Kebutuhan ulama dalam organisasi Muhammadiyah sebenarnya sudah diusahakan sejak awal berdirinya. Kehadiran Kweek Schoel Moehammadijah, Madrasah Mu'allimin dan Mu'allimat Muhammadiyah, kemudian lahir pendidikan ulama tingkat tinggi yaitu Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah pada tahun 1968, adalah bukti perhatian Muhammadiyah terhadap kebutuhan ulama. Bahkan setelah dibentuknya Majelis Tarjih Muhammadiyah, posisi dan peran ulama bagi Muhammadiyah adalah pembawa sekaligus penjaga cita- cita yang paling strategis untuk melanjutkan dan mengembangkan Muhammadiyah.
Pentingnya ulama bagi Muhammadiyah tersebut terus mewujud dalam berbagai program dan kegiatan yang bermuara kepada usaha-usaha pengelolaan pendidikan Muhammadiyah yang ada yang diharapkan melahirkan kader-kader ulama dalam lingkungan Muhammadiyah. Selain itu beberapa putra-putri dan angkatan muda Muhammadiyah dikirim untuk studi belajar baik di dalam maupun ke luar negeri diharapkan setelah selesai bisa menjadi motor penggerak, pelangsung dan pelaksana perjuangan Muhammadiyah.
Oleh karena itu, agar impinan dan cita-cita Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam dan pembaharuan terwujud, maka dibutuhkan para kader ulama yang mengetahui, memahami dan memiliki ruh dan jiwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam “bervisi tajdid”. Sebuah visi Islam yang memperbaharui dan mencerahkan umat yang mendekatkan ḥablun minallāh dan ḥablun minannās, visi yang menyatukan antara kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat, visi ummatan wasathan, umat moderat yang lurus yang puritan terhadap persoalan ibadah dan akhirat serta modern terhadap permasalahan muamalah dan dunia. Selanjutnya kader ulama yang dilahirkan harus memahami Manhaj Tarjih, sebuah manhaj yang digunakan oleh para ulama Muhammadiyah dalam memecahkan setiap permasalahan hukum yang timbul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar