Senin, 29 Desember 2014

Peringatan Maulid Nabi Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah

Pertanyaan Dari:
 
Untung Sutrisno, Jl. Gn. Bentang 13 RT 05/13 Perum Panglayungan Tasikmalaya

Pertanyaan:

Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Di kampung kami ada yang menyelenggarakan Maulid Nabi tapi ada sebagian yang mengatakan tidak perlu diselenggarakan. Bagaimana menurut Majelis Tarjih mengenai hal ini?
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

Jawaban:
Pertanyaan tentang penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw seperti yang saudara sampaikan pernah ditanyakan dan telah pula dijawab oleh Tim Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah. Untuk itu, kami sarankan saudara membaca kembali jawaban-jawaban tersebut, yaitu terdapat dalam buku Tanya Jawab Agama terbitan Suara Muhammadiyah Jilid IV, Cetakan Ketiga, halaman 271-274, Majalah Suara Muhammadiyah No. 12 Tahun Ke-90 16-30 Juni 2005 dan juga di Majalah Suara Muhammadiyah No. 1 Tahun Ke-93 1-15 Januari 2008. Namun demikian, berikut ini akan kami sampaikan ringkasan dari dua jawaban yang telah dimuat sebelumnya tersebut.

Pada prinsipnya, Tim Fatwa belum pernah menemukan dalil tentang perintah menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi saw, sementara itu belum pernah pula menemukan dalil yang melarang penyelenggaraannya. Oleh sebab itu, perkara ini termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Apabila di suatu masyarakat Muslim memandang perlu menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi saw tersebut, yang perlu diperhatikan adalah agar jangan sampai melakukan perbuatan yang dilarang serta harus atas dasar kemaslahatan.

Perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbutan bid'ah dan mengandung unsur syirik serta memuja-muja Nabi Muhammad saw secara berlebihan, seperti membaca wirid-wirid atau bacaan-bacaan sejenis yang tidak jelas sumber dan dalilnya. Nabi Muhammad saw sendiri telah menyatakan dalam sebuah hadis:

عَنْ عُمَرَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ. [رواه البخاري ومسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari Umar ra., ia berkata: Aku mendengar Nabi saw bersabda: Janganlah kamu memberi penghormatan (memuji/memuliakan) kepada saya secara berlebihan sebagaimana orang Nasrani yang telah memberi penghormatan (memuji/memuliakan) kepada Isa putra Maryam. Saya hanya seorang hamba Allah, maka katakan saja hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Adapun yang dimaksud dengan kemaslahatan di sini, adalah peringatan Maulid Nabi Muhammad saw yang dipandang perlu diselenggarakan tersebut harus mengandung manfaat untuk kepentingan dakwah Islam, meningkatkan iman dan taqwa serta mencintai dan meneladani sifat, perilaku, kepemimpinan dan perjuangan Nabi Muhammad saw. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan cara menyelenggarakan pengajian atau acara lain yang sejenis yang mengandung materi kisah-kisah keteladanan Nabi saw.

Allah SWT telah menegaskan dalam al-Qur'an, bahwa Rasulullah Muhammad saw adalah sebaik-baiknya suri teladan bagi umat manusia. Allah berfirman:



Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. al-Ahzab (33): 21]
Wallahu a'lam bish-shawab. *amr)

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
http://www.fatwatarjih.com

Perubahan Hukum-hukum Syar'iy itu berdasarkan perubahan zaman



Qaidah fiqhiyyah berkata :

تغير الأحكام بتغير الزمان

taghayyurul Ahkam bi taghayyuriz zaman

Artinya : Perubahan Hukum-hukum Syar'iy itu berdasarkan perubahan zaman.

perlu diketahui hukum yang dapat berubah berdasarkan perubahan zaman ini hanya hukum yang bersifat 'urf dan adat sebagaimana sebuah penjabaran dalam syarh majallatil ahkam berkata :
 
إنَّ الْأَحْكَامَ الَّتِي تَتَغَيَّرُ بِتَغَيُّرِ الْأَزْمَانِ هِيَ الْأَحْكَامُ الْمُسْتَنِدَةُ عَلَى الْعُرْفِ وَالْعَادَةِ

innal ahkama allati tataghayyaru bi taghayyuril azmaani hiya Al Ahkaamu almustanidah 'alal 'urfi wal 'aadah.

Artinya :

Sesungguhnya hukum-hukum Syar'iy yang dapat berubah berdasarkan perubahan Zaman adalah hukum-hukum yang bersandar kepada 'urf (kebiasaan) dan 'adat.
[Sumber : durarul hukkam syarh majallatil ahkam]

Manfaat belajar ILMU HADITS dan USHUL FIQH



Simaklah apa yang di katakan Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini , salah seorang ulama dari Mesir, beliau hafidzhahullah berkata :

“Saya kira saya tidak sedang mengada-ada atau berlebihan apabila saya mengatakan: Sungguh saya benar-benar bisa melihat setelah sebelumnya buta manakala saya belajar kedua ilmu yang agung tersebut (yakni ushul hadits dan ushul fiqh). Saya nyatakan bahwa seorang yang jahil dengan kedua ilmu ini tidak akan pernah bisa menjadi ‘alim sehebat dan sebanyak apapun buku fiqih yang dia hafal.

Karena tidak mungkin bisa dilakukan pemilihan dan penetapan mana yang benar ketika terjadi perbedaan pendapat kecuali dengan kedua ilmu ini. Ilmu hadits akan menentukan mana yang shahih dari dalil yang anda gunakan, dan ilmu ushul fiqih akan mengokohkan pemahaman anda terhadap dalil yang shahih tersebut. Maka keduanya ibarat dua sayap bagi seekor burung.”

Marilah kita bersemangat untuk mempelajari keduanya, dan tentu saja kedua ilmu tersebut akan bisa di buka pintunya (di pahami dengan baik ) kecuali dengan memahami bahasa ‘Arab.

Minggu, 28 Desember 2014

MENUNTUT ILMU AGAR BISA JADI ULAMA SYARIAH



Kadang kala seorang pelajar berkata : “ saya akan menuntut ilmu agar bisa jadi orang yang alim “, mengisyaratkan bahwa tujuanya menuntut ilmu bukan karna gelar atau mengharapkan sanjungan dari manusia, melainkan murni karna belajar ilmu. Walaupun demekian motivasinya menuntut ilmu jelas salah karna dia menuntut ilmu tidak dia niatkan untuk mencari ridho Allah azza wa jalla.

Salah satu perangkap dalam mencari ilmu adalah mencari ilmu agar bisa jadi orang yang alim ( banyak pengetahuan). Ilmu itu bagai hawa nafsu. Ia dapat di cari murni karna kesenangan semata dan bukan demi Allah azza wa jalla.

Mereka adalah orang2 yang suka mencari hal2 baru. Dan ini merupakan tabiat manusia. Ketika dia telah berusaha keras untuk tahu, kemudian muncul jawabanya, jawabanya itu dapat sangat memotivasinya. Ini memberikanya semangat untuk belajar lebih keras lagi.

Allah azza wa jalla menjelaskan sifat2 orang yang berilmu dalam firmaNya :

قل آمنوا به أو لا تؤمنوا إنّ الّذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرّون للأذقان 
سجّدا ويقولون سبحان ربّنا إن كان وعد ربّنا لمفعولا



Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". ( QS. Al Isra : 109-109)

Dari sini dapat kita lihat bagaimana ilmu dapat memberi mereka kekhusyukan dan membuat mereka takut kepada Allah azza wa jalla.

Allah azza wa jalla juga berfirman : 

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun. ( QS. Al Fathir : 28) 

Melalui ayat ini dapat kita ketahui bahwasanya para ulama itu adalah mereka yang takut kepada Allah azza wa jalla. Dalam ayat lain Allah azza wa jalla berfirman :

إنّ الّذين آمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم خير البريّة

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. ( QS. Al bayyinah : 7)

Dalam ayat ini Allah azza wa jalla mengatakan bahwasanya orang2 yang beriman itu adalah sebaik-baik makhluk dan mereka beriman dan mengerjakan amalan shaleh, oleh karna itu hanya orang2 yang benar2 takut kepada RabbNyalah yang pantas menjadi ulama, dan orang2 yang tidak takut kepada RabbNya maka dia tidak pantas menjadi ulama.

Kemudian di dalam As Sunnah di sebutkan bahwasanya para ulama itu adalah pewaris para Nabi. Ini berarti bahwa para ulama adalah orang2 terbaik setelah Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, apabila mereka betul2 ulama. Orang2 saat ini kebingungan mengenai kata “ulama”. Sebab banyak di antara mereka yang punya ilmu tapi akhlaknya kasar, suka menggunjing, mudah memvonis tanpa tabayun dan tatsabut, oleh karna itu ilmu dalam pengertian abstrak/ teoritis saja tidaklah cukup. Ilmu juga harus mempengaruhi hati dan membuat pemiliknya takut kepada Allah. Dan dia adalah sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan Rasul.

KESULITAN ITU TIDAK ABADI



Dalam setiap kesulitan yang menimpa janganlah berputus asa dan menyerah. Karna menyerah dan berputus asa bukanlah sifat seorang muslim yang baik. Allah subhana wa ta’a mengingatkan kita:

فإنَ مع العسر يسرا إنَ مع العسر يسرا
Karna sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesedah kesulitan itu pasti ada kemudahan. Al-insyirah:5-6

Syaikh abdurrahman bin nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:

وقوله: { فإنّ مع العسر يسرا إنّ مع العسر يسرا } بشارة عظيمة، أنه كلما وجد عسر وصعوبة، فإن اليسر يقارنه ويصاحبه، حتى لو دخل العسر جحر ضب لدخل عليه اليسر، فأخرجه كما قال تعالى:

Dan firmaNya {sesungguhnya sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesedah kesulitan itu pasti ada kemudahan }. Ini merupakan kabar gembira yang besar, bahwasanya setiap kali ditemui kesulitan dan kesukaran, maka sesungguhnya kemudahan pasti menyertainya. Sehingga seandainya kesulitan itu masuk ke lubang dhab {biawak arab} kemudahan pasti akan masuk lalu melepas kesulitan tersebut. Allah subhana wa ta’ala berfirman:
 { سيجعل اللّه بعد عسر يسرا }

Allah kelak akan memberikan kemudahan setelah kesulitan.

 وكما قال النبي صلى الله عليه وسلم: " وإن الفرج مع الكرب، وإن مع العسر يسرا " .
Dan juga sebagaimana sabda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam: “ dan sesungguhnya kelapangan pasti datang setelah kesempitan, dan sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan.”