ULAMA TARJIH MENYIKAPI VIRUS CORONA
Oleh: Aya S. Miza
Jika
para ahli sudah menilai bahwa kondisi terkini Indonesia benar-benar
darurat virus Corona, maka keperluan untuk menghindari kemungkinan
terpapar virus itu harus lebih diutamakan daripada shalat berjama’ah di
masjid. Para ulama mengatakan keperluan untuk melakukan sesuatu dalam
situasi tidak normal dikualifikasikan sebagai kedaruratan. Al-hajah
tanzilu manzilat ad-darurah;
الحاجة تنزل منزلة الضرورة
(Wawan Gunawan Abdul Wahid, Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, langkah antisipatif
(syadz al-dzari’ah) terhadap meluasnya epidemi Covid-19, tidak bisa
dilakukan secara parsial dan sektoral; menggaungkan rukhsah (keringanan)
meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah di masjid bagi umat
Islam dan berbagai ritual agama lain, namun pada sisi lain pemerintah
seolah abai bahkan terkesan membiarkan Tenaga Kerja Asing (TKA) dari
negara epidemi Covid-19 tetap masuk ke Indonesia bahkan dengan cara yang
ilegal. Ditambah membiarkan acara, tempat-tempat hiburan, dan lain
sebagainya yang memungkinkan berkumpulnya banyak orang tetap beroperasi.
Padahal dari sinilah potensi penyebaran itu dapat terjadi. Mari
tinggalkan cara berfikir parsial dan sektoral demi kemaslahatan bersama.
- Ruslan Fariadi
الحاجة تنزل منزلة الضرورة
(Wawan Gunawan Abdul Wahid, Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)
Seorang
pasien didiagnosa oleh dokter bahwa aliran darah ke otak nya telah
tertutup 80 %. Tinggal menunggu waktu terjadi stroke. Dokter telah
memperingati pasien agar menjaga diri tapi sayang pasien tidak peduli
dan tidak menjaga diri. Seperti itulah fenomena wabah Covid-19 yang kita
hadapi sekarang; para dokter sudah khawatir terjadinya ledakan pasien,
sementara masyarakat tidak peduli dan tidak mau menjaga diri.
- dr. Agus Taufiqurrahman (Ketua PP Muhammadiyah)
"Kita Bukanlah Serba Tahu"
Sudah saatnya kita memahami kemarahan Ibnu Mas'ud ra yang tersirat dalam peringatan beliau:
من علم فليقل ، ومن لم يعلم فليقل: الله أعلم فإن من العلم أن يقول لما لا يعلم لا أعلم
"siapa yang berilmu maka silahkan berbicara dan siapa yang tak punya ilmu, katakanlah : Allahu a'lam (Allah Yang Maha Tahu).
Sesungguhnya bagian dari ilmu adalah seseorang mengatakan tentang sesuatu yang tidak diketahuinya dengan ungkapan "saya tidak tahu".
- dr. Agus Taufiqurrahman (Ketua PP Muhammadiyah)
Apakah Covid-19 Azab Allah?
Allah Maha Rahman dan Maha Rahim menjadi Rabb Pemelihara Alam Semesta berdasarkan rahma. Ganjaran-Nya yang disebut azab (Arab: ‘adzb berarti segar) dimaksudkan untuk menyegarkan kehidupan.
Jadi Covid-19 ada sekarang untuk menyegarkan kehidupan manusia.
Penyegaran kehidupan dapat dilakukan dengan: kerja untuk memperbaiki karya, konsumsi makanan yang halal dan thayyib, perilaku hidup sehat dan bersih, dan bersyukur atas limpahan anugerah-Nya.
(Hamim Ilyas, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)
Allah Maha Rahman dan Maha Rahim menjadi Rabb Pemelihara Alam Semesta berdasarkan rahma. Ganjaran-Nya yang disebut azab (Arab: ‘adzb berarti segar) dimaksudkan untuk menyegarkan kehidupan.
Jadi Covid-19 ada sekarang untuk menyegarkan kehidupan manusia.
Penyegaran kehidupan dapat dilakukan dengan: kerja untuk memperbaiki karya, konsumsi makanan yang halal dan thayyib, perilaku hidup sehat dan bersih, dan bersyukur atas limpahan anugerah-Nya.
(Hamim Ilyas, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)
Jauhilah
teologi Neo-Jabariyah yang menyerukan “Takutlah kepada Allah, bukan
takut kepada virus corona”. Pernyataan yang sekilas benar, namun
ditujukan untuk suatu kebathilan (qawlu haqqin urida bihi al-bathil).
Sebab teologi ini sesat dalam meletakkan dalil dan keliru memahami
maknanya secara komprehensif, di samping fragmentatif, dan miskin
wawasan realitas serta buta maqashid al-syari’ah. Dalam suasana seperti
ini umat hanya punya dua pegangan: Allah dan Rasul-Nya melalui fatwa
ulama kredibel, kemudian otoritas negara/pemerintah melalui Gugus Tugas
Covid-19, para ahli kebencanaan, para dokter dan ahli kesehatan yang
profesional. Saatnya kita mengakui otoritas ilmu wahyu dan sains. -
Fathurrahman Kamal
"Kita Bukanlah Serba Tahu"
Sudah saatnya kita memahami kemarahan Ibnu Mas'ud ra yang tersirat dalam peringatan beliau:
من علم فليقل ، ومن لم يعلم فليقل: الله أعلم فإن من العلم أن يقول لما لا يعلم لا أعلم
"siapa yang berilmu maka silahkan berbicara dan siapa yang tak punya ilmu, katakanlah : Allahu a'lam (Allah Yang Maha Tahu).
Sesungguhnya bagian dari ilmu adalah seseorang mengatakan tentang sesuatu yang tidak diketahuinya dengan ungkapan "saya tidak tahu".
Belajarlah dari firman Allah swt kepada Nabinya Muhammad saw:
{قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ} [ص : 86]
"Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan". (QS. Shaad 38:86)
(terambil dari riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud ra)
{قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ} [ص : 86]
"Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan". (QS. Shaad 38:86)
(terambil dari riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud ra)
Di
tengah wabah Covid-19 ini, mari kita tetap renungi bersama perjalanan
Isra Mikraj Nabi. Perjalanan yang membuahkan perintah shalat 5 waktu
bagi umat Islam. Perintah shalat yg esensinya sesungguhnya tidak hanya
untuk beribadah kepada Allah, tapi juga menebar kedamaian/salam (shalat
diakhiri dengan salam yg dalam bahasa Arab berarti kedamaian). Persis
pada titik inilah kita harus merefleksikan ibadah shalat kita di tengah
wabah Covid-19 ini; sudahkan shalat kita menebar kedamaian bagi yang
lain?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar