Sabtu, 23 September 2017

كيف تغير نفسك ؟

كيف تغير نفسك ؟
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام على خاتم الأنبياء والمرسلين ، نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ، أما بعد ...
فقد سئم كثير من الناس حياة الغفلة والشرود والبعد عن الله تعالى . وتاقت أنفسهم إلى حياة الطهر والعفة والاستقامة ، يريدون أن يعيشوا حياة طيبة سعيدة هادئة مطمئنة ، بعيدة عن نيران الشهوات وأشواك المعاصي والمخالفات .
إنهم ينتظرون رياح التغيير ، ونسمات الإصلاح ، ووميض التوبة ، وإشراقات الاستقامة ، فيتساءلون في حيرة .
كيف نغيِّر أنفسنا ؟
كيف ننهض من كبوتنا ؟
كيف نستيقظ من غفلتنا ؟
كيف نعالج واقعنا الأليم ؟ إلى هؤلاء جميعاً أهدي هذه الكلمات ..
البداية

أخي الحبيب ! إن مجرد تفكيرك في التغيير يعدُّ - بحدّ ذاته - نوعاً من التغيير ؛ لأن هناك فئاماً من الناس ألفوا حياة الغفلة ، واستساغوا مسيرة الضياع ، واستحسنوا طريق الشهوات ، فهم لا يبحثون عن التغيير ؛ بل لا يتصورون ترك هذه الحياة التي يعيشونها طرفة عين ، ولذلك فإنهم لا يشعرون بألم البعد عن الله ، ولا يحسون بوحشة ، وهؤلاء موتى في صورة أحياء ، لا يعرفون معروفاً ، ولا ينكرون منكراً ، إلا ما أشربوا من هواهم ، وهذا نتيجة تراكم الذنوب على القلب حتى اسودّ وانتكس ، كما قال النبي صلى الله عليه وسلم في حديث حذيفة : ((تعرض الفتن على القلوب كعرض الحصير عوداً عوداً ، فأيّ قلب أشربها ؛ نُكتت فيه نكتة سوداء ، وأيُّ قلب أنكرها ؛ نكتت فيه نكتة بيضاء ، حتى تصير على قلبين ، على أبيض مثل الصفا ، فلا تضره فتنة ما دامت السموات والأرض ، والآخر أسود مربادّاً ، كالكوز مجخِّياً ، لا يعرف معروفاً ، ولا ينكر منكراً ، إلا ما أشرب من هواه )) [ رواه مسلم ] .

Wajib Belajar Mati-Matian

Banyak orang ingin hafal Al-Qur`an Al-Kariim, bisa bahasa arab, dan menguasai ilmu-ilmu alat syariah. Tetapi disayangkan mereka tidak mengimbanginya dengan azam yang kuat dan jerih payah yang maksimal. Mereka mudah patah arang dan putus asa ketika melihat kesulitan yang muncul. Sebenarnya mereka sudah ditimpa salah satu bentuk penyakit gila (junuun). Imam Abu Abbdillah Muhammad Bin Muflih Al-Maqdisiy berkata dalam kitab Al-Aadaab Asy-Syar'iyyah jilid 1 halaman 286: Berkata Ibnul Jauziy: Sesungguhnya Abu Bakar Ahmad Bin Muhammad Ad-Dinuwariy Al-Hanbaliy murid Abul Khath-thab yang wafat tahun 532 H ..., ia juga menyenandungkan bait syair kepadaku:

Kamu berangan-angan menjadi faqih dan ahli debat
Tanpa mau bersusah payah, maka kegilaan itu bermacam-macam
Harta saja tidak bisa diperoleh tanpa menghadapi kesulitan
Kamu rela menerimnya, sedangkan ilmu bagaimana jadinya?

Berkata Ibnu Jauziy: Tidak habis-habisan dalam menuntut ilmu melainkan seorang pecinta (ilmu). Dan seorang pecinta ilmu sudah selayaknya bersabar atas kesulitan-kesulitan... Kemudian Ibnul Jauziy mengutip surat Al-Ahzaab ayat 11: "Disanalah orang-orang mukmin diuji dan digoncangkan dengan sekeras-kerasnya". Beliau berkata: Maka tatkala jiwa-jiwa menyambut pahitnya ujian ia berkata:

Jangan kamu mengira bahwa kemuliaan adalah buah kurma yang siap kamu makan
Kamu tidak pernah bisa mengapai kemuliaan sehingga kamu merasakan kepahitan  






Jumat, 22 September 2017

MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT





MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT
Oleh: Aya S Miza
(Alumni Pendidikan Kader Ulama Muhammadiyah Sumatera Barat)

            Akhir-akhir ini banyak terjadi pelecehan terhadap Ulama. Pelakunya adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mulai dari pejabat, politikus, tukang lawak dan orang-orang awam. Mereka semua menunjukan sikap tidak menghormati dan terkesan meremehkan kedudukan mereka. Padahal Ulama adalah pewaris para Nabi dan pelindung Agama dari keburukan. Mereka memiliki kedudukan yang agung dalam Agama Islam. Memuliakan mereka adalah kewajiban dan merupakan bagian dari agama. Sementara memusuhi mereka adalah bentuk pengumuman perang terhadap Allah ta’ala. Sebagaimana dalam sebuah hadits Qudsi, "Barangsiapa yang memusuhi waliku, maka Aku umumkan perang kepadanya" (HR. Bukhari)

Pentingnya Menghormati Ulama

Dewasa ini di era globalisasi adalah hari-hari yang paling menyesakan dada. Bagaimana tidak, keributan, kekisruhan, kekacauan, ketidaknyaman, ketakutan, kekhawatiran, dan kenestapaan ada dimana-mana. Tidak ada lagi rasa aman, nyaman, damai, tenang, dan sentosa. Hidup ini benar-benar terasa berat dan susah jadinya. Tidak ada lagi canda tawa, tak ada pula senyum sapa, dan tak muncul juga muka cerah seindah mentari. Yang ada adalah wajah cemberut dan muram, pikiran stress serta debat dan keluh kesah. Sungguh, kekhawatiran dan kecemasan pun benar-benar menggelayut di setiap jiwa. Bahkan, agama pun kena imbasnya. Ia menjadi terpinggirkan, tersudutkan, dan terbengkalai di pojok hati yang entah kapan akan dilestarikan serta dipraktekan dalam kehidupan nyata.

Kita sudah membuang dan menjauh dari tuntunan dari tuntunan Nabi kita yang mulia. Kita lebih mengedepankan emosi dan perasaan dalam menimbang sebuah perkara daripada petuah Nabi kita tercinta itu. Kita lebih mendahulukan akal dan logika dalam menyelesaikan problematika kehidupan daripada petunjuk Nabi yang agung. Kita lebih senang mempertentangkan ajaran Nabi antara satu dan yang lainya daripada menerima seutuhnya dengan hati yang lapang. Pantaslah jika janji-janjinya itu kemudian tidak terwujudkan sama sekali.
Itulah kesalahan kita. Ternyata kita gemar mempermainkan dan menjauhi agama. Memang Islam itu agama yang membawa kebahagiaan dan kedamainan. Namun, tingkah laku kita yang rusak menjadikan agama tak berguna bagi kehidupan kita. Benar bahwa Nabi Muhammad saw itu adalah rahmatan lil’alamin. Namun, perilaku kita yang suka menyelisihi ajaranya itu menyebabkan kesusahan dan kesempitan hidup. Semua kerusakan yang terjadi ternyata kita sendirilah penyebabnya.

Jadi, ringkasnya jika kita ingin bahagia dan selamat dalam hidup ini, kita harus menghargai dan menjunjung tinggi Nabi kita dan ajaran-ajaranya. Bukan Cuma itu, sepeninggalnyapun kita juga mesti menghormati dan menghargai orang yang mewarisi dan meneruskan perjuanganya, yang tidak lain adalah para ulama.

Meletakan Ulama Pada Tempatnya.

Sama halnya jika melecehkan para Nabi adalah dosa besar, melecehkan para ulamapun juga berdosa. Jika Nabi adalah orang yang harus dimuliakan di tengah-tengah umat, ulamapun harus diperlakukan sama. Jika menghina Nabi adalah awal sebuah kehancuran, menghina ulamapun demikian. Sebab, ulama adalah pewaris para Nabi. Maka, secara otomatis pun dia juga mewarisi kedudukan dan kemuliaan yang dimiliki Nabi. Hanya saja Ulama tidaklah maksum seperti Nabi.

Karenanya, kita berkewajiban untuk mencintai ulama sebagaimana mencintai Nabi, menaatinya dalam hal ketaatan kepada Allah sebagaimana ketaatan kepada Nabi, dan menjaga harga dirinya sebagaimana menjaga harga diri Nabi. Itulah ajaran Islam yang telah dipraktekan sejak dahulu Salafushaleh. Mereka mendudukan ulamanya di tempat yang terpandang sebagaimana mestinya serta menjadikan rujukan dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan urusan umat.

Kemudian, seiring dengan berjalanya waktu berkuranglah ilmu dan para ahli ilmu dari muka bumi ini. Para ulama panutan pun semakin hari semakin sedikit jumlahnya. Bersamaan dengan itu, ternayata manusia juga semakin jauh dari petunjuk salafushaleh. Kini ulama tak lagi dihormati dan dihargai. Seolah-olah dia bukanlah orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama ini. Perkataanya dicerca, pendapatnya dicela, dan fatwanya diabaikan. Bahkan, harga dirinya diinjak-injak dan dihina. Atau jika dihargai, dia ditempatkan tidak sewajarnya. Dia dipuja dan disanjung setinggi-tingginya. Sampai-sampai tidak sedikit yang kemudian berkeyakinan bahwa dia adalah mahkluk yang suci dari salah dan dosa, alias maksum. Bahkan, kemudian dia diyakini mampu mencapai sebuah derajat yang tak mungkin dicapai sekalipun oleh para Nabi dan Rasul serta malaikat. Dia pun akhirnya dijadikan tujuan untuk bertaqlid secara mutlak dan tanpa batas. Allahu Musta’an

Itulah wajah dunia Islam saat ini. Itulah dua potret kehidupan beragama yang berkembang di tengah-tengah umat dewasa ini. Tentunya tak perlu diragukan lagi bahwa bahwa dua hal di atas jelas salah. Sebab, yang pertama adalah perilaku golongan khawarij sesat yang tidak menghormati Ulama sama sekali ; yang kedua adalah tingkah laku sekte Rafidhah kafir yang mengkultuskan Ulama. Jalan pertengahan adalah selalu yang terbaik, sebagaimana para Salafushaleh memperlakukan Ulamanya. Allahu Musta’an.


Selasa, 19 September 2017

MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT



MENJAGA KEDUDUKAN ULAMA DI TENGAH UMAT
Oleh: Aya S Miza
(Alumni Pendidikan Kader Ulama Muhammadiyah Sumatera Barat)

            Akhir-akhir ini banyak terjadi pelecehan terhadap Ulama. Pelakunya adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mulai dari pejabat, politikus, tukang lawak dan orang-orang awam. Mereka semua menunjukan sikap tidak menghormati dan terkesan meremehkan kedudukan mereka. Padahal Ulama adalah pewaris para Nabi dan pelindung Agama dari keburukan. Mereka memiliki kedudukan yang agung dalam Agama Islam. Memuliakan mereka adalah kewajiban dan merupakan bagian dari agama. Sementara memusuhi mereka adalah bentuk pengumuman perang terhadap Allah ta’ala. Sebagaimana dalam sebuah hadits Qudsi, "Barangsiapa yang memusuhi waliku, maka Aku umumkan perang kepadanya" (HR. Bukhari)

Pentingnya Menghormati Ulama

Dewasa ini di era globalisasi adalah hari-hari yang paling menyesakan dada. Bagaimana tidak, keributan, kekisruhan, kekecauan, ketidaknyaman, ketakutan, kekhawatiran, dan kenestapaan ada dimana-mana. Tidak ada lagi rasa aman, nyaman, damai, tenang, dan sentosa. Hidup ini benar-benar terasa berat dan susah jadinya. Tidak ada lagi canda tawa, tak ada pula senyum sapa, dan tak muncul juga muka cerah seindah mentari. Yang ada adalah wajah cemberut dan muram, pikiran stress serta debat dan keluh kesah. Sungguh, kekhawatiran dan kecemasan pun benar-benar menggelayut di setiap jiwa. Bahkan, agama pun kena imbasnya. Ia menjadi terpinggirkan, tersudutkan, dan terbengkalai di pojok hati yang entah kapan akan dilestarikan serta dipraktekan dalam kehidupan nyata.

Kita sudah membuang dan menjauh dari tuntunan dari tuntunan Nabi kita yang mulia. Kita lebih mengedepankan emosi dan perasaan dalam menimbang sebuah perkara daripada petuah Nabi kita tercinta itu. Kita lebih mendahulukan akal dan logika dalam menyelesaikan problematika kehidupan daripada petunjuk Nabi yang agung. Kita lebih senang mempertentangkan ajaran Nabi antara satu dan yang lainya daripada menerima seutuhnya dengan hati yang lapang. Pantaslah jika janji-janjinya itu kemudian tidak terwujudkan sama sekali.
Itulah kesalahan kita. Ternyata kita gemar mempermainkan dan menjauhi agama. Memang Islam itu agama yang membawa kebahagiaan dan kedamainan. Namun, tingkah laku kita yang rusak menjadikan agama tak berguna bagi kehidupan kita. Benar bahwa Nabi Muhammad saw itu adalah rahmatan lil’alamin. Namun, perilaku kita yang suka menyelisihi ajaranya itu menyebabkan kesusahan dan kesempitan hidup. Semua kerusakan yang terjadi ternyata kita sendirilah penyebabnya.

Jadi, ringkasnya jika kita ingin bahagia dan selamat dalam hidup ini, kita harus menghargai dan menjunjung tinggi Nabi kita dan ajaran-ajaranya. Bukan Cuma itu, sepeninggalnyapun kita juga mesti menghormati dan menghargai orang yang mewarisi dan meneruskan perjuanganya, yang tidak lain adalah para ulama.

Sama halnya jika melecehkan para Nabi adalah dosa besar, melecehkan para ulamapun juga berdosa. Jika Nabi adalah orang yang harus dimuliakan di tengah-tengah umat, ulamapun harus diperlakukan sama. Jika menghina Nabi adalah awal sebuah kehancuran, menghina ulamapun demikian. Sebab, ulama adalah pewaris para Nabi. Maka, secara otomatis pun dia juga mewarisi kedudukan dan kemuliaan yang dimiliki Nabi. Hanya saja Ulama tidaklah maksum seperti Nabi.

Karenanya, kita berkewajiban untuk mencintai ulama sebagaimana mencintai Nabi, menaatinya dalam hal ketaatan kepada Allah sebagaimana ketaatan kepada Nabi, dan menjaga harga dirinya sebagaimana menjaga harga diri Nabi. Itulah ajaran Islam yang telah dipraktekan sejak dahulu Salafushaleh. Mereka mendudukan ulamanya di tempat yang terpandang sebagaimana mestinya serta menjadikan rujukan dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan urusan umat.

Kemudian, seiring dengan berjalanya waktu berkuranglah ilmu dan para ahli ilmu dari muka bumi ini. Para ulama panutan pun semakin hari semakin sedikit jumlahnya. Bersamaan dengan itu, ternayata manusia juga semakin jauh dari petunjuk salafushaleh. Kini ulama tak lagi dihormati dan dihargai. Seolah-olah dia bukanlah orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama ini. Perkataanya dicerca, pendapatnya dicela, dan fatwanya diabaikan. Bahkan, harga dirinya diinjak-injak dan dihina. Atau jika dihargai, dia ditempatkan tidak sewajarnya. Dia dipuja dan disanjung setinggi-tingginya. Sampai-sampai tidak sedikit yang kemudian berkeyakinan bahwa dia adalah mahkluk yang suci dari salah dan dosa, alias maksum. Bahkan, kemudian dia diyakini mampu mencapai sebuah derajat yang tak mungkin dicapai sekalipun oleh para Nabi dan Rasul serta malaikat. Dia pun akhirnya dijadikan tujuan untuk bertaqlid secara mutlak dan tanpa batas. Allahu Musta’an

Itulah wajah dunia Islam saat ini. Itulah dua potret kehidupan beragama yang berkembang di tengah-tengah umat dewasa ini. Tentunya tak perlu diragukan lagi bahwa bahwa dua hal di atas jelas salah. Sebab, yang pertama adalah perilaku golongan khawarij sesat yang tidak menghormati Ulama sama seklai ; yang kedua adalah tingkah laku sekte Rafidhah kafir yang mengkultuskan Ulama. Halan pertengahan adlah selalu yang terbaik, sebagaimana para Salafushaleh memperlakukan Ualamanya.