Minggu, 22 Maret 2020

ULAMA TARJIH MENYIKAPI VIRUS CORONA

ULAMA TARJIH MENYIKAPI VIRUS CORONA 

Oleh: Aya S. Miza



Jika para ahli sudah menilai bahwa kondisi terkini Indonesia benar-benar darurat virus Corona, maka keperluan untuk menghindari kemungkinan terpapar virus itu harus lebih diutamakan daripada shalat berjama’ah di masjid. Para ulama mengatakan keperluan untuk melakukan sesuatu dalam situasi tidak normal dikualifikasikan sebagai kedaruratan. Al-hajah tanzilu manzilat ad-darurah;

الحاجة تنزل منزلة الضرورة

(Wawan Gunawan Abdul Wahid, Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)



 Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, langkah antisipatif (syadz al-dzari’ah) terhadap meluasnya epidemi Covid-19, tidak bisa dilakukan secara parsial dan sektoral; menggaungkan rukhsah (keringanan) meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah di masjid bagi umat Islam dan berbagai ritual agama lain, namun pada sisi lain pemerintah seolah abai bahkan terkesan membiarkan Tenaga Kerja Asing (TKA) dari negara epidemi Covid-19 tetap masuk ke Indonesia bahkan dengan cara yang ilegal. Ditambah membiarkan acara, tempat-tempat hiburan, dan lain sebagainya yang memungkinkan berkumpulnya banyak orang tetap beroperasi. Padahal dari sinilah potensi penyebaran itu dapat terjadi. Mari tinggalkan cara berfikir parsial dan sektoral demi kemaslahatan bersama. - Ruslan Fariadi



Seorang pasien didiagnosa oleh dokter bahwa aliran darah ke otak nya telah tertutup 80 %. Tinggal menunggu waktu terjadi stroke. Dokter telah memperingati pasien agar menjaga diri tapi sayang pasien tidak peduli dan tidak menjaga diri. Seperti itulah fenomena wabah Covid-19 yang kita hadapi sekarang; para dokter sudah khawatir terjadinya ledakan pasien, sementara masyarakat tidak peduli dan tidak mau menjaga diri.

- dr. Agus Taufiqurrahman (Ketua PP Muhammadiyah)


 Apakah Covid-19 Azab Allah?

Allah Maha Rahman dan Maha Rahim menjadi Rabb Pemelihara Alam Semesta berdasarkan rahma. Ganjaran-Nya yang disebut azab (Arab: ‘adzb berarti segar) dimaksudkan untuk menyegarkan kehidupan.

Jadi Covid-19 ada sekarang untuk menyegarkan kehidupan manusia.

Penyegaran kehidupan dapat dilakukan dengan: kerja untuk memperbaiki karya, konsumsi makanan yang halal dan thayyib, perilaku hidup sehat dan bersih, dan bersyukur atas limpahan anugerah-Nya.

(Hamim Ilyas, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)



Jauhilah teologi Neo-Jabariyah yang menyerukan “Takutlah kepada Allah, bukan takut kepada virus corona”. Pernyataan yang sekilas benar, namun ditujukan untuk suatu kebathilan (qawlu haqqin urida bihi al-bathil). Sebab teologi ini sesat dalam meletakkan dalil dan keliru memahami maknanya secara komprehensif, di samping fragmentatif, dan miskin wawasan realitas serta buta maqashid al-syari’ah. Dalam suasana seperti ini umat hanya punya dua pegangan: Allah dan Rasul-Nya melalui fatwa ulama kredibel, kemudian otoritas negara/pemerintah melalui Gugus Tugas Covid-19, para ahli kebencanaan, para dokter dan ahli kesehatan yang profesional. Saatnya kita mengakui otoritas ilmu wahyu dan sains. - Fathurrahman Kamal 




"Kita Bukanlah Serba Tahu"

Sudah saatnya kita memahami kemarahan Ibnu Mas'ud ra yang tersirat dalam peringatan beliau:
من علم فليقل ، ومن لم يعلم فليقل: الله أعلم فإن من العلم أن يقول لما لا يعلم لا أعلم
"siapa yang berilmu maka silahkan berbicara dan siapa yang tak punya ilmu, katakanlah : Allahu a'lam (Allah Yang Maha Tahu).
Sesungguhnya bagian dari ilmu adalah seseorang mengatakan tentang sesuatu yang tidak diketahuinya dengan ungkapan "saya tidak tahu".

Belajarlah dari firman Allah swt kepada Nabinya Muhammad saw:
{قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ} [ص : 86]
"Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan". (QS. Shaad 38:86)
(terambil dari riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud ra)




Di tengah wabah Covid-19 ini, mari kita tetap renungi bersama perjalanan Isra Mikraj Nabi. Perjalanan yang membuahkan perintah shalat 5 waktu bagi umat Islam. Perintah shalat yg esensinya sesungguhnya tidak hanya untuk beribadah kepada Allah, tapi juga menebar kedamaian/salam (shalat diakhiri dengan salam yg dalam bahasa Arab berarti kedamaian). Persis pada titik inilah kita harus merefleksikan ibadah shalat kita di tengah wabah Covid-19 ini; sudahkan shalat kita menebar kedamaian bagi yang lain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar