Rabu, 22 Januari 2020

Sejarah Ushul Fiqh Masa Tabi’in antara Madzhab Irak (Ra’yu) dan Hijaz (Hadits)

Sejarah Ushul Fiqh
Masa Tabi’in antara Madzhab Irak (Ra’yu) dan Hijaz (Hadits)
Oleh: Aya S. Miza

Pendahuluan
Dari beberapa orang penduduk hims yang merupakan sahabat mu’adz bin jabal. Bahwa
Rasulullah Saw ketika akan mengutus mu’adz bin jabal ke yaman beliau bersabda:
Bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang dihadapkan
padamu? Mu’adz menjawab, “Saya akan memutuskan menggunakan kitab Allah”. Beliau
bersabda: “Seandainya engkau tidak mendapatkannya dalam kitab Allah?”, Mu’adz
menjawab: “Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah Saw”. Beliau bersabda
lagi:”Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam sunnah Rasulullah Saw serta dalam
kitab Allah?”, Mu’adz menjawab:”Saya akan berijtihad menggunakan pendapat saya, dan
saya tidak akan mengurangi”. Kemudian Rasulullah Saw menepuk dadanya seraya berkata:
segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah untuk
melakukan apa yang membuat senang Rasulullah. (HR.Abu Daud)

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan syari’atNya melalui Nabi Muhammad
Saw untuk disampaikan kepada umatnya. Al-qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang telah
diturunkan kepada Nabi Saw melalui pelantara Jibril, disamping itu juga kedudukan
Rasulullah dimata para sahabatnya sangatlah tinggi, karena beliau adalah orang yang
memiliki otoritas tertinggi dalam menafsirkan dan menetapkan suatu hukum. Oleh karena itu
Al-qur’an dan Sunnah Nabi menjadi patokan utama dalam menetapkan perundang-undangan
Islam.

Saat para sahabat mencari status hukum suatu perbuatan yang dilakukan oleh mereka,
lalu mereka tidak mendapatkan dalil dari Al-qur’an maka mereka langsung merujuk kepada
Nabi Saw sebagai sumber pemberi hukum yang berdasarkan wahyu ilahi. Akan tetapi saat situasi dan kondisi mereka berjauhan dengan nabi, sedangkan mereka dihadapkan dengan
suatu kasus yang mengharuskan mereka segera menetapkan hukumnya, lalu mereka tidak
mendapatkan dalil wahyu maka mereka berusaha semaksimal mungkin untuk berijtihad
dengan pemahaman mereka terhadap Al-qur’an dan As-sunnah.

Dalam proses pemahaman terhadap Al-qur’an dan As-sunnah mereka menggunakan
perangkat suatu ilmu yaitu Ushul Fiqh. Keberadaan Ushul Fiqh dalam Islam sangatlah
dibutuhkan, karena ushul fiqh sebagai metode serta proses dalam pengambilan hukum yang
bersumber kepada Al-qur’an dan As-Sunnah. Di masa Nabi Saw dan sahabat ushul fiqh
belum tersusun secara sistematis serta belum dibukukan karena pada masa tersebut para
sahabat masih bersama rasulullah Saw, jika ada suatu kasus mereka biasa langsung bertanya
pada rasulullah atau rasulullah sendiri yang memberikan putusan, baik berdasarkan wahyu
dan ijtihad beliau atas kasus tersebut tanpa ditanya oleh para sahabat.

Setelah rasulullah Saw wafat, kemudian Islam mulai tersebar keberbagai daerah dan
wilayah luar madinah serta para sahabat yang berada di madinah satu persatu mulai diutus
oleh para khalifah ke berbagai wilayah di luar madinah untuk berdakwah menyebarkan Islam
dan mereka menetap di wilayah tersebut. Seiring berjalannya waktu Islam mulai berkuasa di
beberapa wilayah, disamping itu mulai muncul berbagai kasus baru yang belum pernah terjadi
dan belum pernah ditemukan di masa Nabi Saw yang mengharuskan mereka mengerahkan
segala kemampuan untuk menetapkan hukum.

Dengan tersebarnya para sahabat ke berbagai wilayah di luar madinah, serta banyak
kasus-kasus baru yang belum pernah terjadi di masa nabi dan sahabat, maka mulai lah masa
tersebut menuju masa keemasan dan yang menjadi cirinya adalah corak pemikiran atau
metedologi yang berbeda dalam menetapkan hukum sehingga berdirilah madrasah-madrasah
Islam diberbagai wilayah jajahan Islam diantaranya yang paling terkenal adalah Madrasah
Hijaz dan Irak.

BAB II
Perkembangan Ushul Fiqh pada Masa Tabi’in

A.    Perkembangan Ushul Fiqh pada Masa Tabi’in.

Periode ini dimulai pada akhir abad pertama dan permulaan abad kedua Hijriah, serta
abad kedua ini juga dinamakan masa keemasan bagi syari’at Islam, karena pada masa ini lah
tumbuh dan berkembangnya pemikiran para tabiin dan mencapai kematangan dalam syariat.
Pada masa tersebut, Kekuasaan Islam mulai meluas keberbagai wilayah diantaranya
ke sebelah timur negeri china dan barat negeri andalusia, serta saat kawasan tersebut sudah
dikuasai oleh kaum muslimin para khalifah mulai mengutus para ahli ilmu diantara mereka
keberbagai wilayah untuk mengajarkan syariat ke wilayah kekuasaan Islam. Mereka para ahli
ilmu dihadapkan dengan budaya dan geografis yang berbeda dari biasanya sehingga mereka
harus beradaptasi dengan tempat baru tersebut dan mereka menerapkan perundang-undangan
ditempat baru tersebut yang bersumberkan al-Qur’an dan Hadits serta fatwa para sahabat.

B. Situasi Politik Pada Masa Tabi’in
Saat Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah ketiga, pada waktu itu mulai timbul
benih-benih perpecahan diantara kaum muslimin yang menyebabkan situasi politik Islam
pada waktu itu sedikit demi sedikit mulai memanas. Setelah terbunuhnya ustman, sahabat ali
diangkat menjabat sebagai khalifah ke empat, di saat itu pula situasi politik pada masa itu
semakin memanas, ditandai dengan munculnya kelompok yang bersebrangan dengan
pemerintahan ali yaitu khawarij.

Terkait dengan situasi politik yang semakin memanas, maka seiring berjalannya
waktu, situasi tersebut memanjang sampai pada putranya hasan dan husein bin ali. Keadaan
tersebut menyebabkan banyaknya berita-berita dusta yang disandarkan kepada nabi demi
kepentingan kelompoknya masing-masing, seperti khawarij, syi’ah, dll.

Diantara sebab memanasnya kondis politik pada masa itu mengakibatkan banyaknya
pemikiran-pemikiran yang menyimpang serta menyeleweng dari al-jama’ah umumnya,
mereka lebih mengutamakan merujuk kepada akalnya sendiri dari pada Al-Qur’an dan As[1]
Sunnah. Seperti kelompok khawarij mereka berlebih-lebihan dalam akidah, ibadah, serta
muamalah, sedangkan kelompok syi’ah berlebih lebihan dalam membela ali. Kelompok
tersebut membela diri dengan menggunakan akal dan syahwatnya demi kepentingan siyasat
kelompok. Pemikiran-pemikiran mereka yang menyimpang dari al-jama’ah tersebut
menyebar keberbagai wilayah di luar madinah, seperti syam, kufah, basrah dll.

B.     Tradisi Islam dalam Mengirimkan Ahli Ilmu keberbagai Daerah
C.      
Diantara tradisi Islam pada masa Rasulullah adalah dengan mengirimkan para ahli
ilmu keberbagai kawasan kekuasaan Islam untuk menyampaikan risalah wahyu ilahi.
Sebagaimana pada masa Nabi dengan mengutus mu’adz bin jabal ke yaman, hingga tradisi
tersebut dilanjutkan oleh para sahabatnya diantaranya pada masa kekhalifahan umar bin
khatab, ia mengutus ibnu mas’ud ke kufah: “Bahwasanya aku telah mengutus kepada kalian
yaitu abdullah bin mas’ud sebagai seorang yang berilmu sekaligus sebagai mentri
kekhalifahan, serta aku mengutamakannya atas diriku untuk kalian, maka ambilah ilmu
darinya”.

Disamping mengutus para ahli ilmu keberbagai wilayah, khalifah juga tidak lupa
untuk memerintahkan sebagian para ahli ilmu agar menetap di kota madinah. Diantara
kawasan yang menjadi peradaban Fiqh pada masa itu ialah:

1. Madinah
Madinah merupakan pusat dakwah dari masa nabi hingga para sahabatnya, disanalah
pusatnya kegiatan para sahabat menimba ilmu dan menerima hadits Nabi Saw sebelum
mereka diutus keberbagai wilayah. Mereka satu sama lain saling meriwayatkan hadits yang
bersumber dari Nabi Saw. Diantara para sahabat yang menetap di madinah adalah: Umar bin
Khatab, Ali bin abi Thalib, Abdullah bin Umar dan zaid bin tsabit. Sedangkan para tabi’in
yang paling terkenal menjadi murid para sahabat yang ada di madinah dinataranya sa’id bin
al-musayyab dan urwah bin zubai, muhammad bin syihab az-zuhri, yahya bin sa’id.

2.Makkah
Diantara ahli ilmu yang menjadi tokoh di makkah pada waktu itu ialah Abdullah bin
abbas. Sedangkan para tabi’in yang paling terkenal menjadi murid para sahabat yang ada di
makkah diantaranya, ikrimah, mujahid, dan ‘atha, sufyan bin ‘uyainah.

3. Kufah
Para sahabat yang tinggal di madinah sebagiannya menyebar ke berbagai daerah
diantaranya kufah sebagai tempat penyebaran Islam. Diantara tokoh-tokohnya adalah
Abdullah bin mas’ud, sa’ad bin abi waqqas, amr bin yasir, abu musa al-asy’ariy, al-mughirah
bin syu’bah, anas bin malik, hudzaifah bin al-yaman, imran bin hasin. Sedangkan para tabi’in
yang paling terkenal menjadi murid para sahabat yang ada di kufah diantaranya, alqamah bin
qais, ibrahim an-nakhai’, dan abu hanifah.

4. Mesir
Diantara sahabat yang menjadi tokoh di Mesir pada waktu itu ialah Abdullah bin amr
bin ‘ash, Sedangkan para tabi’in yang paling terkenal menjadi murid para sahabat yang ada
di mesir dintaranya yazid bin hubaib

5. Syam
Dintara para sahabat yang menjadi tokoh di syam adalah mu’adz bin jabal, abu darda,
dan ubadah. Sedangkan para tabi’in yang paling terkenal menjadi murid para sahabat yang
ada di syam diantaranya, abu idris al-khulai’, umar bin abdul aziz, dan raja bin haiwah.

6. Yaman
Diantara para sahabat yang menjadi tokoh di yaman adalah mathraf bin mazin,
abdurrazaq bin humam, dan hisyam bin yusuf.

Inilah beberapa kawasan terkenal yang menjadi tempat peradaban fiqh pada masa itu.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu ibu kota kekhalifahan mulai berpindah yang asalnya
dari madinah menjadi kufah. Serta madinah dan kufah menjadi arus utama kawasan
peradaban fiqh yang terkenal pada waktu itu karena memiliki corak pemikiran yang berbeda
dalam fiqh.

Kedua kawasan tersebut menjadi sorotan kaum muslimin, karena madinah sebagai
tempat pusat dakwah nabi dan para sahabat, disanalah hadits banyak diriwayatkan.
Sedangkan kufah menjadi ibu kota kekhilafahan yang asalnya dari madinah berpindah ke kota
kufah dan sebagian para sahabat tinggal di kota tersebut sebagai pemimpin sekaligus Ulama.

D.    Sumber Hukum pada Masa Tabi’in.
E.      
Saat Rasulullah Saw mengutus salah satu sahabatnya yaitu muadz bin jabal ke yaman
ia bertanya kepada muadz dengan beberapa pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan
olehnya jika ia dihadapkan dengan suatu peradilan, jawaban muadz yang pertama ialah
dengan al-Quran, lalu kalau tidak mendapatkan dari al-Quran, maka ia memutuskannya
dengan sunnah Rasulullah, dan yang terakhir kalau ia tidak mendapatkan dari al-Quran dan
as-sunnah, maka ia menjawab dengan ijtihad pendapatnya sendiri. Inilah 3 pertanyaan dari
rasulullah yang dijawab oleh mua’adz bin jabal saat dirinya akan diutus ke yaman.
Al-Qur’an dan As-Sunnah menjadi dua sumber utama dalam menetapkan hukum
Islam. Keduanya memiliki posisi yang sangat penting ditengah-tengah kaum muslimin. Saat
Rasulullah wafat banyak kasus-kasus baru yang ditemukan oleh para sahabat, beberapa kasus
dapat mereka putuskan karena terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan pada kasus
yang lain mereka tidak mendapatkan keterangan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam
kaitan ini ada 2 Madrasah besar yang memiliki sumber serta metodologi yang berbeda setelah
Al-Qur’an dan As-sunnah, diantaranya:

1. Hijaz
Hijaz merupakan tempat dimana para sahabat menimba ilmu di masa Rasulullah
masih hidup, kawasan tersebut menjadi pusat perhatian kaum muslimin lantaran di sanalah awal mula peradaban ilmu dibangun. Pada waktu itu para sahabat yang pernah menyertai nabi
dan mendengar sabda nabi, mereka saling meriwayatkan hadits kepada sahabat yang lainnya,
sedangkan pada masa itu hadist belum dibukukan seperti sekarang karena para sahabat
disibukan dengan fitnah dan kelompok-kelompok yang pemikirannya menyimpang dari
Islam.

Sumber hukum yang dipakai oleh sahabat yang ada hijaz ialah al-qur’an dan as[1]
sunnah. Saat mereka menemukan suatu kasus mereka segara mencari nashnya di dalam al[1]
qur’an karena pada waktu itu al-qur’an teah ditadwin pada masa ustman, sedangkan bila tidak
ditemukan di dalam nash al-qur’an, maka mereka merujuk kepada sunnah Nabi Saw, dengan
cara saling menanyakan kepada sahabat yang lain diantara mereka, ada yang menyatakan
bahwa mereka pernah melihat atau mendengar Nabi Saw tentang kasus tersebut sehingga
mereka saling meriwayatkan hadist. Tradisi saling menanyakan tersebut terus berlanjut
sehingga banyak para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits dari Nabi Saw serta
memudahkan mereka untuk menetapkan hukum yang bersumber pada sunnah jika tidak
terdapat dalam al-qur’an. Oleh karena itu, para ulama hijaz pada waktu itu sangat berpegang
teguh kepada al-qur’an dan sunnah sebagai sumber rujukan utama dalam menetapkan suatu
hukum. Semakin banyaknya hadits Nabi yang diriwayatkan oleh para sahabat, maka para
murid sahabat yaitu tabi’in mereka menjadikan al-qur’an dan as-sunnah sebagai sumber
utama dalam menetapkan hukum, jika tidak terdapat di dalam kedua sumber tersebut mereka
merujuk kepada keputusan sahabat yang berlandaskan al-qur’an dan as-sunnah.

2. Kufah
Pada masa itu jarak antara kufah dengan madinah sangatlah jauh, hanya ada beberapa
sahabat yang tinggal di kufah dan jarang sekali mereka menerima hadist dari sahabat
madinah. Dilihat dari aspek adat dan lingkungan kufah sangatlah berbeda dengan madinah,
mereka para sahabat yang ada dikufah dihadapkan dengan berbabagi macam persoalan
sedangkan yang meriwayatkan hadits diantara mereka sangatlah sedikit. Mereka dihadapkan
dengan kasus-kasus baru yang belum pernah ditemukan di masa nabi, saat mereka hendak
memutuskan suatu hukum maka mereka merujuk kepada al-qur’an, akan tetapi sedikit sekali
mereka menemukan nash yang berkaitan langsung dengan kasus yang sedang mereka hadapi, kemudian mereka bertanya kepada sahabat lain apakah ada dikalangan sahabat kufah yang
menerima riwayat dari nabi, akan tetapi hasil tersebut sangatlah kecil sedangkan pada masa
itu hadits belum dibukukan dalam sebuah catatan, maka mereka berusaha semaksimal
mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan mereka mengambil keputusan dengan
menggunakan pikiran mereka dengan cara mencari illat dari suatu hukum yang pernah
mereka putuskan yang disebut dengan qiyas. Disamping itu mereka juga dihadapkan dengan
kelompok-kelompok yang lebih mendahulukan akal dibandingkan dengan al-qur’an dan
sunnah, seperti khawarij, syi’ah, murji’ah dan kelompok lain yang menyimpang , serta
mereka banyak meriwayatkan hadits-hadist palsu yang mengatasnamakan nabi demi
kepentingan kelompok mereka. Maka para sahabat dan murid-muridnya mencoba melawan
dengan menggunakan akal mereka saat mereka berhadapan dengan kelompok-kelompok
ekstrimis pada masa itu.

Oleh hal itu para sahabat dan muridnya yang ada di kufah mereka menggunakan al[1]
qur’an dan sunnah ditambah dengan qiyas untuk menetapkan suatu hukum. Kesimpulan
Setelah melalui berbagai dinamaka maka ushul fiqh di masa sahabat dan tabi’in mengalami
perkembangan dan pematangan dengan munculnya metodologi atau sumber baru dalam
menetapkan suatu hukum yaitu al-qur’an, sunnah, ijma, serta qiyas.

Munculnya sumber ke 3 dan 4 tersebut memiliki latar belakang karena kondisi pada waktu
itu Islam sudah menyebar keberbagai wilayah, para sahabat yang ada di luar madinah
sedikit sekali yang meriwayatkan hadits dan jarang menerima hadist dari sahabat madinah,
suasana politik yang mulai memanas serta munculnya kelompok-kelompok yang ekstreme
pada masa itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar