Perlu kita ingat bahwa nama-nama para Sahabat yang tercantum pada
hadits, pada umumnya mereka berposisi sebagai perawi, bukanlah
menyampaikan pemahaman atau hasil ijtihad atau istinbat mereka melainkan
para Sahabat sekedar mengulangi kembali apa yang diucapkan oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Zaid bin Tsabit RA berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah membaguskan rupa orang yang mendengar Hadits dariku, lalu dia menghafalnya -dalam lafadz riwayat lain : lalu dia memahami dan menghafalnya- kemudian dia menyampaikannya kepada orang lain. Terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya,dan terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) tidak memahaminya” (Hadits ShahihRiwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban,at-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir, dan imam-imam lainnya).
Dari hadits tersebut kita paham memang ada perawi (para Sahabat) yang sekedar menghafal dan menyampaikan saja tanpa memahami hadits yang dihafal dan disampaikannya.
Jadi pendapat atau pemahaman para Sahabat tidak bisa didapatkan cuma dari membaca hadits.
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab berkata :
المجموع شرح المهذب - (ج 1 / ص 55)
وليس له التذهب بمذهب أحد من ائمة الصحابة رضى الله عنهم وغيرهم من الاولين وان كانوا أعلم وأعلا درجة ممن بعدهم لانهم لم يتفرغوا لتدوين العلم وضبط اصوله وفروعه فليس لاحد منهم مذهب مهذب محرر مقرر وانما قام بذلك من جاء بعدهم من الائمة الناحلين لمذاهب الصحابة والتابعين القائمين بتمهيد أحكام الوقائع قبل وقوعها الناهضين بايضاح اصولها وفروعها كمالك وأبى حنيفة وغيرهما
“Dan tidak boleh bagi orang awam bermazhab dengan mazhab salah seorang dari pada imam-imam di kalangan para Sahabat radhiallahu ‘anhum dan selain mereka dari generasi awal, walaupun mereka lebih alim dan lebih tinggi darajatnya dibandingkan dengan (ulama’) selepas mereka. Hal ini karena mereka tidak meluangkan waktu sepenuhnya untuk menyusun ilmu dan meletakkan prinsip-prinsip asas (dasar) dan furu’ (cabangnya). Tidak ada salah seorang dari mereka (para Sahabat) sebuah mazhab yang dianalisa dan diakui. Sedangkan para ulama yang datang setelah mereka (para Sahabat) merupakan pendukung mazhab para Sahabat dan Tabien dan kemudian melakukan usaha meletakkan hukum-hukum sebelum berlakunya perkara tersebut, dan bangkit menerangkan prinsip-prinsip asas (dasar) dan furu’ (cabang) ilmu seperti (Imam) Malik dan (Imam) Abu Hanifah dan selain dari mereka berdua.”
Hal yang perlu kita ingat selalu bahwa ketika orang membaca hadits maka itu adalah pemahaman orang itu sendiri bukan pendapat atau permahaman para Sahabat.
Mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman para Sahabat berijtihad dengan pendapatnya sendiri terhadap hadits yang mereka baca. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka ketahui dan sampaikan adalah pemahaman para Sahabat.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atas namakan kepada para Sahabat. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah dan kekurangajaran terhadap para Sahabat.
Wallahu A'lam.............
Zaid bin Tsabit RA berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah membaguskan rupa orang yang mendengar Hadits dariku, lalu dia menghafalnya -dalam lafadz riwayat lain : lalu dia memahami dan menghafalnya- kemudian dia menyampaikannya kepada orang lain. Terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya,dan terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) tidak memahaminya” (Hadits ShahihRiwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban,at-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir, dan imam-imam lainnya).
Dari hadits tersebut kita paham memang ada perawi (para Sahabat) yang sekedar menghafal dan menyampaikan saja tanpa memahami hadits yang dihafal dan disampaikannya.
Jadi pendapat atau pemahaman para Sahabat tidak bisa didapatkan cuma dari membaca hadits.
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab berkata :
المجموع شرح المهذب - (ج 1 / ص 55)
وليس له التذهب بمذهب أحد من ائمة الصحابة رضى الله عنهم وغيرهم من الاولين وان كانوا أعلم وأعلا درجة ممن بعدهم لانهم لم يتفرغوا لتدوين العلم وضبط اصوله وفروعه فليس لاحد منهم مذهب مهذب محرر مقرر وانما قام بذلك من جاء بعدهم من الائمة الناحلين لمذاهب الصحابة والتابعين القائمين بتمهيد أحكام الوقائع قبل وقوعها الناهضين بايضاح اصولها وفروعها كمالك وأبى حنيفة وغيرهما
“Dan tidak boleh bagi orang awam bermazhab dengan mazhab salah seorang dari pada imam-imam di kalangan para Sahabat radhiallahu ‘anhum dan selain mereka dari generasi awal, walaupun mereka lebih alim dan lebih tinggi darajatnya dibandingkan dengan (ulama’) selepas mereka. Hal ini karena mereka tidak meluangkan waktu sepenuhnya untuk menyusun ilmu dan meletakkan prinsip-prinsip asas (dasar) dan furu’ (cabangnya). Tidak ada salah seorang dari mereka (para Sahabat) sebuah mazhab yang dianalisa dan diakui. Sedangkan para ulama yang datang setelah mereka (para Sahabat) merupakan pendukung mazhab para Sahabat dan Tabien dan kemudian melakukan usaha meletakkan hukum-hukum sebelum berlakunya perkara tersebut, dan bangkit menerangkan prinsip-prinsip asas (dasar) dan furu’ (cabang) ilmu seperti (Imam) Malik dan (Imam) Abu Hanifah dan selain dari mereka berdua.”
Hal yang perlu kita ingat selalu bahwa ketika orang membaca hadits maka itu adalah pemahaman orang itu sendiri bukan pendapat atau permahaman para Sahabat.
Mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman para Sahabat berijtihad dengan pendapatnya sendiri terhadap hadits yang mereka baca. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka ketahui dan sampaikan adalah pemahaman para Sahabat.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atas namakan kepada para Sahabat. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah dan kekurangajaran terhadap para Sahabat.
Wallahu A'lam.............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar