Sabtu, 23 September 2017
Wajib Belajar Mati-Matian
Banyak orang ingin hafal Al-Qur`an
Al-Kariim, bisa bahasa arab, dan menguasai ilmu-ilmu alat syariah. Tetapi
disayangkan mereka tidak mengimbanginya dengan azam yang kuat dan jerih payah
yang maksimal. Mereka mudah patah arang dan putus asa ketika melihat kesulitan
yang muncul. Sebenarnya mereka sudah ditimpa salah satu bentuk penyakit gila
(junuun). Imam Abu Abbdillah Muhammad Bin Muflih Al-Maqdisiy berkata dalam
kitab Al-Aadaab Asy-Syar'iyyah jilid 1 halaman 286: Berkata Ibnul Jauziy:
Sesungguhnya Abu Bakar Ahmad Bin Muhammad Ad-Dinuwariy Al-Hanbaliy murid Abul
Khath-thab yang wafat tahun 532 H ..., ia juga menyenandungkan bait syair
kepadaku:
Kamu berangan-angan menjadi faqih dan ahli debat
Tanpa mau bersusah payah, maka kegilaan itu bermacam-macam
Harta saja tidak bisa diperoleh tanpa menghadapi kesulitan
Kamu rela menerimnya, sedangkan ilmu bagaimana jadinya?
Berkata Ibnu Jauziy: Tidak habis-habisan dalam menuntut ilmu melainkan seorang
pecinta (ilmu). Dan seorang pecinta ilmu sudah selayaknya bersabar atas
kesulitan-kesulitan... Kemudian Ibnul Jauziy mengutip surat Al-Ahzaab ayat 11:
"Disanalah orang-orang mukmin diuji dan digoncangkan dengan
sekeras-kerasnya". Beliau berkata: Maka tatkala jiwa-jiwa menyambut
pahitnya ujian ia berkata:
Jangan kamu mengira bahwa kemuliaan adalah buah kurma yang siap kamu makan
Kamu tidak pernah bisa mengapai kemuliaan sehingga kamu merasakan kepahitan
Kamu berangan-angan menjadi faqih dan ahli debat
Tanpa mau bersusah payah, maka kegilaan itu bermacam-macam
Harta saja tidak bisa diperoleh tanpa menghadapi kesulitan
Kamu rela menerimnya, sedangkan ilmu bagaimana jadinya?
Berkata Ibnu Jauziy: Tidak habis-habisan dalam menuntut ilmu melainkan seorang pecinta (ilmu). Dan seorang pecinta ilmu sudah selayaknya bersabar atas kesulitan-kesulitan... Kemudian Ibnul Jauziy mengutip surat Al-Ahzaab ayat 11: "Disanalah orang-orang mukmin diuji dan digoncangkan dengan sekeras-kerasnya". Beliau berkata: Maka tatkala jiwa-jiwa menyambut pahitnya ujian ia berkata:
Jangan kamu mengira bahwa kemuliaan adalah buah kurma yang siap kamu makan
Kamu tidak pernah bisa mengapai kemuliaan sehingga kamu merasakan kepahitan
Jumat, 22 September 2017
MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT
MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT
Oleh: Aya S Miza
(Alumni Pendidikan Kader Ulama Muhammadiyah
Sumatera Barat)
Akhir-akhir
ini banyak terjadi pelecehan terhadap Ulama. Pelakunya adalah oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab. Mulai dari pejabat, politikus, tukang lawak dan
orang-orang awam. Mereka semua menunjukan sikap tidak menghormati dan terkesan
meremehkan kedudukan mereka. Padahal Ulama adalah pewaris para Nabi dan
pelindung Agama dari keburukan. Mereka memiliki kedudukan yang agung dalam
Agama Islam. Memuliakan mereka adalah kewajiban dan merupakan bagian dari
agama. Sementara memusuhi mereka adalah bentuk pengumuman perang terhadap Allah
ta’ala. Sebagaimana dalam sebuah hadits Qudsi, "Barangsiapa yang memusuhi waliku, maka Aku
umumkan perang kepadanya" (HR. Bukhari)
Pentingnya Menghormati Ulama
Dewasa ini
di era globalisasi adalah hari-hari yang paling menyesakan dada. Bagaimana tidak,
keributan, kekisruhan, kekacauan, ketidaknyaman, ketakutan, kekhawatiran, dan kenestapaan
ada dimana-mana. Tidak ada lagi rasa aman, nyaman, damai, tenang, dan sentosa.
Hidup ini benar-benar terasa berat dan susah jadinya. Tidak ada lagi canda
tawa, tak ada pula senyum sapa, dan tak muncul juga muka cerah seindah mentari.
Yang ada adalah wajah cemberut dan muram, pikiran stress serta debat dan keluh
kesah. Sungguh, kekhawatiran dan kecemasan pun benar-benar menggelayut di
setiap jiwa. Bahkan, agama pun kena imbasnya. Ia menjadi terpinggirkan,
tersudutkan, dan terbengkalai di pojok hati yang entah kapan akan dilestarikan
serta dipraktekan dalam kehidupan nyata.
Kita sudah
membuang dan menjauh dari tuntunan dari tuntunan Nabi kita yang mulia. Kita
lebih mengedepankan emosi dan perasaan dalam menimbang sebuah perkara daripada
petuah Nabi kita tercinta itu. Kita lebih mendahulukan akal dan logika dalam
menyelesaikan problematika kehidupan daripada petunjuk Nabi yang agung. Kita
lebih senang mempertentangkan ajaran Nabi antara satu dan yang lainya daripada
menerima seutuhnya dengan hati yang lapang. Pantaslah jika janji-janjinya itu
kemudian tidak terwujudkan sama sekali.
Itulah
kesalahan kita. Ternyata kita gemar mempermainkan dan menjauhi agama. Memang
Islam itu agama yang membawa kebahagiaan dan kedamainan. Namun, tingkah laku
kita yang rusak menjadikan agama tak berguna bagi kehidupan kita. Benar bahwa
Nabi Muhammad saw itu adalah rahmatan lil’alamin. Namun, perilaku kita yang
suka menyelisihi ajaranya itu menyebabkan kesusahan dan kesempitan hidup. Semua
kerusakan yang terjadi ternyata kita sendirilah penyebabnya.
Jadi,
ringkasnya jika kita ingin bahagia dan selamat dalam hidup ini, kita harus
menghargai dan menjunjung tinggi Nabi kita dan ajaran-ajaranya. Bukan Cuma itu,
sepeninggalnyapun kita juga mesti menghormati dan menghargai orang yang
mewarisi dan meneruskan perjuanganya, yang tidak lain adalah para ulama.
Meletakan Ulama Pada Tempatnya.
Sama halnya
jika melecehkan para Nabi adalah dosa besar, melecehkan para ulamapun juga
berdosa. Jika Nabi adalah orang yang harus dimuliakan di tengah-tengah umat,
ulamapun harus diperlakukan sama. Jika menghina Nabi adalah awal sebuah kehancuran,
menghina ulamapun demikian. Sebab, ulama adalah pewaris para Nabi. Maka, secara
otomatis pun dia juga mewarisi kedudukan dan kemuliaan yang dimiliki Nabi.
Hanya saja Ulama tidaklah maksum seperti Nabi.
Karenanya,
kita berkewajiban untuk mencintai ulama sebagaimana mencintai Nabi, menaatinya
dalam hal ketaatan kepada Allah sebagaimana ketaatan kepada Nabi, dan menjaga
harga dirinya sebagaimana menjaga harga diri Nabi. Itulah ajaran Islam yang
telah dipraktekan sejak dahulu Salafushaleh. Mereka mendudukan ulamanya di
tempat yang terpandang sebagaimana mestinya serta menjadikan rujukan dalam
perkara-perkara yang berkaitan dengan urusan umat.
Kemudian,
seiring dengan berjalanya waktu berkuranglah ilmu dan para ahli ilmu dari muka
bumi ini. Para ulama panutan pun semakin hari semakin sedikit jumlahnya.
Bersamaan dengan itu, ternayata manusia juga semakin jauh dari petunjuk
salafushaleh. Kini ulama tak lagi dihormati dan dihargai. Seolah-olah dia
bukanlah orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama ini. Perkataanya
dicerca, pendapatnya dicela, dan fatwanya diabaikan. Bahkan, harga dirinya
diinjak-injak dan dihina. Atau jika dihargai, dia ditempatkan tidak sewajarnya.
Dia dipuja dan disanjung setinggi-tingginya. Sampai-sampai tidak sedikit yang
kemudian berkeyakinan bahwa dia adalah mahkluk yang suci dari salah dan dosa,
alias maksum. Bahkan, kemudian dia diyakini mampu mencapai sebuah derajat yang
tak mungkin dicapai sekalipun oleh para Nabi dan Rasul serta malaikat. Dia pun akhirnya
dijadikan tujuan untuk bertaqlid secara mutlak dan tanpa batas. Allahu Musta’an
Itulah wajah
dunia Islam saat ini. Itulah dua potret kehidupan beragama yang berkembang di
tengah-tengah umat dewasa ini. Tentunya tak perlu diragukan lagi bahwa bahwa
dua hal di atas jelas salah. Sebab, yang pertama adalah perilaku golongan
khawarij sesat yang tidak menghormati Ulama sama sekali ; yang kedua
adalah tingkah laku sekte Rafidhah kafir yang mengkultuskan Ulama. Jalan
pertengahan adalah selalu yang terbaik, sebagaimana para Salafushaleh memperlakukan
Ulamanya. Allahu Musta’an.
Selasa, 19 September 2017
MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT
MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT
Oleh: Aya S Miza
(Alumni Pendidikan Kader Ulama Muhammadiyah
Sumatera Barat)
Akhir-akhir
ini banyak terjadi pelecehan terhadap Ulama. Pelakunya adalah oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab. Mulai dari pejabat, politikus, tukang lawak dan
orang-orang awam. Mereka semua menunjukan sikap tidak menghormati dan terkesan
meremehkan kedudukan mereka. Padahal Ulama adalah pewaris para Nabi dan
pelindung Agama dari keburukan. Mereka memiliki kedudukan yang agung dalam Agama
Islam. Memuliakan mereka adalah kewajiban dan merupakan bagian dari agama.
Sementara memusuhi mereka adalah bentuk pengumuman perang terhadap Allah
ta’ala. Sebagaimana dalam sebuah hadits Qudsi, "Barangsiapa yang memusuhi waliku, maka Aku
umumkan perang kepadanya" (HR. Bukhari)
Pentingnya Menghormati Ulama
Dewasa ini di era globalisasi adalah
hari-hari yang paling menyesakan dada. Bagaimana tidak, keributan, kekisruhan,
kekecauan, ketidaknyaman, ketakutan, kekhawatiran, dan kenestapaan ada dimana-mana.
Tidak ada lagi rasa aman, nyaman, damai, tenang, dan sentosa. Hidup ini
benar-benar terasa berat dan susah jadinya. Tidak ada lagi canda tawa, tak ada
pula senyum sapa, dan tak muncul juga muka cerah seindah mentari. Yang ada
adalah wajah cemberut dan muram, pikiran stress serta debat dan keluh kesah.
Sungguh, kekhawatiran dan kecemasan pun benar-benar menggelayut di setiap jiwa.
Bahkan, agama pun kena imbasnya. Ia menjadi terpinggirkan, tersudutkan, dan
terbengkalai di pojok hati yang entah kapan akan dilestarikan serta dipraktekan
dalam kehidupan nyata.
Kita sudah membuang dan menjauh dari
tuntunan dari tuntunan Nabi kita yang mulia. Kita lebih mengedepankan emosi dan
perasaan dalam menimbang sebuah perkara daripada petuah Nabi kita tercinta itu.
Kita lebih mendahulukan akal dan logika dalam menyelesaikan problematika
kehidupan daripada petunjuk Nabi yang agung. Kita lebih senang mempertentangkan
ajaran Nabi antara satu dan yang lainya daripada menerima seutuhnya dengan hati
yang lapang. Pantaslah jika janji-janjinya itu kemudian tidak terwujudkan sama
sekali.
