Rabu, 22 Januari 2020

Mengapa Perlu Faham Agama dalam Muhammadiyah?


Mengapa Perlu Faham Agama dalam Muhammadiyah?

Oleh: Dr. H. Afifi Fauzi Abbas, MA




Seperti yang sering dikatakan oleh Haidar Nashir (Ketua PP Muhammadiyah) : salah satu masalah dan tantangan yang kini menjadi perhatian dan sekaligus menjadi kegelisahan warga Muhammadiyah ialah masuknya faham lain yang membawa muatan idiologi dan politik ke dalam rumah persyarikatan Muhammadiyah. Kenyataan tersebut ditandai oleh munculnya sejumlah kecendrungan yang antara lain :
Pertama, sebagian anggota Muhammadiyah atau yang berada di lingkungan persyarikatan ikut mendukung atau menyebarkan faham lain tersebut dengan asumsi faham tersebut dipandang baik karena membawa panji-panji Islam. 

Kedua, orang-orang yang berada di amal usaha persyarikatan malah menjadi pengikut dan bahkan menjadi penggerak faham lain tersebut, padahal ladang ma’isyah-nya ada di Muhammadiyah.
Ketiga, terdapat anggota Muhammadiyah atau angkatan muda Muhammadiyah yang terang-terangan eksodus ke faham organisasi lain. 

Keempat, semakin dikembangkannya opini bahwa Muham-madiyah bukanlah organisasi Islam yang kondusif bagi cita-cita Islam, bahkan dipandang tidak Islami menurut kacamata Islam yang mereka fahami. 

Memang kenyataan tersebut sebagi sesuatu yang ironis, meski secara idiologis mereka-mereka tersebut tidak lagi sefaham dengan Muhammadiyah, akan tetapi banyak di antara mereka yang masih saja menggan-tungkan penghidupan dan mencari makan di amal usaha Muhammadiyah, bahkan secara politis menjadikan Muhammadiyah sebagai batu loncatan untuk kepentingan politik mereka.

Dalam bidang keagamaan banyak juga warga persyarikatan atau yang bekerja di amal usaha Muhammaadiyah, bahkan ada yang menjadi pimpinan dalam Muhammadiyah tidak mengerti
tentang faham agama dalam Muham-madiyah, sehingga praktek keagamaannya banyak yang menyimpang, atau tidak sejalan dengan faham agama Muhammadiyah.

Muhammadiyah adalah GERAKAN ISLAM dengan dasar keyakinannya Al-ISLAM, ruh yang menggerakkannya adalah ISLAM, yang digerak-kannya juga adalah ISLAM, sifat-sifat dan bentuk gerakannya  juga ISLAM. Maksud dan tujuannya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi ISLAM, sehingga terwujud masyarakat ISLAM yang sebenar-benarnya (utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT). 

Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam berada dalam dinamika faham yang beragam di negeri ini, bahkan dalam konteks global ia berhadapan dengan gerakan-gerakan Islam lainnya di dunia. 

Pemahaman Muham-madiyah tentang al-Islam pada hakikatnya adalah bagaimana cara meng-implementasikan pemikiran yang dimiliki dan dikembangkan oleh pendiri Muhammadiyah, yakni
pemikiran tentang bagaimana cara  hendak melaksanakan al-Islam, yang agama Allah itu secara sungguh-sungguh dan apabila agama Allah yang diyakini kebenarannya ini diamalkan secara bersungguh-sungguh dengan pemikiran-pemikiran yang benar, niscaya akan betul-betul dapat membahagiakan pada setiap muslim pada umumnya.

K.H.Ahmad Dahlan ingin mengajak orang untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh dalam bentuk karya nyata. Beliau belum merasa puas dan senang apabila  pemahaman Islam yang sudah dimiliki tidak terlaksana dalam konteks kehidupan sehari-hari. Muhammadiyah adalah gerakan Islam, sifat Islam itu sendiri bergerak. Jika ada umat atau anggota persyarikatan yang tidak bergerak atau hanya statis saja, atau malah mengikuti faham lain, maka yang demikian itu merupakan indikasi dari tentang :

adanya kekurangan, adanya kesalah fahaman, atau adanya ketidak benaran. Kekurangan, kesalahan fahaman atau ketidak benaran tersebut bisa berupa ; belum meresapnya ajaran Islam di dalam jiwanya, atau juga mungkin disebabkan oleh adanya hal-hal lain yang mencampuri Islamnya (tahayyul, bid’ah dan khurafat), sehingga Islamnya menjadi beku (statis).  Akan tetapi manakala ajaran Islam dilaksanakan secara baik, benar dan konsekwen, pasti Islam tersebut bergerak. Bergerak menuju ke arah yang bermanfaat, dan tidak akan mencelakakan masyarakat, bahkan dapat membahagiakannya.

K.H.Ahmad Dahlan membangun Muhammadiyah bukannya disandarkan pada suatu teori-teori sosial yang terlebih dahulu dirumuskan secara ilmiah dan sistematis. Akan tetapi didasarkan pada apa yang diresapinya dari hasil pemahamannya tentang agama Islam yang bersumber pada al-Quran dan al-Hadis yang segera beliau wujudkan dalam bentuk amalan nyata.

Beliau mendirikan Muhammadiyah dengan maksud untuk menja-dikannya :

1. Sebagai sarana dan alat umat Islam bersama-sama untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajiban agamanya,
2. Sebagai sarana dan alat bersama guna menjalankan perintah dan ajaran Islam yang sebenarnya, seutuhnya, sebagaimana telah diajarkan dan diberikan contoh teladannya oleh nabi  Muhammad SAW.
3. Muhammadiyah juga dibangun untuk menggerakan dan menggembira-kan umat Islam yang telah berhimpun dalam Muhammadiyah, bersama-sama mensyiarkan agama Islam kepada segenap umat manusia.
Dengan demikian KHA Dahlan lebih tepat dikatakan sebagai seorang Ulama praktisi, bukan ulama teoritisi. Pada masa awal berdirinya Muham-madiyah keadaan yang semacam itu tidaklah mengaburkan penghayatan seseorang terhadap Muhammadiyah, baik orang dalam maupun orang luar Muhammadiyah yang ingin memahami Muhammadiyah. Mereka akan dengan mudah dapat memahami Muhammadiyah yang seperti demikian.

Akan tetapi akan menjadi lain halnya ketika Muhammadiyah sudah semakin berkembang dan pengikut serta simpatisannya sendiri semakin banyak dan luas, serta jarak mereka dari sumber gagasan semakin jauh. Hal ini menyebabkan terjadinya kekaburan penghayatan terhadap dasar-dasar pokok dan cita-cita yang menjadi daya pendorong KHA Dahlan dalam menggerakan persyarikatan Muhammadiyah.

Perkembangan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak henti-hentinya membuat manusia terkagum-kagum dan menjadikan dunia ini semakin  sempit.Terjadilah akulturasi budaya, perge-seran nilai yang menyebabkan lahirnya masyarakat baru yang kadangkala merasa asing dengan kultur dan budaya serta nilai yang selama ini mereka yakini. 

Muncullah gaya hidup yang permisif, hedonis, yang mementingkan kebahagiaan sesaat, kebahagiaan duniawi, lupa dengan kehidupan akhirat. Hal ini juga menimpa dan menggejala dalam kehidupan masyarakat Muhammadiyah. Oleh sebab itu tentu ada baiknya untuk kita renungkan kembali, dan kaji kembali secara mendalam tanpa kenal henti tentang :

· apa sesungguhnya arti hidup ini,
· mau kemana kita sesungguhnya,
· bagaimana seharusnya kita merespon perubahan-perubahan tersebut, dan
· bagaimana kita harus menyikapinya.

Dalam konteks inilah barangkali relevan untuk kita kaji  kembali bagai-mana konsep/pemahaman dan pemikiran keagamaan serta langkah-langkah yang dilakukan Muhammadiyah, terutama dalam merespon berbagai persoalan hidup yang dihadapi oleh masyarakat dengan tetap berpegang teguh kepada al-Quran dan al-Sunnah. Apapun yang dibicarakan, diputus-kan dan dikerjakan dalam Muhammadiyah haruslah mempunyai dasar yang kuat dan jelas, yang bersumber kepada al-Quran dan al-Sunnah.

Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama  Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak Nabi Adam a.s, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup zaman Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat  Allah kepada ummat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi.

Ditulis Ulang Oleh: Aya S. Miza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar