*KEMBALI KEPADA Al-QUR'AN DAN ASSUNNAH*
*Oleh Suprizen, M.A.*
Ketua KMM Sumbar
Kembali (meruju') kepada Al-Qur'an dan Sunnah adalah kewajiban bagi setiap pribadi muslim, karena keduanya adalah petunjuk dan pedoman dalam mengarungi kehidupan di pentas bumi ini. Pertanyaannya adalah apa makna kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah itu?
Kalau kita melihat bahwa setiap para ulama mujtahid menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai dalil hukum yang utama, siapa saja tanpa terkecuali. Cuma ada yang kembali kepada makna teksnya semata (lafzhiyah/zahir) ada juga yang kembali kepada makna lain di luar teksnya (konteksnya).
Al-Qur'an dan Sunnah adalah bahan mentah yang perlu diolah (diformulasikan) kembali oleh para mujtahid, baik mujtahid fardi atau jama'i (kolektif), kemudian dipersembahkan kepada ummat sebagai pedoman. Sebab, sebuah teks punya makna hakikat dan majaz, satu kata banyak makna (musytarak), ada juga banyak kata satu makna (wujuh wa an-nazhair), ada teks yang secara zahir bertentangan, ada pemahamannya mafhum muwafaqah, ada juga mafhum mukhalafah, dll.
Kalau sekedar kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah teksnya semata, maka bisa jadi terkesan rancu dan menyimpang dari makna yang sesungguhnya, misalnya:
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ.
"Bunuhkah orang-orang kafir itu dimana saja berada." (QS. Al-Baqarah: 191)
Teks Al-Qur'an di atas menegaskan bahwa orang-orang kafir boleh dibunuh dimana saja kita jumpai mereka. Maka, nyawa orang-orang kafir dalam lingkungan umat Islam akan terus menerus terancam.
Kata "quru'" dalam QS. 2: 228 bermakna ganda, bisa bermakna suci bisa juga bermakna haid. Dari sana pendapat bisa berbeda dalam memahami sebuah teks Al-Qur'an.
Sebuah hadis menyatakan :
إذا جاءَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ، فَلْيَنْظُرْ، فَإنْ رَأَى في نَعْلَيَهِ أَذًى أَوْ قَذَراً فَلْيَمْسَحْهُ، وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا». أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ، وَصَحّحه ابْنُ خُزَيْمَةَ.
“Apabila seseorang di antara kamu mendatangi masjid hendaklah ia memperhatikan, jika ia melihat kotoran atau najis pada kedua sandalnya hendaklah ia membasuhnya dan shalat dengan memakai kedua sandalnya.” (HR. Abu Daud dan dinilai sahih oleh Ibnu Khuzaimah)
Secara teks hadis ini bisa menjadi pembenaran boleh shalat dalam masjid pakai sandal. Tidakkah rancu bila shalat pakai sandal di dalam masjid pada zaman moden saat ini?
Jadi, tidak dapat kita berkata bahwa kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah tanpa melalui pendapat para ulama, dan sangat keliru orang berkata, "Saya cukup Al-Qur'an dan Sunnah saja, tidak perlu pendapat orang."
Kembali menyegarkan pikiran. Wallahu a'lam..🙏🏻
Tidak ada komentar:
Posting Komentar