Itulah kesalahan kita. Ternyata kita gemar
mempermainkan dan menjauhi agama. Memang Islam itu agama yang membawa
kebahagiaan dan kedamainan. Namun, tingkah laku kita yang rusak menjadikan
agama tak berguna bagi kehidupan kita. Benar bahwa Nabi Muhammad saw itu adalah
rahmatan lil’alamin. Namun, perilaku kita yang suka menyelisihi ajaranya itu
menyebabkan kesusahan dan kesempitan hidup. Semua kerusakan yang terjadi
ternyata kita sendirilah penyebabnya.
Jadi, ringkasnya jika kita ingin bahagia
dan selamat dalam hidup ini, kita harus menghargai dan menjunjung tinggi Nabi
kita dan ajaran-ajaranya. Bukan Cuma itu, sepeninggalnyapun kita juga mesti
menghormati dan menghargai orang yang mewarisi dan meneruskan perjuanganya,
yang tidak lain adalah para ulama.
Sama halnya jika melecehkan para Nabi
adalah dosa besar, melecehkan para ulamapun juga berdosa. Jika Nabi adalah
orang yang harus dimuliakan di tengah-tengah umat, ulamapun harus diperlakukan
sama. Jika menghina Nabi adalah awal sebuah kehancuran, menghina ulamapun demikian.
Sebab, ulama adalah pewaris para Nabi. Maka, secara otomatis pun dia juga
mewarisi kedudukan dan kemuliaan yang dimiliki Nabi. Hanya saja Ulama tidaklah
maksum seperti Nabi.
Karenanya, kita berkewajiban untuk
mencintai ulama sebagaimana mencintai Nabi, menaatinya dalam hal ketaatan
kepada Allah sebagaimana ketaatan kepada Nabi, dan menjaga harga dirinya
sebagaimana menjaga harga diri Nabi. Itulah ajaran Islam yang telah dipraktekan
sejak dahulu Salafushaleh. Mereka mendudukan ulamanya di tempat yang terpandang
sebagaimana mestinya serta menjadikan rujukan dalam perkara-perkara yang
berkaitan dengan urusan umat.
Kemudian, seiring dengan berjalanya waktu
berkuranglah ilmu dan para ahli ilmu dari muka bumi ini. Para ulama panutan pun
semakin hari semakin sedikit jumlahnya. Bersamaan dengan itu, ternayata manusia
juga semakin jauh dari petunjuk salafushaleh. Kini ulama tak lagi dihormati dan
dihargai. Seolah-olah dia bukanlah orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam
agama ini. Perkataanya dicerca, pendapatnya dicela, dan fatwanya diabaikan.
Bahkan, harga dirinya diinjak-injak dan dihina. Atau jika dihargai, dia
ditempatkan tidak sewajarnya. Dia dipuja dan disanjung setinggi-tingginya.
Sampai-sampai tidak sedikit yang kemudian berkeyakinan bahwa dia adalah mahkluk
yang suci dari salah dan dosa, alias maksum. Bahkan, kemudian dia diyakini
mampu mencapai sebuah derajat yang tak mungkin dicapai sekalipun oleh para Nabi
dan Rasul serta malaikat. Dia pun akhirnya dijadikan tujuan untuk bertaqlid
secara mutlak dan tanpa batas. Allahu Musta’an
Itulah wajah dunia Islam saat ini. Itulah
dua potret kehidupan beragama yang berkembang di tengah-tengah umat dewasa ini.
Tentunya tak perlu diragukan lagi bahwa bahwa dua hal di atas jelas salah.
Sebab, yang pertama adalah perilaku golongan khawarij sesat yang tidak
menghormati Ulama sama seklai ; yang kedua adalah tingkah laku sekte
Rafidhah kafir yang mengkultuskan Ulama. Halan pertengahan adlah selalu yang
terbaik, sebagaimana para Salafushaleh memperlakukan Ualamanya.
Langganan:
Postingan (Atom)