Senin, 09 Februari 2015

Markaz Ushuli: Perbedaan Fikih Akibat Dari Perbedaan Ijtihad Ulama

Pagi ini, Senin 9 Februari 2015 telah dilangsungkan kajian keislaman di Markaz Ushuli Karangkajen Yogyakarta. Kali ini masih melanjutkan tema sebelumnya, yaitu ngaji kitab Bidayatul Mujtahid karya fakih, ushuli dan failusuf Ibnu Rusyd al-Andalusi. Buku fikih perbandingan tersebut dikupas secara sistematis untuk kemudian dilakukan diskusi bersama.

Dalam forum diskusi banyak dibahas mengenai sebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Hal ini bisa dilihat misalnya dari perbedaan mereka terkait dengan ibadah mahdhah, dalil yang ma’qulatul makna dan ghoiru ma’na. Juga terkait dengan sebab-sebab terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama, utamanya yang disebabkan dari perbedaan sistem istidlal.

Terkait dengan sistem istidlal ini, bisa dilihat dari perbedaan ulama terkait dengan ilal ma’lul, maqashid, ushul furu’ dan lain sebagainya. Perbedaan pandangan tadi sangat berpengaruh terhadap hasil ijtihad. Artinya, secara praktis, akan terjadi perbedaan dalam ranah ilmu fikih.

Persoalan juga tidak berhenti sampai di sistem istidlal saja. Namun juga masuk ke dalam validitas nas dan keshahihan nas. Terkadang ada ulama mengamalkan suatu perbuatan dan sesuai dengan hadis shohih bukan berarti perbuatan tersebut dapat membuat suatu hadis menjadi shahih. Begitu juga sebaliknya, dalil shahih yang kemudian tidak diketahui oleh orang awam, tidak serta mertakemudian ia menjadi dalil yang lemah.
  
Dalam berijtihad pun, seorang ulama tidak terfokus pada dalil, namun bisa jadi ada indikasi dan faktor lain yang secara langsung menjadi pertimbangan ijtihad. Ini juga berimplikasi pada tataran praktis dalam ilmu fikih.

Terkadang kebenaran bisa berasal dari legitimasi dalil dan legitimasi publik. Ini bisa dilihat dari sampel kitab Ihya Ulumudin. Dalam kitab tersebut terdapat hadis-hadis thadif. Artinya,  secara dalil “tidak benar”, akan tetapi‘dibenarkan secara publik. Akibatnya, dalil lemah tadi karena kepecayaan publik, seakan-akan menjadi kuat dan diamalkan oleh banyak orang. Di sini perlu adanya pelurusan yang tidak mudah.

dalam berijtihad pun, seorang mujtahid mempunya standarisasi yang berbeda-beda. Baik terkait dengan qadi dilalah atau zhanni dilalah. Satu dalil menurut ulama bisa dianggap sudah konti, sementara ulama lainnya masih menganggapnya sebagai dalil zhanni, contohnya masalah hukum memelihara jenggot dan isbal. Belum lagi jika terkait dengan dalil kulli dan juz’i.

Perbedaan dalam ranah fikih itu, bagi para ulama menjadi hal yang sangat lumrah. Persoalannya ketika ia sudah masuk di lingkungan masyarakat awam, kondisinya jadi tidak lumrah. Banyak pertikaian dan perselisihan yang hanya disebabkan karena persoalan ijtihad tadi. Maka yang dibutuhkan adalah memahamkan masyarakat awab bahwa tidak semua yang berbeda dengan kita itu pasti salah. Perbedaan fikih tadi, bisa saja akibat dari pandangan ijtihad yang berbeda. Untuk itu, satu sama lain haru saling menghormati, bukan merasa benar sendiri dan menghujat kelompok lain yang berbeda. Wallahu alam.

Sumber:  http://almuflihun.com/markaz-ushuli-perbedaan-fikih-akibat-dari-perbedaan-ijtihad-ulama/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar