Rabu, 25 April 2018

PEMIKIRAN FIQH MUHAMMAD ABDUH (Suatu Studi Tentang Metode Istimbath Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Hukum Dalam Tafsir al-Qur’an al-Hakim)

PEMIKIRAN FIQH MUHAMMAD ABDUH (Suatu Studi Tentang Metode Istimbath Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Hukum Dalam Tafsir al-Qur’an al-Hakim)

Oleh: Dr. Sobhan Lubis 
(Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat Periode 2015-2020). 



BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah


Allah swt. menurunkan syari’at Islam untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia secara menyeluruh. Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam, untuk seluruh umat manusia dari berbagai suku dan bangsa untuk semua longkungan dan lapangan kehidupan, dengan segala bentuk perubahan dan tingkat perkembangannya sampai hari kiamat. Oleh karena itu Allah memberikan beberapa keistimewaan, antara lain syariat Islam bersifat umum, abadi dan meliputi segala bidang sehingga mampu memenuhi kebutuhan manusia di setiap saat sesuai dengan kadar perkembangannya, tapi tidak pernah akan kehilangan identitasnya.

Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya syari’at (ajaran) Islam dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, ajaran yang bersifat absolute, universal dan permanen, tidak berubah dan tidak dapat diubah sampai kapanpun. Termasuk dalam kelompok ini adalah ajaran islam yang tercantum dalam al-qur’an dan hadits mutawatir yang penunjukannya jelas (qat’iyy ad-dilalah). Kedua, ajaran yang bersifat relative, tidak universal, temporal, dapat berubah dan diubah. Termasuk dalam kelompok ini adalah ajaran Islam yang biasa disebut dengan ajaran yang bersifat zanni yang diperoleh dari ijtihad para mujtahid ini, ternyata lebih banyak dengan ajaran kelompok pertama. Dalam masalah hokum pun demikian keadaannya.

Ayat al-Qur’an yang berbicara tentang hukum jumlahnya sangat terbatas sedangkan peristiwa hukum selalu bertambah sejalan dangan perkembangan masyarakat. Menurut ‘Abd al-Wahhab Khallaf, ayat-ayat hukum hanya 368 ayat, 140 ayat di antaranya berbicara tentang ibadah, yang mengatur hubungan manusia secara vertical dengan Khalik-nya, dan 228 ayat hukum dalam bidang mu’amalah, yang mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia.

Begitu juga dengan hadits-hadits hukum, bila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan hadits Rasulullah saw., jumlah ayatnya sangat sedikit. Ayat-ayat dan hadits-hadits hukum ini, khususnya yang menyangkut mu’amalah, pada umumnya hanya memuat aturan dasar yang bersifat umum. Aturan dasar yang merupakan jiwa dan prinsip hukum ini sajalah yang bersifat absolute, universal, dan permanen yang tidak akan berubah sampai kapanpun. Sedangkan pengembangannya akan mengalami perubahan dan berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan peristiwa hukum.
Peluang ijtihad dalam hal mu’amalah yang diberikan Allah lewat dalil-dalil zanni dipertegas lagi oleh sementara ahli fikih dengan menetapkan kaedah yang menyatakan bahwa “hukum asal dari mu’amalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan larangan.” Berbeda dengan bidang mu’amalah, aturan dalam bidang ibadah mahdah harus dilakukan sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan Sunnah yang telah mengatur dengan jelas tata cara pelaksanannya. Berkenaan denagn ini ahli fikih telah menetapkan kaedah yang menyatakan bahwa “hukum asal dalam ibadah adalah haram.” Artinya ibadah tidak dapat dilakukan kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa ibadah tersebut telah diperintahkan Allah dan atau telah dicontohkan Rasulullah saw. Dengan kata lain ibadah harus dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah.

Mengingat keanekaragaman peristiwa hukum, disebabkan oleh perbedaan adat istiadat, tradisi, dan sistem kemasyarakatan umat Islam yang selalu berkembang dari mas ke masa, sementara nass al-Qur’an dan hadits yang menyangkut hukum tidak banyak dan tidak pernah bertambah, maka para mujtahid telah berusaha mengatasinya dengan melakukan ijtihad atas masalah-masalah yang tidak ditetapkan dengan dalil-dalil yang qat’i, sehingga syari’at Islam mampu memberikan solusi yang tepat terhadap semua permasalahan yang muncul. Karena ijtihad yang mereka lakukan berdasarkan kepada dalil-dalil zanni, maka dapat diduga bahwa kesimpulan hukum yang mereka hasilkan juga bersifat relatif (zanni) pula. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebanyakan hukum fikih bersifat relatif dan tidak mutlak harus diterima. Perbedaan pendapat para mujtahid tentang suatu masalah, bisa terjadi disebabkan oleh perbedaan pandangan terhadap suatu dalil, perbedaan kemampuan, dan lingkungan, seperti terlihat pada mazhab-mazhab fikih, dapat dijadikan bukti kerelatifan hasil ijtihad tersebut. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi umat Islam untuk menjadikan hasil ijtihad para ulama atau mazhab tertentu sebagai kebenaran mutlak.

Akan tetapi kenyataan sejarah menunjukkan lain, setelah selesainya pembentukan mazhab Sunni yang empat pada abad ke-9 dan ke-10 Miladiyah, atau pertengahan abad ke-4 Hijriyah, hukum Islam (fiqh) lambat laun berhasil dibakukan. Hasil ijtihad para mujtahid terdahulu tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang relatif dan temporal, akan tetapi sebagai seabagai hukum Ilahi yang tidak boleh diubah dan bersikap mencakup yang tidak lagi membutuhkan tambahan atau perubahan. Mempertahankan fiqh dianggap sama dengan mempertahankan agama Islam secara keseluruhan, sehingga sebagian besar umat Islam berusaha sungguh-sungguh untuk membela dan mempertahankan pendapat mazhab yang mereka anut dan tidak mau menerima pendapat lain. Pada gilirannya keadaan ini telah mengurangi keberanian para ahli fiqh untuk melakukan ijtihad secara mandiri (mujtahid mutlaq) dan membentuk mazhab sendiri. Mereka membatasi diri untuk mengikuti metode mazhab tertentu dengan menempatkan diri sebagai mujtahid fi al-mazhab atau mujtahid muntasib. Bahkan ada di antara mereka yang berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Dengan demikian umat Islam yang belakangan harus bertaqlid saja kepada pendapat para mujtahid masa lampau. Pendapat dan paham seperti ini pulalah yang telah masuk, berkembang dan dianut umat Islam di persada bumi. Mereka berkeyakinan bahwa semenjak tahun 600 Hijriyah sampai hari kiamat semua umat Islam adalah muqallid, mereka harus mengikuti salah satu mazhab yang empat.

Keadaan tersebut di atas dalam sejarah disebut sebagai kemunduran, karena penutupan pintu ijtihad ini berlangsung sangat lama, yaitu dari abad ke-11 sampai dengan abad ke-19 Hijriyah. Pada sa’at ini muncullah beberapa tokoh pembaruan (mujaddid) di Mesir yang menganjurkan di bukanya kembali pintu ijtihad, di antara tokohnya adalah Imam Muhammad Abduh.

Ide-ide pembaruan ini dituangkan dalam kitab tafsir Al-Manar, disebut juga dengan Tafsir Muhammad Abduh yang dinisbahkan kepada nama pengarangnya, yaitu Muhammad Abduh. Kitab ini adalah salah satu karya-karya agung Muhammad Abduh di penghujung abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Muhammad Husain adz-Dzahabiy menyebutkan :”Corak tafsir ini digolongkan kepada corak penafsiran sastera budaya kemasyarakatan”, yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau problem mereka berdasarkan ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar.

Munculnya tafsir Al-Manar mempunyai latar balakang sejarah yang panjang sesuai dengan liku-liku kehidupan yang dilalui pengarangnya, yaitu Muhammad Abduh bersama dengan muridnya yang bernama Muhammad Rasyid Ridha. Sejalan dengan pergerakan kebangkitan Islam modern abad ke-19. Pada mulanya tafsir ini adalah kuliah-kuliah dan ceramah-ceramah di Universitas Al-Azhar dan dalam serangkaian fatwa-fatwanya. Tafsir ini pertama kali diterbitkan dalam jurnal secara serial yang menjadi terompet usaha pembaruannya yang bernama Al-Manar.

Dalam tafsir ini Muhammad Abduh mengupas secara lebar panjang ayat-ayat yang sedang ditafsirkannya, tidak terkecuali ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum. Walaupun kitab tafsirnya tidak sampai menamatkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an atau bahkan kurang dari separohnya, yakni hanya 12 juz dari 30 juz al-Qur’an, tapi dalam surat-surat itu sudah mencakup berbagai persoalan hukum; tentang ibadah, mu’amalah, munakahat dan jinayat. Tentulah Muhammad Abduh telah menafsirkannnya dan mengistimbatkan hukum darinya, namun sejauh ini – sepanjang yang penulis ketahui – belum pernah disebut Muhammad Abduh sebagai seorang faqih (ahli hukum Islam). Penulis merasa perlu untuk mengetahuinya dan perlu meneliti dengan cermat bagaimana pemikiran fiqh-nya, maka melalui judul penelitian : ”PEMIKIRAN FIQH MUHAMMAD ABDUH (Suatu Studi Tentang Metode Istimbath Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Hukum dalam Tafsir al-Qur’an al-Hakim)” ini, penulis optimis dan berkeyakinan akan dapat mencapai sasaran dan mengetahui seberapa banyak pengaruh fiqh Muhammad Abduh terhadap kesimpulan-kesimpulan fiqh yang berkembang di dunia Islam dewasa ini.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka studi ini akan memfokuskan penelitian dan pengkajian terhadap teori fiqh (ushul fiqh) Muhammad Abduh yang erat hubungannya dengan proses pelaksanaan ijtihad dan penerapannya pada masalah-masalah yang terkait dengan pemurnian ajaran dan reformasi sikap dalam menghadapi dunia. Untuk itu bagian yang menjadi pusat perhatian adalah pokok-pokok bahasan dalam ushul fiqh yang akan dapat membuka cakrawala pemikiran terhadap ijtihad, sehingga melepaskan umat dari belenggu taqlid dan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah.Kemudian penerapan teori ini akan dilakukan pada beberapa topik bahasan fiqh dalam berbagai ragamnya.

Adapun persoalan pokok yang ingin ditemukan jawabannya pada akhir studi ini adalah :”Bagaimana bentuk, corak pemikiran fiqh Muhammad Abduh dan apa saja sumbangannya terhadap perkembangan hukum Islam.” Bertitik tolak dari persoalan pokok ini, maka studi ini akan berupaya meneliti :

1. Bagaimana pandangan Muhammad Abduh terhadap ijtihad dan bagaimana ia menyelesaikan setiap persoalan fiqh yang dihadapi.

2. Bagaimana corak ushul fiqh Muhammad Abduh dan sejauh mana konsistensinya dalam menerapkan metode yang telah digariskan dalam ushul fiqh.

3. Bagaimana hubungan Muhammad Abduh dengan madzhab fiqh yang ada dalam merumuskan pokok pikirannya.

4. Apa sumbangan Muhammad Abduh terhadap perkembangan hukum Islam.


C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian

Didasarkan pada permasalahan yang dikemukakan di atas, dapat penulis sampaiakan bahwa tujuan utama yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengungkan corak dan sifat pemikiran fiqh Muhammad Abduh dan ketokohannya dalam bidang ushul fiqh dan fiqh, serta konstribusinya dalam pengembangan hukum Islam di dunia Internasional. Karena corak pemikiran fiqh seseorang sangat erat hubungannya dengan pandangannya terhadap ijtihad, maka untuk mencapai tujuan utama tersebut penelitian ini akan berupaya menelusuri dan menemukan pandangan dan sikap Muhammad Abduh terhadap ijtihad, kemudian menentukan sejauh mana pengaruh pandangannya terhadap pemikian fiqhnya.

Terkait dengan pemikiran Muhammad Abduh diupayakan dalam penelitian ini mengungkap pola dan kecendrungan usul fiqh-nya serta konsistensi penerapannya dalam berbagai persoalan fiqh, khususnya dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum; ibadah, mu’amalat, munakahat, jinayat dan ekonomi Islam. Kemudian berkenaan dengan indepensi, maka penelitian ini akan berupaya menemukan bentuk dan pola hubungan antara pemikiran fiqh Muhammad Abduh dengan madzhab fiqh yang ada. Dan untuk mengetahui kontribusi pemikiran Muhammad Abduh terhadap perkembangan hukum Islam, maka penulis akan mengemukakan pemikiran pokok Muhammad Abduh dibandingkan dengan pemikiran fiqh yang berkembang di dunia Islam, mulai sebelumnya maupun sesudahnya.

Bila tujuan di atas telah tercapai, maka diharapkan hasil penelitian ini akan dapat memberikan informasi kepada peminat dan pemerhati hukum Islam tentang keberadaan Muhammad Abduh, sebagai seorang yang pada mulanya populer bukan sebagai seorang yang ahli di bidang hukum Islam. Tapi jelas akan tampak bagaimana Muhammad Abduh menolak taqlid dan menekankan pentingnya ijtihad dalam memelihara kemurnian dan aktualitas syari’at Islam sepanjang masa.

Di samping itu, penekanan kepada metode dan proses dari substansi hukum seperti yang dilakukan Muhammad Abduh, diharapkan akan mempunyai daya dorong tersendiri bagi umat Islam, khususnya para ulama mujtahid yang muncul kemudian, untuk mencari jawaban kepada sumbernya dari berbagai peristiwa hukum yang terjadi, sehingga hukum Islam akan selalu mampu berjalan seiring dengan perkembangan kemajuan peradaban umat manusia. Selain itu dari metode dan pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh akan tampak kontribusinya untuk pengembangan hukum Islam di dunia Islam.

E. Metode Penelitian


1. Sumber Data

Dalam menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian ini, metode utama yang dipergunakan adalah metode penelitian kepustakaan, dengan mempergunakan sumber-sumber kepustakaan yang ada kaitannya dengan masalah pokok penelitian yang sudah dirumuskan di atas, baik sumber primer maupun skunder. Sumber primer adalah karya Muhammad Abduh sendiri, terutama Tafsir al-Qur’an al-Hakim. Di samping itu tentu tidak melupakan karya-karya Muhammad Abduh yang lain, yaitu : al-Waridat, Wahdat al-Wujud, Syarh Nahj al-Balaghah, Falsafah al-Ijtima’iy wat Tarikh, Syarh Bashair Nashiriyyah, Risalat at-Tauhid, al-Islam wa an-Nashraniyyah ma’a al-’Ilm wal Madaniyyah, Tafsir Surat al-’Ashr dan Tafsir Juz ’Amma”.

Sebagai bahan analisa perbandingan dalam melihat sifat, bentuk dan corak pemikiran fiqh Muhammad Abduh digunakan data dari sumber skunder di bidang fiqh dan Ushul Fiqh. Di antara berbagai sumber skunder itu yang terpenting adalah kitab ar-Risalah karya asy-Syafi’iy, al-Muwafaqat, karya al-Juwainiy, Ahkamul Qur’an, karya Abu Bakr al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, karya Abu Bakr Ibn Arabiy, Ahkamul Qur’an karya al-Harasiy dan al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurthubiy dan lain-lain.

2. Pendekatan Analisis

Sehubungan dengan pokok persoalan yang dibahas dalam penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup kajian hukum Islam, lebih spesifik lagi fiqh dan ushul fiqh, maka penedekatan yang digunakan adalah pendekatan yang berlaku dalam ilmu ushul fiqh. Di dalamnya dikenal dengan dua pendekatan yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, yaitu pendekatan kaedah kebahasaan atau yang disitilahkan dengan al-Qawa’id al-lughawiyyah dan pendekatan kaedah makna atau diistilahkan dengan al-Qawa’id asy-Syar’iyyah atau Maknawiyyah.

Mengingat pokok-pokok pikiran yang ditawarkan Muhammad Abduh digali dan didasarkan pada al-Qur’an dan Hadits, yang keduanya adalah berbahasa Arab, maka penggunaan pendekatan kaedah kebahasaan adalah sangat tepat. Sedangkan untuk menganalisa metode pemikiran Muhammad Abduh, dalil-dalil yang digunakan, metode istimbath dan kesimpulan-kesimpulan yang diambilnya dalam berbagai persoalan digunakan pendekatan kaedah makna.

Kemudian untuk menarik kesimpulan dari temuan penelitian ini digunakan metode deduktif, induktif dan komparatif. Metode deduktif dipakai misalnya dalam menganalisis prinsip-prinsip hukum tentang ibadah, mu’amalah, munakahat dan jinayat yang ditawarkan oleh Muhammad Abduh. Sedang metode induktif digunakan seperti menghimpun berbagai kasus yang diangkat oleh Muhammad Abduh dalam kaitannya dengan prinsip hukum yang dipegangnya. Selanjutnya untuk melihat keberadaan Muhammad Abduh dalam pengembangan hukum Islam, maka pemikiran Muhammad Abduh diperbandingkan diprbandingkan dengan ulama lainnya, baik yang sebelumnya, semasa dengannya maupun yang muncul sesudahnya.


F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang berisi uraian tentang latar belakang pemikiran yang melandasi penelitian, permasalahan yang diangkat dalam penelitian, tujuan dan manfa’at penelitian, tinjauan literatur, metode penelitian yang akan dipergunakan serta sistematika penulisan.

Bab dua ini berisi pembahasan tentang Muhammad Abduh. Dalam hal ini penulis memulainya dengan menggambarkan dunia Islam pada akhir abad XIX, yang menjadi pemicu munculnya pemikiran-pemikiran baru dalam memahami ajaran Islam dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik yang datang dari dalam – kaum Muslimin sendiri -, maupun faktor yang datang dari luar kaum Muslimin. Kemudian diarahkan pembahasan kepada riwayat Muhammad Abduh, mulai dari asal usul keluarga, pendidikan sampai kepada perjuangannya dalam menegakkan pembaharuan pemikiran. Selanjutnya akan diterangkan guru-guru dan murid-murid Muhammad Abduh yang mendukung perjuangannnya sehingga dirasakan urgensinya dalam dunia Islam serta dijelaskan karya tulis Muhammad Abduh yang sangat banyak menggelitik pemikiran baru di dunia Islam, baik di Arab maupun non-Arab. Mengakhiri pembahasan dalam bab ini, penulis akan mengangkat ketokohan Muhammad Abduh di mata cendikiawan, baik Muslim maupun non-Muslim. Berisi komentar-komentar tentang Muhammad Abduh.

Bab tiga berisi teori fiqh Muhammad Abduh. Walaupun Muhammad Abduh tidak satu pun mewariskan karya tulis tentang Ushul Fiqh dan Fiqh, tapi di sini pemulis akan mencoba menggali informasi tentang dalil-dalil hukum menurut pandangan Muhamma Abduh, baik dalil-dalil al-muttafaq ’alaih (yang sudah disepakai oleh kaum Muslimin), maupun dalil-dalil Kemudian akan dijelaskan metode Istimbath hukum Muhammad Abduh, akan tampak di sisi pendapat-pendapat mujtahid sebelumnya yang banyak mempengaruhi ijtihadnya. Selanjutnya akan dibahas lapangan ijtihad menurut pandangan Muhammad Abduh, di sela-sela masih suburnya pendapat yang mengatakan ”pintu ijtihad sudah tertutup”. Lalu bab ini diakhiri dengan pelacakan dan pembahasan hasil Ijtihad Muhammad Abduh di dunia Islam, apakah banyak mempengaruhi atau mewarnai para ulama sesudahnya ketika mereka berijtihad atau ditolak mentah-mentah atau dijadikan pertimbangan dalam menetapkan suatu hukum.

Bab empat berisi analisis pemikiran fiqh Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Qur’an al-Hakim. Bab ini merupakan bab ini dalam disertasi ini, akan dimulai di sini pengenalan terhadap Kitab Tafsir al-Qur’an al-Hakim, ini perlu karena fokus kajian berlokasi pada kitab tersebut. Akan dijelaskan disini sejarah penulisan sampai kepada penamaannya. Kemudian akan dikemukakan sistematika Muhammad Abduh dalam menafsirkan al-Qur’an yang tertentu pada ayat-ayat hukum. Selanjutnya penulis akan menggali pemikiran fiqh Muhammad Abduh melalui penafsirannya terhadap ayat-ayat tentang ibadah; umpamanya tentang wudhu’, shalat, puasa, zakat dan haji. Lalu ayat-ayat tentang mu’amalah, di antaranya ayat-ayat tentang perdagangan, riba dan lainnya. Seterunya akan dijelaskan tafsiran tentang ayat-ayat munakahat, di antaranya ayat tentang penciptaan manusia, yang merupakan ayat pengantar tentang pembicaraan perkawinan dan ayat-ayat tentang poligami. Dianalisis juga pemikran fiqh Muhammad Abduh tentang ayat-ayat jinayat, kewjiban memotong tangan pencuri baik laki-laki maupun perempuan, demikian juga yang melakukan ancaman (teroris) dalam negeri. Analisis fiqh Muhammad Abduh akan ditutup dengan ayat-ayat ekonomi, walaupun nanti menurut penulis akan sangat sulit memisahkan antara ayat-ayat yang berbicara tentang mu’amalah dengan ayat-ayat yang berbicara tentang ekonomi, tinjauan akan diarahkan pada sosial budaya dan sosial politik. Bab ini akan ditutup dengan penelitian tentang relevansi hasil ijtihad Muhammad Abduh dengan mujtahid kontemporer, semacam Syeikh Yusuf Qaradhawiy dan Wahbah az-Zuhailiy di Timur Tengah dan Amir Syarifuddin dan Quraish Shihab di Indonesia.

Bab lima merupakan bab penutup diserttasi ini, mengemukakan temuan-temuan dari penelitian dan kajian yang sudah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dan akan disertai dengan saran-saran seperlunya.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan

BAB II : RIWAYAT HIDUP MUHAMMAD ABDUH

A. Potret Dunia Islam Pada Akhir Abad XIX
B. Riwayat Hidup, Pendidikan dan Perjuangan Muhammad Abduh
C. Guru, Murid dan Karya Tulis Muhammad Abduh
D. Ketokohan Muhammad Abduh

BAB III : TEORI FIQH MUHAMMAD ABDUH

A. Dalil-dalil Hukum Dalam Pandangan Muhammad Abduh
B. Metode Istimbath Hukum Muhammad Abduh
C. Lapangan Berijtihad Dalam Pandangan Muhammad Abduh
D. Hasil Ijtihad Muhammad Abduh di Dunia Islam



BAB IV : ANALISIS PEMIKIRAN FIQH MUHAMMAD ABDUH DALAM TAFSIR AL-QUR’AN AL-HAKIM

A. Mengenal Kitab Tafsir al-Qur’an al-Hakim
B. Sistematika Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Hukum
C. Fiqh Muhammad Abduh dalam Menafsirkan Ayat Tentang Ibadah
D. Fiqh Muhammad Abduh dalam Menafsirkan Ayat Tentang Mu’amalat
E. Fiqh Muhammad Abduh dalam Menafsirkan Ayat Tentang Munakahat
F. Fiqh Muhammad Abduh dalam Menafsirkan Ayat Tentang Jinayat
G. Fiqh Muhammad Abduh dalam Menafsirkan Ayat Tentang Ekonomi
H. Relevansi Ijtihad Muhammad Abduh dengan Fiqh Kontemporer

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran-saran

DAFTAR KEPUSTAKAAN
DAFTAR RIWAYAT


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Qur’an al-Karim

Abduh, Muhammad, Tafsir al-Qur’an al-Karim Juz ’Amma, (Kairo, Syarikah Sahimah Mishriyyah, 1341 H.)

--------------, Risalah at-Tauhid, (Kairo, Maktabah wal Mathba’ah ‘Ali Shabih wa Auladih, 1385 H.)

--------------, Al-Islam wa an-Nashraniyyah, ’Isa al-Babiy al-Halabiy, 1360 H.)

Abu Zahrah, Muhammad, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, (Kairo, Dar al-Fikr al-‘Arabiy, tt.).

--------------, Ushul al-Fiqh, (Kairo, Dar al-Fikr al-‘Arabiy, tt.).

Amin, Ahmad, Fajr al-Islam, (Kairo, Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1965).

--------------, Dhuha al-Islam, (Kairo, Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1976).

--------------, Zhuhr al-Islam, (Kairo, Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1979).

--------------, Zu’ama’ al-Ishlah fi al-‘Ashr al-Hadits, (Kairo, Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1979).

Aqqad, Abbas Mahmud, Muhammad Abduh, (Kairo, Al-Haiah al-Mishriyyah al-‘Ammah, 1969).

--------------, Haqaiq al-Islam wa Abathil Khushumih, (TK., Dar al-Qalam, 1966).

--------------, ‘Abqariyah al-Ishlah wa at-Ta’lim al-Ustadz al-Imam Muhammad Abduh, (TK., TP., 1969).

Al-Bahiy, Muhammad, Al-Fikr al-Islam al-Hadits, (Beirut, Dar al-Fikr, 1973).

Beyk, Muhammad al-Khudhariy, Tarikh at-Tasyri’ al-Islamiy, (Surabaya, Maktabah Ahmad Nabhan, tt.).

Adz-Dzahabiy, Muhammad Husain, At-Tafsir wal Mufassirun, (Kairo, Dar al-Kutub al-Haditsah, 1976).

Al-Hadidiy, Musthafa Mahmud, Ittijah at-Tafsir fi al-‘Ashr al-Hadits Mundzu ‘Ahd al-Imam Muhammad Abduh ila Msyru’ at-Tafsir al-Wasith, (Mesir, Majma’ al-Buhuts, tt.).

Hanafi, Ahmad, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1989)

Khallaf, Abdul Wahhab, ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (Kuwait, Dar al-Qalam, 1978).

--------------, Khulashah Tarikh Tasyri’ al-Islamiy, (Kuwait, Dar al-Qalam, tt.)

Mahmud, Muni’ Abd al-Halim, Manahij al-Mufassirin, (Beirut, Dar al-Kitab al-Lubnaniy, 1978).

Al-Muhtasib, Abd al-Majid Abd as-Salam, Ittijahat at-Tafsir fi al-‘Ashr al-Hadits, (Beirut, Dar al-Fikr, 1973).

Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta, UI Press, 1985).

Al-Qaththan, Manna’, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut, asy-Syirkah al-
Muttahidah, 1975).

Ar-Razzaq, Al-‘Urwatul Wutsqa, (Beirut, Dar al-Kitab al-‘Arabiy, 1970).

Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, (Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1346 H.).

--------------, Al-Wahyu al-Muhammadiy, (Kairo, Mathba’ah al-Manar, 1933).

--------------, Tarikh al-Usthadz al-Imam Muhammad Abduh, (Kairo, Mathba’ah al-Manar, 1319 H,)

Shalih, Shubhiy, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut, Dar al’Ilm li al-Malayin, 1977).

Shihab, M.Quraish, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung, Mizan, ).

--------------, Wawasan al-Qur’an, (Bandung, Mizan)

--------------, Tafsir al-Mishbah

Syahatuh, Abdullah Mahmud, Manhaj al-Imam Muhammad Abduh fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Kairo, Nashr ar-Rasail al-Jam’iyyah, 1341 H.).

Sumber:  http://sobhanlubis.blogspot.co.id/2011/01/pemikiran-fiqh-muhammad-abduh-suatu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar