi dari ilmu.” (Siyar, juz IV, hal. 80)

Beberapa Istilah dalam Ilmu Mantiq

1-Muqaddimah.
Muqaddimah Sughro&Muqaddiah Kubro.
2-Maudhu (Mubtada dlm ilmu Nahwu/Musnad Ilaihi dlm ilmu Balagoh)
3-Mahmul (Khobar dlm ilmu Nahwu/Musnad dalam ilmu Balagoh).
4-Mujibah =kata Positif.
5-Salibah =kata Negatif
6-Kulliyah, semua.
7-Juz'iyah, sebagian
8-Syakl
9-Qiyas
10-Natijah=Kesimpulan.
11-Hudud (Sughro, Aushoth&Kubro)
Contoh penggunaan.
Qiyas Iqtirani Syakl Awwal=Had Al awshot menjadi Mahmul pada Muqaddimah sugro&Maudhu pada Muqaddimah Kubro.
syaratnya:
1-Mujibah Sughro
2-Kulliah Kubro
Artinya Muqaddimah Sughro itu Maudhu' nya harus Mujab&Muqaddimah Kubro Maudhu'nya harus Kulliyah.

Syakl Awwal ini mempunyai 4 bentuk.
1-Sama2 Mujab&Kulliah (Sughro&Kubro).
Contoh:
-Semua Khomar memabukkan (Muqaddimah Sughro)
-Semua yg memabukkan Haram (Muqaddimah Kubro)
-Jadi Semua Khomar Haram (Natijah)
Keterangan:
-Semua Khomar=Maudhu&Had Sughro.
-Memabukkan =Maudhu,Mahmul&Had Awshot
-Haram =Mahmul, Natijah&Had Kubro

Bentuk 2.
Mujibah Kulliyah+Salibah Kulliyah =Salibah Kulliyah.
Contoh:
-Semua Khomar Memabukkan.
-Tidak ada yg memabukkan itu bermanfaat
-Jadi Semua Khomar tidak bermanfaat.

Bentuk 3.
Mujibah Juz'iyah+Mujibah Kulliyah=Mujibah Juz'iyah.
Contoh:
-Di antara Peminta minta itu Faqir.
-Semua Faqir berhak menerima Sadaqoh.
-Jadi Di antara Peminta minta itu berhak menerima Sadaqoh.

Bentuk 4.
Mujibah Juz'iyah+Salibah Kulliyah =Salibah Juz'iyah.
Contoh
-Di Antara Peminta minta itu Kaya.
-Semua Faqir berhak menerima Sadaqoh.
-Jadi Di antara Peminta minta itu ada yg tidak berhak menerima Sasaqoh.
--------'
Ini baru Syakl Awwal, masih ada 3 Sykal (bentuk) lagi.

Jumat, 23 Januari 2015

VISI HIDUP

Seringkali, yang membuat pencapaian hidup kita terbatas adalah rendahnya visi dan cita yang kita canangkan.
Belajarlah dari orang-orang besar yang pernah hadir dalam sejarah,
Atau perusahaan-perusahaan besar yang hidup ratusan tahun bahkan melegenda.
Anda akan menemukan sebuah visi besar yang menjadi landasan hidup dan bisnis mereka.

Bukan sekedar popularitas yang dibangun,
Atau berapa miliyar uang yang dikumpulkan,
Namun sekali lagi, ada misi besar yang mereka emban.
Bahkan alam dan manusiapun bahu membahu membantu mewujudkan niat mulianya.

Seperti Nabi Muhammad yang istiqomah menyebarkan risalah
Seperti Muhamad Yunus yang tergerak membantu kaum duafa
Seperti Mahatma Gandhi yang mengobarkan semangat kemandirian dan kemanusiaan
Seperti Bunda Teresa yang mendedikasikan diri sebagai misionaris kasih sayang

Jadi, apa visi hidup Sahabat?

MAJLIS TARJIH MUHAMMADIYAH

MAJLIS TARJIH MUHAMMADIYAH
( PENGENALAN, PENYEMPURNAAN DAN PENGEMBANGAN )

Ahmad Zain An Najah, MA *

Muqaddimah 

Tarjih berasal dari kata “ rojjaha – yurajjihu- tarjihan “, yang berarti mengambil sesuatu yang lebih kuat. 

Menurut istilah ahli ushul fiqh adalah : Usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk mengemukakan satu antara dua jalan ( dua dalil ) yang saling bertentangan , karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang lainnya “

Tarjih dalam istilah persyarikatan ,sebagaimana terdapat uraian singkat mengenai “ Matan Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhamadiyah “ adalah membanding-banding pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunyai alasan yang lebih kuat “

Pada tahap-tahap awal, tugas Majlis Tarjih, sesuai dengan namanya, hanyalah sekedar memilih-milih antar beberapa pendapat yang ada dalam Khazanah Pemikiran Islam, yang dipandang lebih kuat. Tetapi, dikemudian hari, karena perkembangan masyarakat dan jumlah persoalan yang dihadapinya semakin banyak dan kompleks , dan tentunya jawabannya tidak selalu di temukan dalam Khazanah Pemikiran Islam Klasik, maka konsep tarjih Muhammadiyah mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Kemudian mengalami perluasan menjadi : usaha-usaha mencari ketentuan hukum bagi masalah-maasalah baru yang sebelumnya tidak atau belum pernah ada diriwayatkan qoul ulama mengenainya “. Usaha-usaha tersebut dalam kalangan ulama ushul Fiqh lebih dikenal dengan nama “ Ijtihad “. 

Oleh karenanya, idealnya nama Majlis yang mempunyai tugas seperti yang disebutkan di atas adalah Majlis Ijtihad, namun karena beberapa pertimbangan, dan ada keinginan tetap menjaga nama asli, ketika Majlis ini pertama kali dibentuk, maka nama itu tetap dipakai, walau terlalu sempit jika di bandingkan dengan tugas yang ada.

Sejarah berdirinya Tarjih 

Pada waktu berdirinya Persyarikatan Muhammdiyah ini , tepatnya pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M, Majlis Tarjih belum ada, mengingat belum banyaknya masalah yang di hadapi oleh Persyarikatan. Namun lambat laun, seiring dengan berkembangnya Persyarikatan ini, maka kebutuhan-kebutuhan internal Persyarikatan ini ikut berkembang juga, selain semakin banyak jumlah anggotanya yang kadang memicu timbulnya perselisihan paham mengenai masalah-masalah keagamaan, terutama yang berhubungan dengan fiqh. Untuk mengantisipasi meluasnya perselisihan tersebut, serta menghindari adanya peperpecahan antar warga Muhammadiyah, maka para pengurus persyarikatan ini melihat perlu adanya lembaga yang memiliki otoritas dalam bidang hukum. Maka pada tahun 1927 M , melalui keputusan konggres ke 16 di Pekalongan, berdirilah lembaga tersebut yang di sebut Majlis Tarjih Muhammdiyah.

Tersebut di dalam majalah Suara Muhammadiyah no.6/1355( 1936 ) hal 145 :
“ ….bahwa perselisihan faham dalam masalah agama sudahlah timbul dari dahulu, dari sebelum lahirnja Muhammadijah : sebab-sebabnja banjak , diantaranja karena masing-masing memegang teguh pendapat seorang ulama atau jang tersebut di suatu kitab, dengan tidak suka menghabisi perselisihannja itu dengan musjawarah dan kembali kepada Al Qur’an , perintah Tuhan Allah dan kepada Hadits, sunnah Rosulullah. 

Oleh karena kita chawatir, adanja pernjeknjokan dan perselisihan dalam kalangan Muhammadijah tentang masalah agama itu, maka perlulah kita mendirikan Madjlis Tardjih untuk menimbang dan memilih dari segala masalah jang diperselisihkan itu jang masuk dalam kalangan Muhammadijah manakah jang kita anggap kuat dan berdalil benar dari Al qur’an dan hadits. “ 

Sejak berdirinya pada tahun 1927 M, Majlis Tarjih telah dipimpin oleh 8 Tokoh Muhammadiyah, yaitu : 

1. KH. Mas Mansur
2. Ki Bagus Hadikusuma
3. KH. Ahmad Badawi
4. Krt. KH. Wardan Diponingrat
5. KH. Azhar Basyir
6. Prof. Drs. Asjmuni Abdurrohman ( 1990-1995 )
7. Prof. Dr. H. Amin Abdullah ( 1995-2000)
8. Dr. H. Syamsul Anwar , MA ( 2000-2005 ) 

Kedudukan dan Tugas Majlis Tarjih dalam Persyarikatan.

Majlis Tarjih ini mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam Persyarikatan, karena selain berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan Persyarikatan, mereka memiliki tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga persyarikatan Muhammadiyah khususnya. Sehingga, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Majlis Tarjih ini merupakan ‘ Think Thank “ –nya Muhammadiyah. Ia bagaikan sebuah “ processor “ pada sebuah komputer, yang bertugas mengolah data yang masuk sebelum dikeluarkan lagi pada monitor.

Adapun tugas-tugas Majlis Tarjih, sebagaimana yang tertulis dalam Qa’idah Majlis Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah No. 08/SK-PP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4 , adalah sebagai berikut : 

1. Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam rangka pelaksanaan tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat.
2. Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada Pimpinan Persyarikatan guna menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan serta membimbing umat , khususnya anggota dan keluarga Muhammadiyah.
3. Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan dalam membimbing anggota melaksanakan ajaran Islam
4. Membantu Pimpinan Persyarikatan dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas ulama.
5. Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke arah yang lebih maslahat.

Menurut Prof. DR. H. Amin Abdullah, salah satu tokoh Muhammadiyah yang pernah menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih, bahwa Majis Tarjih sebenarnya memiliki dua dimensi wilayah keagamaan yang satu sama lainnya pelu memperoleh perhatian seimbang. Yang pertama adalah wilayah tuntunan keagamaan yang bersifat praktis, terutama ikhwal ibadah mahdhoh dan yang kedua adalah wilayah pemikiran keagamaan yang meliputi visi, gagasan, wawasan, nilai-nilai dan sekaligus analisis terhadap berbagai persoalaan ( ekonomi, politik, sosial-budaya , hukum, ilmu pengetahuan, lingkungan hidup dan lain-lainnya ) 

Manhaj Tarjih

Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah dimulai, dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah. Langkah pertama kali yang ditempuh adalah dengan mengkaji “ Mabadi’ Khomsah “( Masalah Lima ) yang merupakan sikap dasar Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum. Karena adanya penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan , perumusan Masalah Lima tersebut baru bisa diselengarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955 dalam Muktamar Khusus Majlis Tarjih di Yogyakarta. 

Masalah Lima tersebut meliputi : 

1.Pengertian Agama (Islam) atau al Din , yaitu :
“ Apa yang diturunkan Allah dalam Al Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akherat.

2.Pengertian Dunia (al Dunya ):
“ Yang dimaksud urusan dunia dalam sabda Rosulullah saw : “ Kamu lebih mengerti urusan duniamu “ ialah :segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para nabi ( yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia )
3. Pengertian Al Ibadah, ialah :
“ Bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah,dengan jalan mentaati segala perintah-perintahnya, menjahuhi larangan-larangan-nya dan mengamalkan segala yang diijinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus ; a. yang umum ialah segala amalan yang diijinkan Allah b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.

4. Pengertian Sabilillah, ialah :
“ Jalan yang menyampaikan perbuatan seseorang kepada keridloaan Allah, berupa segala amalan yang diijinkan Allah untuk memuliakan kalimat( agama )-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya

5.Pengertian Qiyas,( Ini belum dijelaskan secara rinci baik pengertian maupun pelaksanaannya ) 

Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, maka Majlis Tarjih terus berusaha merumuskan Manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan hukum. Dan pada tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, setelah Muktamar Muhammadiyah ke- 41 di Solo, Majlis Tarjih baru berhasil merumuskan 16 point pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah. 

Adapun Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih ( disertai keterangan singkat )adalah sbb :

1. Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al Qur’an dan al Sunnah al Shohihah. Ijtihad dan istinbath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat dalam nash , dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi, dan memang hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan perkataan lain, Majlis Tarjih menerima Ijitihad , termasuk qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung. ( Majlis tarjih di dalam berijtihad menggunakan tiga macam bentuk ijtihad : Pertama : Ijtihad Bayani : yaitu ( menjelaskan teks Al Quran dan hadits yang masih mujmal, atau umum, atau mempunyai makna ganda , atau kelihatan bertentangan, atau sejenisnya), kemudian dilakukan jalan tarjih. Sebagai contohnya adalah Ijtihad Umar untuk tidak membagi tanah yang di taklukan seperti tanah Iraq, Iran , Syam, Mesir kepada pasukan kaum muslimin, akan tetapi dijadikan “Khoroj” dan hasilnya dimasukkan dalam baitul mal muslimin , dengan berdalil Qs Al Hasyr ; ayat 7-10. Kedua : Ijtihad Qiyasi : yaitu penggunaan metode qiyas untuk menetapkan ketentuan hukum yang tidak di jelaskan oleh teks Al Quran maupun Hadist, diantaranya : men qiyaskan zakat tebu, kelapa, lada ,cengkeh, dan sejenisnya dengan zakat gandum, beras dan makanan pokok lainnya, bila hasilnya mencapai 5 wasak ( 7,5 kwintal ) Ketiga : Ijtihad Istishlahi : yaitu menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara khusus dengan berdasarkan illat , demi untuk kemaslahatan masyarakat, seperti ; membolehkan wanita keluar rumah dengan beberapa syarat, membolehkan menjual barang wakaf yang diancam lapuk, mengharamkan nikah antar agama dll

2. Dalam memutuskan sesuatu keputusan , dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah ijtihad, digunakan sistem ijtihad jama’I. Dengan demikian pendapat perorangan dari anggota majlis, tidak dipandang kuat.( Seperti pendapat salah satu anggota Majlis Tarjih Pusat yang pernah dimuat di dalam majalah Suara Muhammadiyah, bahwa dalam penentuan awal bulan Ramadlan dan Syawal hendaknya menggunakan Mathla’ Makkah. Pendapat ini hanyalah pendapat pribadi sehingga tidak dianggap kuat. Yang diputuskan dalam Munas Tarjih di Padang Oktober 2003, bahwa Muhammadiyah menggunakan Mathla’ Wilayatul Hukmi ) 

3. Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, akan tetapi pendapat-pendapat madzhab, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hukum. Sepanjang sesuai dengan jiwa Al Qur’an dan al – Sunnah, atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat. ( Seperti halnya ketika Majlis Tarjih mengambil pendapat Mutorif bin Al Syahr di dalam menggunakan Hisab ketika cuaca mendung, yaitu di dalam menentukan awal bulan Ramadlan. Walaupun pendapatnya menyelisihi Jumhur Ulama. Sebagai catatan : Rumusan di atas,menunjukkan bahwa Muhammadiyah, telah menyatakan diri untuk tidak terikat dengan suatu madzhab, dan hanya menyandarkan segala permasalahannya pada Al-Qur’an dan Hadits saja. Namun pada perkembangannya, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang mempunyai pengikut cukup banyak, secara tidak langsung telah membentuk madzhab sendiri, yang disebut “ Madzhab Muhammadiyah “, ini dikuatkan dengan adanya buku panduan seperti HPT ( Himpunan keputusan Tarjih ).

4. Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya majlis Tarjih yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil- dalil yang dipandang paling kuat, yang di dapat ketika keputusan diambil. Dan koreksi dari siapapun akan diterima. Sepanjang dapat diberikan dalil-dalil lain yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah ditetapkan. ( Seperti halnya pencabutan larangan menempel gambar KH. Ahamd Dahlan karena kekawatiran tejadinya syirik sudah tidak ada lagi , pencabutan larangan perempuan untuk keluar rumah dll)

5. Di dalam masalah aqidah ( Tauhid ) , hanya dipergunakan dalil-dalil mutawatir. ( Keputusan yang membicarakan tentang aqidah dan iman ini dilaksanakan pada Mukatamar Muhammadiyah ke- 17 di Solo pada tahun 1929. Namun rumusan di atas perlu ditinjau ulang. Karena mempunyai dampak yang sangat besar pada keyakinan sebagian besar umat Islam, khususnya kepada warga Muhammadiyah. Hal itu, karena rumusan tersebut mempunyai arti bahwa Persyarikatan Muhammadiyah menolak beratus-ratus hadits shohih yang tercantum dalam Kutub Sittah, hanya dengan alasan bahwa hadits ahad tidak bisa dipakai dalam masalah aqidah. Ini berarti juga, banyak dari keyakinan kaum muslimin yang selama ini dipegang erat akan tergusur dengan rumusan di atas, sebut saja sebagai contoh : keyakinan adanya adzab kubur dan adanya malaikat munkar dan nakir, syafa’at nabi Muhammad saw pada hari kiamat, sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga, adanya timbangan amal, ( siroth )jembatan yang membentang di atas neraka untuk masuk syurga, ( haudh ) kolam nabi Muhammad saw, adanya tanda- tanda hari kiamat sepeti turunnya Isa, keluarnya Dajjal. Rumusaan di atas juga akan menjerat Persyarikatan ini ke dalam kelompok Munkiru al-Sunnah , walau secara tidak langsung.

6. Tidak menolak ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan. ( Ijma’ dari segi kekuatan hukum dibagi menjadi dua , pertama : ijma’ qauli, seperti ijma’ para sahabat untuk membuat standarisasi penulisan Al Qur’an dengan khot Utsmani, kedua : ijma’ sukuti. Ijma’ seperti ini kurang kuat. Dari segi masa, Ijma’ dibagi menjadi dua : pertama : ijma’ sahabat. Dan ini yang diterima Muhammadiyah. Kedua ; Ijma’ setelah sahabat ) 

7. Terhadap dalil-dalil yang nampak mengandung ta’arudl, digunakan cara “al jam’u wa al taufiq “. Dan kalau tidak dapat , baru dilakukan tarjih. ( Cara-cara melakukan jama’ dan taufiq, diantaranya adalah : Pertama : Dengan menentukan macam persoalannya dan menjadikan yang satu termasuk bagian dari yang lain. Seperti menjama’ antara QS Al Baqarah 234 dengan QS Al Thalaq 4 dalam menentukan batasan iddah orang hamil , Kedua : Dengan menentukan yang satu sebagai mukhashis terhadap dalil yang umum, seperti : menjama’ antara QS Ali Imran 86,87 dengan QS Ali Imran 89, dalam menentukan hukum orang kafir yang bertaubat, seperti juga menjama’ antara perintah sholat tahiyatul Masjid dengan larangan sholat sunnah ba’da Ashar, Ketiga: Dengan cara mentaqyid sesuatu yang masih mutlaq , yaitu membatasi pengertian yang luas, seperti menjama; antara larangan menjadikan pekerjaan membekam sebagai profesi dengan ahli bekam yang mengambil upah dari pekerjaanya. Keempat: Dengan menentukan arti masing-masing dari dua dalil yang bertentangan, seperti : menjama’ antara pengertian suci dari haid yang berarti bersih dari darah haid dan yang berarti bersih sesudah mandi. Kelima : Menetapkan masing-masing pada hukum masalah yang berbeda, seperti larangan sholat di rumah bagi yang rumahnya dekat masjid dengan keutamaan sholat sunnah di rumah.

8. Menggunakan asas “ saddu al-daraI’ “ untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah. .( Saddu al dzara’I adalah perbuatan untuk mencegah hal-hal yang mubah, karena akan mengakibat kepada hal-hal yang dilarang. Seperti : Larangan memasang gambar KH. Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, karena dikawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan. Walaupun akhirnya larangan ini dicabut kembali pada Muktamar Tarjih di Sidoarjo, karena kekawatiran tersebut sudah tidak ada lagi. Contoh lain adalah larangan menikahi wanita non muslimah ahli kitab di Indonesia, karena akan menyebabkan finah dan kemurtadan. Keputusan ini ditetapkan pada Muktamar Tarjih di Malang 1989.

9. Men-ta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil- dalil Al Qur’an dan al Sunnah, sepanjang sesuai dengan tujuan syare’ah. Adapun qaidah : “ al hukmu yaduuru ma’a ‘ilatihi wujudan wa’adaman” dalam hal-hal tertentu , dapat berlaku “ ( Ta’lil Nash adalah memahami nash Al Qur’an dan hadits, dengan mendasarkan pada illah yang terkandung dalam nash. Seperti perintah menghadap arah Masjid Al Haram dalam sholat, yang dimaksud adalah arah ka’bah, juga perintah untuk meletakkan hijab antara laki-laki dan perempuan, yang dimaksud adalah menjaga pandangan antara laki-laki dan perempuan, yang pada Muktamar Majlis Tarjih di Sidoarjo 1968 diputuskan bahwa pelaksanaannya mengikuti kondisi yang ada, yaitu pakai tabir atau tidak, selama aman dari fitnah ) 

10. Pengunaaan dalil- dalil untuk menetapkan suatu hukum , dilakukan dengan cara konprehensif , utuh dan bulat. Tidak terpisah. ( Seperti halnya di dalam memahami larangan menggambar makhluq yang bernyawa,jika dimaksudkan untuk disembah atau dikawatirkan akan menyebabkan kesyirikan ) 

11. Dalil –dalil umum al Qur’an dapat ditakhsis dengan hadist Ahad, kecuali dalam bidang aqidah. ( Lihat keterangan dalam point ke 5 ) 

12. Dalam mengamalkan agama Islam, mengunakan prinsip “Taisir “ ( Diantara contohnya adalah : dzikir singkat setelah sholat lima waktu, sholat tarawih dengan 11 rekaat )

13. Dalam bidang Ibadah yang diperoleh ketentuan- ketentuannya dari Al Qur’an dan al Sunnah, pemahamannya dapat dengan menggunakan akal, sepanjang dapat diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui ,akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapai situsi dan kondisi. ( Contohnya, adalah ketika Majlis Tarjih menentukan awal Bulan Ramadlan dan Syawal, selain menggunakan metode Rukyat,juga menggunakan metode al Hisab. Walaupun pelaksanaan secara rinci terhadap keputusan ini perlu dikaji kembali karena banyak menimbulkan problematika pada umat Islam di Indonesia )

14. Dalam hal- hal yang termasuk “al umur al dunyawiyah” yang tidak termasuk tugas para nabi , penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan umat. 

15. Untuk memahami nash yang musytarak, paham sahabat dapat diterima.

16. Dalam memahani nash , makna dlahir didahulukan dari ta’wil dalam bidang aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal ini, tidak harus diterima. ( Seperti dalam memahami ayat-ayat dan hadist yang membicarakan sifat-sifat dan perbuatan Allah swt,seperti Allah bersemayam d atas Arsy, Allah turun ke langit yang terdekat dengan bumi pada sepertiga akhir malam dll ) 

Penyempurnaan dan Pengembangan Majlis Tarjih 

Sebagaimana diketahui bahwa Persyarikatan Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang bergerak untuk Tajdid dan pembaharuan. Maka Majlis Tarjih, yang merupakan bagian terpenting dalam organisasi tersebut tidak bersifat kaku dan kolot, akan tetapi keputusan- keputusan Majlis Tarjih masih ada kemungkinan mengalami perubahan kalau sekiranya dikemudian hari ada dalil atau alasan yang dipandang lebih kuat. Bahkan nama dan kedudukan Majlis dalam Persyarikatan bisa mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi dalam Majlis Tarjih adalah : 

1.Perubahan nama “ Majlis Tarjih “. Karena mengingat, semakin banyak dan kompleknya problematika-problematika yang dihadapi umat Islam pada puluhan tahun akhir ini. Terutama berkembangnya pemikiran baru, yang kesemuanya harus dijawab oleh Majlis Tarjih. Dan karena nama Tarjih, masih identik dengan masalah-masalah fiqh, maka nama Majlis Tarjih perlu di tambah dengan sebutan yang bisa mewakili tugas tersebut, maka dipilihlah nama Pengembangan Pemikiran Islam sehingga namanya menjadi “ Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam “. Penambahan ini diputuskan pada tahun 1995, ketika dilangsungkan Muktamar Aceh.

2.Penambahan terhadap tiga bentuk Ijtihad yang digunakan Majlis Tarjih ( Yaitu Ijtihad Bayani, Qiyasi dan Istishlahi ) dengan ditambah tiga pendekatan baru ,yaitu Pendekatan ” Bayani” , “ Burhani” dan “ Irfani”. Tiga pendekatan tersebut diputuskan pada MUNAS Tarjih di Malang, tahun 2000. Kemudian disempurnakan pada MUNAS Tarjih ke 26 di Padang,Oktober 2003. Walaupun telah dilakukan beberapa kali sidang, tiga pendekatan tersebut masih belum tuntas pembahasannya.
3.Perubahan nama Mukatamar Tarjih menjadi MUNAS ( Musyawarah Nasional ) Tarjih.

4.Perampingan anggota Majlis Tarjih yaitu dengan menetapkan Anggota Tetap Majlis Tarjih . Pada awalnya muktamar –muktamar atau musyarawarah musyawarah Majlis yang bersifat nasional, melibatkan utusan-utusan wilayah-wilayah yang sering berganti-ganti, atau yang sering disingkat dengan MTPPI Wilayah. Akan tetapi pada MUNAS Tarjih ke 26 di Padang, Oktober 2003 dilakukan perampingan dengan membentuk anggota tetap Majlis Tarjih yang berjumlah sekitar 99 anggota, yang bertugas untuk melakukan sidang setiap hal itu diperlukan. Langkah-langkah ini diambil, mengingat kurang efektif dan efesiennya perjalanan Muktamar Tarjih selama ini, khususnya ketika diganti namanya dengan MUNAS( Musyawarah Nasional ) . Walaupun sampai saat ini , keputusan tersebut belum ditanfidkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, namun akan mempunyai pengaruh yang besar bagi perjalanan Majlis Tarjih pada masa-masa mendatang.

5.Perubahan keputusan-keputusan tarjih yang dirasa kurang sesuai lagi, seperti pencabutan larangan menempel gambar KH. Ahamd Dahlan, pencabutan larangan perempuan untuk keluar rumah, pencabutan keputusan tentang larangan perempuan ikut berdemonstrasi dan lain-lain . Ini dikuatkan juga dengan adanya komisi Pengembangan Himpunan Putusan Tarjih , pada MUNAS Tarjih di padang, Oktober 2003. 

Penutup 

Perjalan Majlis Tarjih selama 77 tahun, memang penuh dengan tantangan dan cobaan. Tugas yang diembannya untuk membimbing masyarakat Islam Indonesia, pada umumnya dan warga Persyarikatan Muhammadiyah pada khususnya dalam masalah keagamaan dan pengembangan pemikiran Islam, nampak begitu berat dan menuntut adanya kesabaran dan perjuangan, serta pencarian yang tiada kenal putus asa. Sehingga perbaikan,penyempurnaan serta pengembangan Majlis tarjih ini sangat mutlak diperlukan,guna memberikan konstribusi-konstribusi yang bermanfaat bagi umat Islam Indonesia.
Demikian tulisan singkat tentang Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam. Yang sedikit ini, mudah-mudahan bisa membuka cakrawala, khususnya bagi kader-kader Muhammadiyah, dan bisa menjadi bekal awal untuk pengembangan pemikiran dalam persyarikatan ini. Wallahu A’lam.
Kairo, 3 Maret 2004
DAFTAR PUSTAKA
  1. Abdurrohman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Metodologi dan Aplikasi,( Jokyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, Cet I )
  2. An-Najah, Ahmad Zain , Metode Penggunaan Rukyat dan Hisab, dan Pengaruhnya Terhadap Persatuan Umat, (Padang : MTPPI PP Muhammadiyah , 2003
  3. ———-, Mengkaji Ulang Sikap Muhammadiyah Terhadap Hadist Ahad,( Makalah, 2004 )
  4. Badan pendidikan Kader PP. Muhammadiyah, Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah, ( Jogyakarta : BPK PP.Muhammadiyah,Oktober 1994, Cet I )
  5. Ka’bah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, Prespektif Muhammadiyah dan NU (Jakarta : Universitas Yarsi 1999)
  6. § Majlis Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buku Panduan Munas Tarjih ke 26 , (Jokyakarta : MTPPI PP Muhammadiyah, 2003)
  7. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majlis Tarjih, ( Jokyakarta : PP. Muhammadiyah Cet. III) .
  8. Siregar, Hamka, Mencari Format Baru Tarjih Muhammadiyah. (Padang : MTPPI PP Muhammadiyah , 200
  9. Lubis, Arbiyah, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh,Suatu Studi Perbandingan (Jakarta : Bulan Bintang
  10. Majalah Suara Muhammadiyah, edisi 06. Maret 2003
* Makalah ini dipresentasikan dalam acara FORMAT ( Forum Kader Umat ) yang diselenggarakan oleh PCIM ( Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah ) Kairo,Mesir pada tanggal 7 Maret 2004 di Sekertariat PCIM.

JANGAN SALAHKAN ORANG TUA

Ada orang tua, tanpa anak
Tapi tak mungkin ada anak tanpa orang tua

Kita tak pernah bisa memilih
lahir dari orang tua yang miskin atau kaya
Terkenal atau biasa saja
Karena semua itu takdir yang tak bisa diubah

Namun kita bisa memilih,
Mau jadi anak yang soleh atau salah
Mau memuliakan mereka atau menelantarkan mereka

Kita juga bisa mengubah nasib,
Apakah mau jadi orang miskin atau kaya?
Berilmu atau tidak?
Dan pilihan hidup lainnya.

Maka, jangan pernah menyalahkan takdir jika kau terlahir dari keluarga yang miskin atau sederhana.
Namun salahkanlah diri, jika saat wafat kelak.
Kau masih belum bisa mengubah nasibmu.

Ingatlah, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasib diri mereka sendiri.

5 STRATEGI MEWUJUDKAN MIMPI

Jika tujuan begitu jelas, maka jalan untuk meraihnya terbuka lebar.
Dalam proses meraihnya, seringkali Allah pertemukan kita dengan partner yang bisa membantu,
ilmu yang bermanfaat, bahkan peluang untuk mempercepat realisasi target tersebut.

Jadi, kuncinya:

1. Buatlah target yang membuat kita bergairah meraihnya
2. Buat tujuan mulia dari target tersebut. Misalnya punya mobil untuk bahagiakan orang tua.
3. Berdo'a agar Allah mengabulkan target kita atau mengganti dengan yang lebih baik
4. Berikhitar optimal. Misalnya dengan menelepon orang yang kira-kira bisa membantu merealisasikan target, belajar, dan mengikuti komunitas.
5. Bertawakal kepada Allah. Ikhlaskan semua yang sudah dikerjakan. Kalau belum ada hasil yang diinginkan, evaluasi. Mungkin kurang doa atau ikhtiarnya. 


Kalau sudah diikhitarkan lagi masih belum terwujud. Berarti Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Percayalah, Allah sesuai prasangka hambaNya.
Semoga Allah mewujudkan mimpi dan target kita di tahun ini dan di tahun-tahun mendatang. Atau menggantinya dengan yang lebih baik. Aamiin..

Kamis, 22 Januari 2015

Wajibkah Wanita Memakai Cadar?



Masalah kewajiban memakai cadar sebenarnya tidak disepakati oleh para ulama. Maka wajarlah bila kita sering mendapati adanya sebagian ulama yang mewajibkannya dengan didukung dengan sederet dalil dan hujjah. Namun kita juga tidak asing dengan pendapat yang mengatakan bahwa cadar itu bukanlah kewajiban. Pendapat yang kedua ini pun biasanya diikuti dengan sederet dalil dan hujjah juga.

Dalam kesempatan ini, marilah kita telusuri masing-masing pendapat itu dan berkenalan dengan dalil masing-masing. Sehingga kita bisa memiliki wawasan dalam memasuki wilayah ini bukan mencari titik perbedaan dan berselisih pendapat, melainkan untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang dasar kedua pendapat ini. Agar kita bisa berbaik sangka dan tetap menjaga hubungan baik dengan kedua belah pihak.

1. Kalangan yang Mewajibkan Cadar
Mereka yang mewajibkan setiap wanita untuk menutup muka (memakai niqab) berangkat dari pendapat bahwa wajah itu bagian dari aurat wanita yang wajib ditutup dan haram dilihat oleh lain jenis non mahram.

Dalil-dalil yang mereka kemukakan antara lain:

a. Surat Al-Ahzab: 59
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu`min, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Ahzah: 59)

Ayat ini adalah ayat yang paling utama dan paling sering dikemukakan oleh pendukung wajibnya niqab. Mereka mengutip pendapat para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka termasuk kepala, muka dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat. Riwayat ini dikutip dari pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ubaidah As-Salmani dan lainnya, meskipun tidak ada kesepakatan di antara mereka tentang makna `jilbab` dan makna `menjulurkan`.

Namun bila diteliti lebih jauh, ada ketidak-konsistenan nukilan pendapat dari Ibnu Abbas tentang wajibnya niqab. Karena dalam tafsir di surat An-Nuur yang berbunyi (kecuali yang zahir darinya), Ibnu Abbas justru berpendapat sebaliknya.

Para ulama yang tidak mewajibkan niqab mengatakan bahwa ayat ini sama sekali tidak bicara tentang wajibnya menutup muka bagi wanita, baik secara bahasa maupun secara `urf (kebiasaan). Karena yang diperintahkan jsutru menjulurkan kain ke dadanya, bukan ke mukanya. Dan tidak ditemukan ayat lainnya yang memerintahkan untuk menutup wajah.

b. Surat An-Nuur: 31
Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya."(QS An-Nur: 31)
Menurut mereka dengan mengutip riwayat pendapat dari Ibnu Mas`ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang tidak boleh ditampakkan adalah wajah, karena wajah adalah pusat dari kecantikan. Sedangkan yang dimaksud dengan `yang biasa nampak` bukanlah wajah, melainkan selendang dan baju.

Namun riwayat ini berbeda dengan riwayat yang shahih dari para shahabat termasuk riwayat Ibnu Mas`ud sendiri, Aisyah, Ibnu Umar, Anas dan lainnya dari kalangan tabi`in bahwa yang dimaksud dengan `yang biasa nampak darinya` bukanlah wajah, tetapi al-kuhl (celak mata) dan cincin. Riwayat ini menurut Ibnu Hazm adalah riwayat yang paling shahih.

c. Surat Al-Ahzab: 53
`Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah. (QS Al-Ahzab: 53)

Para pendukung kewajiban niqab juga menggunakan ayat ini untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka dan bahwa wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski khitab ayat ini kepada istri Nabi, namun kewajibannya juga terkena kepada semua wanita mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti.

Selain itu bahwa mengenakan niqab itu alasannya adalah untuk menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki yang melihat ataupun buat para istri nabi. Sesuai dengan firman Allah dalam ayat ini bahwa cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka (istri nabi).

Namun bila disimak lebih mendalam, ayat ini tidak berbicara masalah kesucian hati yang terkait dengan zina mata antara para shahabat Rasulullah SAW dengan para istri beliau. Kesucian hati ini kaitannya dengan perasaan dan pikiran mereka yang ingin menikahi para istri nabi nanti setelah beliau wafat. 

Dalam ayat itu sendiri dijelaskan agar mereka jangan menyakiti hati nabi dengan mengawini para janda istri Rasulullah SAW sepeninggalnya. Ini sejalan dengan asbabun nuzul ayat ini yang menceritakan bahwa ada shahabat yang ingin menikahi Aisyah ra. bila kelak Nabi wafat. Ini tentu sangat menyakitkan perasaan nabi.

Adapun makna kesucian hati itu bila dikaitkan dengan zina mata antara shahabat nabi dengan istri beliau adalah penafsiran yang terlalu jauh dan tidak sesuai dengan konteks dan kesucian para shahabat nabi yang agung.

Sedangkan perintah untuk meminta dari balik tabir, jelas-jelas merupakan kekhusususan dalam bermuamalah dengan para istri Nabi. Tidak ada kaitannya dengan `al-Ibratu bi `umumil lafzi laa bi khushushil ayah`. Karena ayat ini memang khusus membicarakan akhlaq pergaulan dengan istri nabi. Dan mengqiyaskan antara para istri nabi dengan seluruh wanita muslimah adalah qiyas yang tidak tepat, qiyas ma`al-fariq. Karena para istri nabi memang memiliki standar akhlaq yang khusus. Ini ditegaskan dalam ayat Al-Quran.

`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-ahzab: 32)

d. Hadits Larang Berniqab bagi Wanita Muhrim
Para pendukung kewajiban menutup wajah bagi muslimah menggunakan sebuah hadits yang diambil mafhum mukhalafanya, yaitu larangan Rasulullah SAW bagi muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.

`Janganlah wanita yang sedang berihram menutup wajahnya (berniqab) dan memakai sarung tangan`.
Dengan adanya larangan ini, menurut mereka lazimnya para wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Sehingga perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau melarangnya saat berihram.

Pendapat ini dijawab oleh mereka yang tidak mewajibkan niqab dengan logika sebaliknya. Yaitu bahwa saat ihram, seseorang memang dilarang untuk melakukan sesuatu yang tadinya halal. Seperti memakai pakaian yang berjahit, memakai parfum dan berburu. Lalu saat berihram, semua yang halal tadi menjadi haram. Kalau logika ini diterapkan dalam niqab, seharusnya memakai niqab itu hukumnya hanya sampai boleh dan bukan wajib. Karena semua larangan dalam ihram itu hukum asalnya pun boleh dan bukan wajib. Bagaimana bisa sampai pada kesimpulan bahwa sebelumnya hukumnya wajib?

Bahwa ada sebagian wanita yang di masa itu menggunakan penutup wajah, memang diakui. Tapi masalahnya menutup wajah itu bukanlah kewajiban. Dan ini adalah logika yang lebih tepat.

e. Hadits bahwa Wanita itu Aurat 
Diriwayatkan oleh At-Tirmizy marfu`an bahwa,
"Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya`.
Menurut At-turmuzikedudukan hadits ini hasan shahih. Oleh para pendukung pendapat ini maka seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, termasuk wajah, tangan, kaki dan semua bagian tubuhnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah.

f. Mendhaifkan Hadits Asma`
Mereka juga mengkritik hadits Asma` binti Abu Bakar yang berisi bahwa, "Seorang wanita yang sudah hadih itu tidak boleh nampak bagian tubuhnya kecuali ini dan ini" Sambil beliau memegang wajar dan tapak tangannya.

* * *

2. Kalangan yang Tidak Mewajibkan Cadar 
Sedangkan mereka yang tidak mewajibkan cadar berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat wanita. Mereka juga menggunakan banyak dalil serta mengutip pendapat dari para imam mazhab yang empat dan juga pendapat salaf dari para shahabat Rasulullah SAW.

a. Ijma` Shahabat 
Para shahabat Rasulullah SAW sepakat mengatakan bahwa wajah dan tapak tangan wanita bukan termasuk aurat. Ini adalah riwayat yang paling kuat tentang masalah batas aurat wanita.

b. Pendapat Para Fuqoha bahwa Wajah Bukan termasuk Aurat Wanita. 
Al-Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita ajnabi yang merdeka kecuali wajah dan tapak tangan. (lihat Kitab Al-Ikhtiyar). Bahkan Imam Abu Hanifah ra. sendiri mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah sebuah kedaruratan yang tidak bisa dihindarkan.

Al-Malikiyah dalam kitab `Asy-Syarhu As-Shaghir` atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri dituliskan bahwa batas aurat waita merdeka dengan laki-laki ajnabi (yang bukan mahram) adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Keduanya itu bukan termasuk aurat.

Asy-Syafi`iyyah dalam pendapat As-Syairazi dalam kitabnya `al-Muhazzab`, kitab di kalangan mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.

Dalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah berkata kitab Al-Mughni 1: 1-6,`Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat.

Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuai muka dan tapak tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm mengecualikan wajah dan tapak tangan sebagaiman tertulis dalam kitab Al-Muhalla.

c. Pendapat Para Mufassirin 
Para mufassirin yang terkenal pun banyak yang mengatakan bahwa batas aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Mereka antara lain At-Thabari, Al-Qurthubi, Ar-Razy, Al-Baidhawi dan lainnya. Pendapat ini sekaligus juga mewakili pendapat jumhur ulama.

d. Dhai`ifnya Hadits Asma Dikuatkan oleh Hadits Lainnya 
Adapun hadits Asma` binti Abu Bakar yang dianggap dhaif, ternyata tidak berdiri sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan melalui riwayat Asma` binti Umais yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga ulama modern sekelas Nasiruddin Al-Bani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut sebagaimana tulisan beliau `hijab wanita muslimah`, `Al-Irwa`, shahih Jamius Shaghir dan `Takhrij Halal dan Haram`.

e. Perintah Kepada Laki-laki untuk Menundukkan Pandangan. 
 
Allah SWt telah memerintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangan (ghadhdhul bashar). Hal itu karena para wanita muslimah memang tidak diwajibkan untuk menutup wajah mereka.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: `Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (QS An-Nuur: 30)

Dalam hadits Rasulullah SAW kepada Ali ra. disebutkan bahwa,

Janganlah kamu mengikuti pandangan pertama (kepada wanita) dengan pandangan berikutnya. Karena yang pertama itu untukmu dan yang kedua adalah ancaman/dosa. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizy dan Hakim).

Bila para wanita sudah menutup wajah, buat apalagi perintah menundukkan pandangan kepada laki-laki. Perintah itu menjadi tidak relevan lagi.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1138716118&=bagaimana-hukum-memakai-cadar.htm