WASPADA TERHADAP
PARA MUNAFIK
Oleh: Buya Dr. H. Zulkarnaini, M.Ag
Bila dibaca
20 ayat bagian awal surat al-Baqarah dapat diketahui bahwa secara garis besar
komunitas manusia dikelompokkan kepada tiga golongan:
Mukmin/muttaqin,
kafir dan munafik. Ayat 1 s/d 5 membicarakan ciri-ciri orang mukmin, sedangkan
dua ayat berikutnya menyatakan sifat-sifat orang kafir, kemudian 13 ayat
selanjutnya menjelaskan kebiasaan orang-orang munafik.
Kelompok
pertama adalah orang-orang yang benar-benar beriman kpd yang ghaib dan iman
ditandai dengan kepatuhan menjalankan ketentuan syari'at seperti shalat dan
infak/zakat.
Kelompok
kedua yang disebut kafir adalah mereka yg terus terang menolak kebenaran Islam.
Berikutnya kelompok ketiga yang disebut munafik adalah mereka yang kelihatan seperti orang mukmin, padahal
sebenar adalah orang kafir.
Bila dilihat
dari perbandingan jumlah ayat, maka ayat
yang membicarakan kelompok munafik paling banyak, yaitu 13 ayat. Sejalan dengan
perjalanan sejarah Nabi, perbandingan jumlah ayat ini seakan mengingatkan bahwa
masalah orang-orang munafik sangat berat dan persoalan menghadapi mereka sangat
rumit dan butuh waktu lama.
Orang kafir
yg berterus terang dengan kekafirannya bisa disikapi dan dihadapi dengan sikap
tertentu. Masalahnya hanyalah dalam hal membedakan mana yang tergolong kafir
harbi (dalam posisi lawan perang) dan mana pula yang bukan kafir harbi.
Kelompok ketiga kelompok munafik sangat sulit dideteksi.
Begitu
rapinya penyamaran mereka, malah Nabipun
kesulitan memastikan kebenaran iman mereka. Ayat 101 surat at-Taubah menyatakan
bahwa di antara orang-orang Arab Badui dan sebahagian penduduk Madinah ada yang
munafik, malah keterlaluan dalam kemunafikannya. Ayat tersebut menyatakan bahwa
Nabi tidak mengetahui siapa mereka. Bahkan setelah si munafik itu Nabi pun
masih belum bisa memastikan posisi mereka yang sebenarnya. Hal ini ditandai
dengan kesediaan Nabi menyolatkan jenazah salah seorang gembong minafik ketika
itu, yaitu Abdullah bin Ubai bin Salul.
Setelah
selesai shalat jenazah, dan turun ayat 84 surat at-Taubah barulah Nabi tahu
status akidah si munafik itu.
Di samping
itu kaum muslimin menghadapi persoalan dilematis ketika menghadapi urusan
berat, penting dan rahasia. Serba salah antara melibatkan atau meninggalkan
mereka. Ditinggalkan salah, karena mereka mengaku muslim. Mau dilibatkan salah,
karena keberadaan mereka justru mempersulit keaadaan. Merekalah tukang adu
domba, biang kerok membocorkan rahasia kaum muslimin kepada musuh, melemahkan
semangat juang kaum muslimin dengan cara menakut-nakuti mereka dengan resiko
yang akan mereka alami.
Ibnu Katsir
menglompokkan kalangan munafik ini kepada dua golongan yaitu munafik i'tiqadi
dan munafik 'amali. Munafik i'tiqadi adalah orang kafir yang berpura-pura
Islam, sedangkan munafik 'amali adalah mereka yg menerima/mengakui kebenaran
Islam akan tetapi berperi laku sebagaimana biasanya para munafik yaitu biasa
berbohong, ingkar janji dan berkhianat.
Banyak ayat
dan hadis yang menyebutkan ciri-ciri atau karakter orang munafik, seperti
menipu orang beriman, malas menunaikan shalat, pamer dalam beribadah, sedikit
sekali menyebut Allah (an-Nisa' ayat 142). Terlepas dari kelas-kelas golongan
munafik tersebut, yang jelas keberadaan orang munafik itu di tengah-tengah umat
Islam justru merugikan umat Islam sendiri. Kenapa demikian? Dalam ayat 67 surat
at-Taubah disebutkan karena mereka, baik yang laki-laki maupun yang perempuan
sama saja, yaitu kerja sama menyuruh orang berbuat mungkar dan melarang orang
berbuat yang ma'ruf dan sangat kikir.
Dengan
demikian perlu kita perhitungkan bahwa seseorang yang mengaku muslim tapi
tindak tanduknya, statemen-statemen dan keputusan-keputusannya banyak merugikan
umat Islam perlu diwaspadai sebagai kelompok musang berbulu ayam
Jum'at 28 Februari 2020
Masjid Taqwa Muhammadiyah Sumatera Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar